Pasal Terkait Syarat Pembuatan SIM Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Pasal Terkait Syarat Pembuatan SIM Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Naviri Magazine - Dua orang dari pihak pelatihan (kursus) mengemudi di Depok, Marcell Kurniawan dan Roslianna Ginting, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 77 Ayat 3. Mereka ingin frasa 'belajar sendiri' yang selama ini menjadi salah satu cara masyarakat bisa memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), dicabut.

Menurut Marcell, Training Director The Real Driving Center, dan Roslianna, pemilik kursus mengemudi tempat dia bekerja, telah mengajukan permohonan uji materi pasal tersebut pada Selasa (28/1). Permohonan sudah diterima MK pada hari yang sama, dengan nomor tanda terima 1948-0/PAN.MK/I/2020.

Secara keseluruhan, UU 22/2009 Pasal 77 Ayat 3 berbunyi, 'Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.'

Berdasarkan pasal itu, ada dua cara calon pengemudi mendapatkan SIM yakni, melalui pendidikan dan pelatihan serta belajar sendiri.

Pendidikan dan pelatihan, yang dalam hal ini meliputi kursus mengemudi resmi, telah diatur pada Pasal 78 yang isinya menyatakan penyelengaraannya dilakukan oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi dari pemerintah.

Sementara bagian 'belajar sendiri' tidak dijelaskan lebih rinci dalam UU 22/2009.

Bertentangan dengan pasal lain

Dalam keterangan resmi terkait gugatan yang dikirimkan Marcell, frasa 'belajar sendiri' dikatakan bertentangan dengan Pasal 77 Ayat 1 yang isinya, 'Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan".

Bila calon pengemudi, yang belum punya SIM, memutuskan belajar sendiri di jalan raya, maka dia disebut melanggar Pasal 77 Ayat 1. Sehingga dikatakan seharusnya calon pengemudi tidak diperbolehkan belajar sendiri.

Frasa 'belajar sendiri' juga disebut bertentangan dengan Pasal 79 Ayat 1 yang bunyinya, 'Setiap calon Pengemudi pada saat belajar mengemudi atau mengikuti ujian praktik mengemudi di Jalan wajib didampingi instruktur atau penguji'.

Instruktur atau penguji yang dimaksud juga dijelaskan mesti sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berisi, 'Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.'

Keterangan resmi menyebut pertentangan ini menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum.

Kecelakaan karena 'belajar sendiri'

Marcell menjelaskan, 'belajar sendiri' banyak memberikan dampak negatif pada situasi dan kondisi lalu lintas di Indonesia. 'Belajar sendiri' dikatakan seperti membiarkan banyak orang tidak kompeten bisa mendapat SIM, kemudian diizinkan mengemudi di jalanan.

Belajar sendiri untuk mendapatkan kompetensi pembuatan SIM dikatakan berisiko kecelakaan. Hal yang disoroti yakni penggunaan kendaraan pribadi untuk belajar yang tidak dilengkapi rem dan kopling darurat, serta tidak didampingi instruktur yang kompeten dan tersertifikasi.

Frasa 'belajar sendiri' juga disebut menjadi legitimasi bagi calon pengemudi tidak mengikuti kursus mengemudi resmi.

Marcell mengatakan, dalam gugatannya telah menyertakan banyak tautan pemberitaan media yang isinya menginformasikan peristiwa kecelakaan lalu lintas, akibat orang-orang yang sedang belajar mengemudi di jalan.

"Ini fakta. Di gugatan ini, saya sertakan link artikel kejadian-kejadian kecelakaan akibat orang-orang saat belajar mengemudi di jalan. Kalau kita lihat faktanya, kecelakaan lalu lintas terbesar di Indonesia adalah human error atau kesalahan manusia, menurut Korlantas Polri," kata Marcell.

"Human error itu kita bisa simpulkan, bisa jadi mereka tidak teredukasi dengan benar karena memang pengemudi di Indonesia tidak melalui proses pelatihan atau proses sertifikasi kompetensi yang benar. Sehingga akhirnya tercipta masyarakat lalu lintas yang seperti ini. Karena kan sekarang yang ada pemohon SIM langsung mengajukan permohonan lisensi, tanpa ada filter," ucapnya lagi.

Pihak Korlantas Polri menyatakan mengetahui informasi terkait gugatan ini, namun menolak memberikan pernyataan.

Prolegnas 2020

Marcell mengatakan gugatannya tidak terkait dengan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Seperti diketahui, DPR RI telah menyetujui 50 rancangan undang-undang yang akan dibahas dalam Prolegnas Prioritas 2020 yang salah satu isinya adalah pembahasan UU 22/2009.

"Ini [saya] baru tahu [soal Prolegnas 2020], enggak ada keterkaitannya di situ," kata Marcell.

Related

News 462635694845506576

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item