Melacak Sejarah dan Asal Usul Raja Arthur yang Misterius (Bagian 2)

Melacak Sejarah dan Asal Usul Raja Arthur yang Misterius, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Melacak Sejarah dan Asal Usul Raja Arthur yang Misterius - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Geoffrey of Monmoth meneruskan tradisi Arthur kaum Wales dengan menambahkan beberapa tokoh baru. Banyak tokoh penting dalam kisah raja Arthur dan ksatria meja bundar yang kita kenal sekarang, ternyata dicomot dari beberapa dongeng kuno lain dan dimasukkan begitu saja dalam cerita Arthur dan kstaria meja bundarnya.

Misalnya tokoh Merlin (penasehat Arthur), berasal dari legenda Myrddin. Menurut cerita aslinya, Merlin adalah orang liar yang hidup di hutan Caledonia. Lancelot du Lac berasal dari dongeng Celtic, Lady of the Lake (peri danau).

Dengan penambahan yang sembrono itu, maka jadilah kisah Arthur yang amburadul dan semakin jauh dari aslinya. Sialnya, justru kisah gado-gado inilah yang saat ini banyak dikenal orang.

Cerita Arthur klasik juga dipengaruhi gaya Perancis. Di tangan penyair Perancis, Chretien de Troyes, kisah Arthur menjadi semakin rumit. Dalam bukunya yang berjudul Le Chevalier de la Charette, karakter-karakter seperti yang dikenal sekarang, mulai banyak bermunculan.

De Troyes juga menerjemahkan nama-nama Wales menjadi Perancis. Cerita versi de Troyes inilah yang kini menjadi dasar cerita klasik Arthur. Kisah Lancelot dan piala suci menjadi bagian yang sangat penting dalam cerita versi baru ini. Padahal dalam tradisi bangsa Celtic, kisah cawan suci tak dikenal sama sekali.

Chretien de Troyes mengubah total tokoh-tokohnya dari para tuan tanah Wales kuno menjadi kaum ksatria berkuda dari abad ke-12 dan 13 M. Tentu saja setting sejarah baru itu mengubah total penampilan tokoh-tokohnya. Hasilnya adalah kisah Ksatria Wales kuno abad 5 dalam versi pasukan berkuda Perancis dari abad ke-13 M Pada tahun 1190.

Lewat buku Le Roman del’Estoire dou Graal (Joseph d’Arimathie), Robert de Boron menambahkan kisah pencarian cawan suci (Holy Grail) yang menampung darah Yesus oleh ksatria meja bundar.

Cerita klasik Arthur menjadi semakin kacau di tangan Thomas Malory. Dalam Buku Le Morte d’Arthur yang ditulisnya pada abad ke-15 M, Malory mempermak cerita ini habis-habisan. Arthur versinya adalah Arthur yang memimpin sepasukan ksatria berkuda dan berbaju zirah (besi).

Padahal pada masa kehidupan Arthur asli yang berlangsung pada sekitar abad ke-4 dan 5 Masehi, baju zirah belum dikenal di Inggris. Arthur dan ksatria sezamannya mungkin berpakaian sederhana, dan tidak sekaya dan semegah seperti yang digambarkan dalam kisah klasik Arthur versi Malory.

Malory pula yang mengubah setting Arthur dari masa kegelapan (Dark Age) menjadi ksatria berkuda dari abad pertengahan. Apesnya lagi, bukunya dicetak besar-besaran oleh Penerbit Caxton, dan disebarkan secara luas di masyarakat.

Akibatnya, kebanyakan orang lebih mengenal versi terbaru ini daripada versi aslinya. Di masa pemerintahan Ratu Victoria, cerita yang sudah salah kaprah ini semakin dipatenkan oleh Alfred Lord Tennyson, dalam buku Idylls of the Kings.

Dipolitisir Henri II

Ada kalanya, dongeng raja Arthur dipolitisir untuk melegitimasi kekuasaan. Raja Henry II Plantagamet, yang bertahta pada abad ke-12, merekayasa legenda ini untuk kepentingan tahtanya. Ia memerintahkan para penulis kerajaan untuk menuliskan kembali versi terbaru Raja Arthur sesuai kehendaknya. Ia pun menganggap dirinya sebagai keturunan Raja Arthur yang gagah berani itu.

Ketika Henry II meninggal pada tahun 1189 M, para rahib Gereja Glastonbury Abbey mengumumkan bahwa mereka telah menerima wasiat dari sang raja, untuk menggali makam Raja Arthur. Dalam wasiatnya, Henry II mengaku mendapat informasi keberadaan makam itu dari para rahib Wales. Yang mengejutkan, makam itu berada di halaman Gereja Glastonbury Abbey!

Para penggali makam kemudian berhasil menemukan peti kayu berisi dua kerangka manusia, dan sebuah salib batu. Kerangka itu diyakini sebagai kerangka Arthur dan Guinevere. Pada salib raksasa itu terpahat tulisan, Hic iacet sepultus inclitus rex Arturius in insula Avallonis. Artinya “Di tempat ini bersemayam Raja Arthur, dimakamkan di Pulau Avalon”.

Kedua kerangka itu disimpan di dalam gereja, tetapi kemudian lenyap tak berbekas. Belakangan ketahuan bahwa salib batu dan peti kayu itu bukan berasal dari abad ke-5 Masehi, tetapi buatan abad ke-12 alias masih baru!

Wasiat itu mungkin akal-akalan para rahib Glastonbury Abbey untuk menarik sumbangan bagi pembangunan kembali gereja yang sempat hangus dilalap si jago merah pada tahun 1184 M. Alasannya, Raja Henry II tidak sanggup lagi membantu pembangunannya. Sedangkan penerusnya, Raja Richard (Richard the Lion Hearth), terlalu sibuk dengan urusan perang salib.

Namun tampaknya nama Arthur memang terbukti manjur sebagai pemersatu bangsa. Raja Henry VII tahu betul kedigdayaan nama itu. Seperti pendahulunya, ia juga memanfaatkan nama Arthur untuk melegitimasi kekuasaannya yang mulai goyah dalam suasana negara yang sedang kacau.

Nama Arthur sama digdaya dengan Ratu Adil, dan mampu mempersatukan rakyat yang terpecah-pecah. Orang masih percaya bahwa dalam keadaan kacau dan genting, Arthur akan bangun dari peristirahatannya di Avalon, dan memimpin bangsanya keluar dari masalah.

Dari legenda ke layar lebar

Kisah Raja Arthur yang kita kenal sekarang merupakan kombinasi antara sejarah dan mitologi. Kisah klasik ini dimulai dengan kisah pembuangan bayi Uther Pendragon. Bayi yang dipungut Merlin ini kelak menjadi Raja Arthur.

Arthur membentuk pasukannya, ksatria meja bundar, yang terdiri atas 24 ksatria. Belakangan, Arthur dikhianati oleh permaisurinya, Guinevere, yang main gila dengan Lancelot du Lac. Saudara tirinya, Mordred, juga mencoba merebut kekuasaannya di Camelot, saat Arthur dan ksatria meja bundar lainnya sedang mencari Holy Grail.

Kisahnya diakhiri dengan peperangan antara Raja Arthur dan Mordred di Camlann. Ketika gugur, jenazahnya dibawa para peri ke Pulau Avalon, dan pedangnya dikembalikan ke dalam danau.

Kisah Arthur klasik dibumbui dengan segala sihir dan binatang-binatang mitologi, seperti unicorn dan naga terbang. Meskipun nilai sejarahnya diragukan, kisah klasik ini menginspirasi para penulis untuk menuliskan kembali kisahnya dari sudut pandang yang berbeda.

Pada tahun 1938, T.H. White menerbitkan Novel The Sword in the Stone. Pada tahun 1982, Marion Zimmer Bradley mengangkat kembali Arthur dalam novel The Mists of Avalon.

Sineas film pun tak ketinggalan latah mengangkat kisah amburadul ini ke layar lebar. Yang paling terkenal adalah Excalibur (1981) karya John Boorman. Lalu ada film Merlin, The Mists of Avalon, dan film kartun The Quest for Camelot. Richard Gere dan Sean Connery muncul dalam film First Knight (1995).

Belakangan, Jerry Bruckheimer membuat terobosan berani dengan membuat Film King Arthur (2004) yang dibintangi oleh Clive Owen, Keira Knightley, Hugh Dancy, dan Ioan Gruffudd.

Berbeda dengan film-film Raja Arthur dan ksatria meja bundar lainnya yang penuh sihir, Bruckheimer mengambil sudut pandang asal mula legenda Arthur, yaitu dari tokoh sejarah Artorius Castus, pemimpin pasukan Sarmatian Romawi yang ditugaskan di Inggris.

Hanya saja, Bruckheimer masih saja menempelkan tokoh-tokoh klasik macam Guinevere, Lancelot, Galahad, Bors, dan Merlin, yang masih diragukan keasliannya dalam ceritanya.

Related

Mistery 3722261915412008371

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item