Kisah Matinya Firaun di Laut Merah Saat Mengejar Nabi Musa

Kisah Matinya Firaun di Laut Merah Saat Mengejar Nabi Musa, Naviri Magazine, naviri.org

Naviri Magazine - Fir’aun zaman Musa adalah Ramses II atau Ramses Akbar, yaitu dinasti yang ke-19 yang naik tahta pada 1311 SM. Ada yang mengatakan bahwa Fir’aun ini juga bernama Maneftah (1224-1214 SM) yang Allah binasakan bersama 700.000 pasukannya di Laut Merah, mayatnya Allah selamatkan pada waktu syuruq (matahari terbit), menurut Tafsir Muqatil (Qs. 10:90).

Mayatnya diawetkan dengan pembalseman dalam bentuk mumi, yang kini disimpan di museum Mesir di Kairo, dengan berbagai macam hikmah sejarah. Mumi ini ditemukan pertama kali oleh ahli purbakala Perancis, Loret, di Wadi al-Muluk (Lembah Raja-raja) Thaba Luxor, Mesir, pada tahun 1896. Pembalutnya dibuka oleh Eliot Smith, seorang ahli purbakala Inggris, pada tanggal 8 Juli 1907.

Dalam sejarah yang diceritakan Al-quran, pada waktu Nabi Musa bersama kaumnya keluar dari Mesir menuju Palestina, mereka dikejar oleh Firaun dan bala tentaranya. Mereka harus melalui Laut Merah di sebelah utara. Maka Allah merintahakan kepada Musa agar memukul laut dengan tongkatnya. Perintah itu dilaksanakan oleh Musa hingga terbelahlah Laut Merah dan terbentang jalan raya di tengahnya.

Musa dan kaumnya melalui jalan itu sampai selamat ke seberang. Firaun dan pengikut-pengikutnya melalui jalan itu pula, tetapi di waktu mereka berada di tengah-tengah, laut itu menutup sebagaimana semula, dan tenggelamlah Firaun dan bala tentaranya di Laut Merah.

Kesombongan Firaun

Firaun adalah gelar bagi raja-raja Mesir purba. Firaun di masa Nabi Musa tercantum dalam Surat Al-Qashash ayat 38 menyebutkan: Ketika Fir'aun tidak kuasa lagi mendebat Musa, ia tetap bersikap sewenag-wenang dan berkata: "Wahai masyarakat sekalian, aku tidak mengetahui adanya Tuhan bagi kalian selain diriku."

Kemudian, ia memerintahkan menterinya, Haman, untuk mempekerjakan orang-orang agar membuat bangunan dan istana yang tinggi, agar Firaun dapat menaikinya untuk melihat Tuhan yang diserukan Musa. Dengan begitu, Firaun dapat lebih yakin bahwa Musa termasuk golongan para pendusta.

Firaun dan bala tentaranya tetap angkuh dengan kebatilan, maka Allah menenggelamkan Fir'aun dan bala tentaranya di Laut Merah. Menurut sejarah, setelah beberapa tahun, Allah menyelamatkan tubuh kasarnya, dan terdampar di pinggir laut. Jasad itu ditemukan oleh orang Mesir, kemudian di balsem, dan masih utuh sampai sekarang di museum Tahrir di Kairo.

Dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas radhiyalahu‘anhuma, meriwayatkan, “Dua orang sahabat menghadap Rasulullah (menanyakan tentang Firaun). Sabda Nabi s.a.w: ‘Malaikat Jibril menyumpal mulut Firaun dengan pasir, khawatir kalau-kalau akan mengucapkan La ilaha illa’llah’ (Shahih, HR. Turmudzi [3107]; Ahmad [2145], at-Thabari [11/163]; Ibnu Hibban [6215]; Nasa’i [6/363]. Dishahihkan oleh Syeikh Albani dalam as-Shahihah [2015] dan Shahih Sunan Turmudzi [2484]. Dishahihkan juga oleh Syeikh Syu’aib Arnouth, Tahqiq Shahih Ibnu Hibban [14/98])

Hadits di atas umumnya dapat kita temui pada bahasan ayat tenggelamnya Firaun. Imam at-Thabari dan Imam Al-Qurthubi, misalnya, meletakkan hadits tersebut pada surah Yunus ayat 90, di mana Allah berfirman: “Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun telah hampir tenggelam, berkatalah dia: Saya percaya tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Qs. 10:90).

Pada detik-detik naza‘nya, malaikat Jibril melihat gelagat Firaun akan mempergunakan kesempatan dalam kesempitan. Allah Taala memerintahkan malaikat Jibril untuk mengeksekusi Firaun dengan cara menyumpal mulutnya dengan pasir, supaya tidak sampai mengucapkan keimanan dan pertaubatan. Akhirnya, Fir’aun mati dengan jauh dari rahmat Allah s.w.t. (Tafsir Al-Kasyaf, 21 202).

Karena iman dan taubat pada saat itu tiada guna sama sekali. Para ulama mengatakan: “anna’l-iman bi’l-qalbi ka’imani’l-akhras“, iman sebatas bibir tak ubahnya seperti iman bisu.

Iman dalam kondisi terpaksa atau dipaksa oleh suatu keadaan tertentu, bukan iman khalis (murni). Iman seperti ini tidak dianggap oleh Allah. Mengutip tafsir Syeikh Sa’di, ada dua keadaan di mana iman tidak berguna pada saat itu, yakni beriman di ujung sekarat dan beriman menjelang hari kiamat, sesuai firman Allah dalam surah Al-Mu’min: 85.

Termasuk keimanan yang terpaksa atau dipaksa adalah masuk Islam karena mau terima warisan, karena tujuan politik atau duniawi lainnya, seperti banyak menggejala akhir-akhir ini.

Iman Nabi Yunus boleh jadi contoh, beliau ingat Allah di semua keadaan, dalam senang maupun di waktu susah. Sementara iman Firaun adalah iman terjepit. Allah melukiskan iman Nabi Yunus melalui ayat: “Maka jika sekiranya dia (Nabi Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (Qs.As-Shaffatf 143-144)

Firaun mati di Laut Merah atau Laut Qalzum, dekat Terusan Suez, pada tanggal 10 Muharram, dan karena itulah ada syariat shaum ‘Asyura, setelah sebelumnya menyatakan taubat dan yakin akan Tuhan Allah s.w.t. Dan inilah taubat ghayru maqbui, yakni taubat tertolak (Qs. 10:90)

Dalam hadits Bukhari-Muslim dan Abu Qatadah, dapat kita simpulkan bahwa kematian Firaun disyukuri oleh umat manusia, dan inilah kematian orang yang diistirahatkan (mustarah). Bagi Bani Isra’il, kematian Firaun adalah hari kemerdekaan, di mana puasa Asyura adalah wujud peringatan mensyukuri kematian Firaun, setiap tahun.

Related

Moslem World 6748354413154470943

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item