Kisah Kobe Bryant dan Kematian Tragis Seorang Legenda NBA (Bagian 2)

Kobe Bryant, Kematian Tragis, Legenda NBA, naviri.org Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Kobe Bryant dan Kematian Tragis Seorang Legenda NBA - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Petualangan Kobe bersama helikopter dimulai ketika tingkat kemacetan di Los Angeles sudah tidak bisa lagi ditolerir. Saat itu, katanya, macet seringkali membuatnya telat sampai ke rumah. Jika semula ia bisa sampai ke rumah dalam kurun waktu 30-40 menit, macet bisa membuatnya sampai rumah dalam waktu sekitar satu jam.

Masalahnya, waktu 10-20 menit ternyata sangat penting bagi Kobe. Ia punya dua kegiatan favorit yang tak bisa diganggu oleh kemacetan: menambah porsi latihan dan menjemput anak-anaknya pulang dari sekolah.

“Aku seringkali terjebak macet dan tak bisa menjemput anakku pulang dari sekolah. Maka, aku harus mencari cara agar tetap bisa berlatih secara fokus, tapi tidak mengganggu waktuku bersama keluarga. Sejak itulah aku menggunakan helikopter, dan aku bisa pulang ke rumah dari tempat latihan hanya dalam waktu 15 menit,” kata Kobe, dilansir dari Essence.

Untuk itu, Sikorsky S-76B lantas menjadi pilihan Kobe. Helikopter mewah yang biasa digunakan mengangkut tamu-tamu VIP itu didesain nyaman, bisa menampung 12-13 orang penumpang, dan yang terpenting dapat membantu Kobe memanfaatkan waktu sebaik-baiknya—untuk basket atau keluarganya.

Membungkam prediksi

Rob Pelinka, manajer umum LA Lakers, tahu betul kalau Kobe memang kerap menggunakan helikopter. Pada tahun 2017, ia pernah diajak Kobe terbang menggunakan helikopter, lebih tinggi dari gedung-gedung pencakar langit di kota Los Angeles. Namun, ketika semuanya tampak baik-baik saja, Kobe tiba-tiba melakukan manuver militer dan mematikan mesin di udara.

Kejadian itu bikin Pelinka kaget, dan sempat membuatnya berpikir yang tidak-tidak—dari berpikir tentang kematian hingga kemungkinan terkena serangan jantung. Namun, setelah melihat Kobe tersenyum, ia tahu bahwa ia akan baik-baik saja.

Selain untuk memanfaatkan waktu dan sesekali menggoda Pelinka, Kobe terbiasa bepergian dengan helikopter agar kondisinya tetap bugar. Ia tahu bahwa karier basketnya tak akan bertahan selamanya, dan cedera bisa membuat semuanya berakhir lebih cepat.

Maka, ketika ia mulai “kesakitan” saat berada di dalam mobil terlalu lama, helikopter bisa membuatnya terus melaju, meskipun banyak orang mengatakan sebaliknya.

Menurut Brian Phillips, dalam tulisannya di Grantland, banyak orang sebenarnya menilai bahwa Kobe seharusnya pensiun pada 2015, ketika usianya telah 36 tahun. Pasalnya, alih-alih menjadi juru selamat Lakers, ia justru lebih sering menjadi pesakitan.

Selain juga karena sering cedera, akurasi tembakannya juga kian menurun. Lakers juga lebih sering kalah. Banyak orang khawatir, jika Kobe terus bermain, ia akan kehilangan martabatnya sebagai pemain besar, jatuh secara mengerikan dan memalukan.

Namun, Kobe tak ambil pusing dengan anggapan orang. Setelah penampilan ampasnya di sepanjang musim 2014-2015, ia berhasil bangkit pada musim terakhirnya, musim 2015-2016. Meskipun ia rata-rata hanya mampu mencetak 17,3 angka, ia mampu tampil dalam 66 laga atau hampir separuh lebih banyak dibanding musim sebelumnya.

Dalam pertandingan terakhirnya menghadapi Utah Jazz di Staples Center, Kobe tampil menggila: mencetak 60 angka, membuat sebagian besar fans Lakers di Staples Center mengepalkan tangan ke udara.

Dalam laga yang berlangsung pada April 2016 itu, Kobe sudah berusia 37 tahun, tapi masih tampak seperti anak muda yang ganas dan bisa mengalahkan siapa saja: tembakannya akurat, lompatannya lebih tinggi daripada pemain lainnya, dan ia masih pantas untuk menjadi seorang juara.

Setelah laga itu, Kobe pun mendapatkan pujian dari banyak orang, termasuk orang-orang yang sempat meragukannya.

Magic Johnson menyebutnya “pemain yang kehebatannya paling dekat dengan Michael Jordan.” Adam Silver, komisioner NBA, mengucapkan terima kasih “atas 20 tahun karier yang luar biasa dan penuh kenangan.”

Sedangkan Chris Mannix mencuit: “Bertahun-tahun dari sekarang, kita tak ingat Kobe Bryant yang rusak dan usang ini. Kita akan mengingatnya sebagai salah satu shooting guard terbaik sepanjang masa.”

Saat segala pujian untuknya belum selesai, pada Minggu (26/01/2020) yang naas itu, Kobe kembali terbang tinggi. Hanya saja, kali ini ia tak akan kembali. Tak akan pernah terganti.

Related

Sports 9124479145588725624

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item