Dampak Wabah Corona Pada Nasib dan Kehidupan Para Wanita di Asia (Bagian 2)

Dampak Wabah Corona Pada Nasib dan Kehidupan Para Wanita di Asia,  naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Dampak Wabah Corona Pada Nasib dan Kehidupan Para Wanita di Asia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Jinjing adalah sosok penting di balik kampanye the Coronavirus Sister Support, yang mencoba untuk memberikan produk-produk kesehatan kepada para perempuan yang bekerja di garis depan di Provinsi Hubei, pusat wabah. Ia mengatakan, kebutuhan para perempuan saat menstruasi diabaikan.

Dalam halaman Weibo, Jinjing berkata, "Pada 28 Februari, terdapat 481.377 celana dalam, 303.939 celana sekali pakai, dan 86.400 pembalut telah disumbangkan."

Jiang Jinjing mengatakan, tidak banyak orang berpikir untuk menyediakan produk menstruasi yang tepat untuk puluhan ribu pekerja medis wanita.

Setelah kampanye sukarela ini dipuji oleh banyak orang di media sosial China, Yayasan Pengembangan Perempuan yang dikelola pemerintah China mengatakan akan mengirimkan produk menstruasi kepada pekerja medis wanita.

Pekerja rumah tangga migran

Diperkirakan terdapat 400 ribu perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong, kebanyakan dari mereka berasal dari Filipina dan Indonesia.

Beban yang mereka hadapi semakin berat akibat wabah virus corona. Bukan hanya terkait ketidakpastian dan perlindungan terhadap pekerjaan, kini mereka juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan alat kesehatan seperti masker wajah dan pembersih tangan.

"Kepanikan membeli masker telah melambungkan harganya sehingga tidak lagi terjangkau bagi pekerja migran," kata Cynthia Abdon-Tellez, General Manager dari gerakan misi amal bagi pekerja migran di Hong Kong.

"Tidak semua pekerja migran mendapatkan masker dari majikan mereka, kami harus membelinya dengan biaya kami sendiri, dan itu sangat mahal. Beberapa ada yang mendapatkan masker dari majikan mereka, dan satu untuk dipakai selama seminggu," kata seorang pekerja migran Indonesia di Hong Kong, Eka Septi Susanti.

Abdon-Tellez melanjutkan, organisasinya telah mulai mengumpulkan masker untuk dibagikan kepada pekerja migran, yang tidak disediakan oleh majikan.

"Konsulat Indonesia mendistribusikan masker gratis, tetapi itu tidak cukup - butuh satu jam (untuk mengantri) untuk mendapatkan tiga masker. Kami membutuhkan setidaknya enam masker selama seminggu," kata Sringatin, ketua Asosiasi Pekerja Migran di Hong Kong.

Imbauan dari Pemerintah Hong Kong memicu kegelisahan para pekerja rumah tangga migran di sana, karena pemerintah mendesak mereka untuk tetap tinggal di dalam rumah pada hari libur. Tujuannya agar kesehatan para pekerja terjaga, dan mengurangi risiko terkontaminasi.

Imbauan itu mengurangi waktu berharga yang dimiliki oleh para perempuan yang tinggal jauh dari keluarga dan orang terkasih, dan menempatkan mereka dalam keadaan yang rentan eksploitasi.

"Para pekerja migran yang tinggal di rumah majikan saat hari libur dan tidak boleh keluar, masih terus bekerja," kata Sringatin.

"Mereka tetap memasak untuk majikan, mengasuh anak atau merawat orang tua majikan, tanpa kompensasi. Mereka yang bersikeras mengambil hari libur diancam akan dipecat."

Dampaknya bukan hanya menimpa para pekerja perempuan itu, tapi juga jutaan orang di Filipina dan Indonesia yang bergantung pada gaji yang dikirim oleh para pekerja migran.

Jumlah uang pribadi yang dikirim oleh para pekerja Filipina di luar negeri mencapai rekor tertinggi, sekitar US$33,5 miliar pada tahun 2019.

Ekonom senior ING Bank Manila, Nicholas Mapa, mengatakan pengiriman uang dari pekerja Filipina di luar negeri menyumbang sekitar 9% dari pendapatan domestik bruto. Sehingga, dampak virus kemungkinan akan terasa di perekonomian Filipina.

"Ketika konsumen tinggal di dalam ruangan, akan membatasi permintaan untuk berbagai industri jasa di mana orang Filipina umumnya dipekerjakan. Itu melukai peluang mereka untuk mengirim uang ke rumah. Pembatasan perjalanan dan mobilitas juga terpengaruh, mengancam gaji dan bahkan kepastian pekerjaan mereka," katanya.

Dampak ekonomi jangka panjang

Para ekonom dan pemerintah kini sedang mendiskusikan prediksi bahwa ekonomi global dapat tumbuh pada tingkat paling lambat sejak 2009 akibat wabah corona.

"Secara keseluruhan, virus corona memiliki dampak besar pada sektor perjalanan, produksi dan konsumsi, yang berdampak pada banyak sektor dan juga ke kelompok wanita dan pria," kata Christina Maags, dosen dari SOAS University of London.

"Namun, perempuan berpenghasilan rendah akan sangat terdampak oleh perlambatan tingkat konsumsi, karena mereka cenderung dipekerjakan di industri perhotelan, ritel atau layanan lainnya."

Di China, "karena banyak perempuan migran tidak memiliki kontrak kerja, virus corona menyebabkan mereka tidak menerima penghasilan apa pun - karena mereka dibayar jika mereka bekerja," katanya.

"Dengan tidak adanya jaminan sosial, mereka menghadapi dilema antara kembali bekerja dan berpotensi sakit atau perlu membayar untuk bentuk lain dari akomodasi. Atau, mereka mungkin terpaksa tinggal di rumah dan hidup dari sedikit tabungan yang mereka miliki. Kondisi ini menempatkan mereka dalam situasi yang sangat sulit".

Sementara itu, beberapa pabrik garmen di Asia Tenggara, yang mengandalkan bahan baku dari China, terpaksa ditutup.

Menurut pemerintah Myanmar, lebih dari 10 pabrik telah tutup sejak Januari lalu, meskipun kementerian tenaga kerja mengatakan tidak semua disebabkan oleh virus corona.

Ma Chit Su mengatakan di Myanmar bahwa "keluarganya sangat bergantung pada gajinya dari pekerjaan pabrik garmen yang sekarang ditutup."

"Saya tidak peduli tentang kompensasi, saya hanya ingin pekerjaan saya kembali di pabrik," katanya.

Menurut perspektif UN Women, para perempuan yang akan merasakan dampak terbesar akibat virus corona, termasuk penerima upah harian, pemilik usaha kecil, dan mereka yang bekerja di sektor informal.

"Perbedaan kebutuhan perempuan dan laki-laki dalam upaya pemulihan jangka panjang dan menengah juga perlu dipertimbangkan," kata Mohammad Naciri, Direktur Regional UN Women Asia dan Pasifik.

"Perempuan memainkan peran yang sangat diperlukan dalam memerangi wabah - sebagai pekerja perawat kesehatan, sebagai ilmuwan dan peneliti, sebagai penggerak sosial, sebagai pembangun dan penghubung perdamaian di masyarakat, dan sebagai pengasuh. Sangat penting untuk memastikan bahwa suara perempuan didengar dan diakui."

Baca laporan lengkap » Data, Fakta, dan Perkembangan Wabah Corona.

Related

News 7259556358086767055

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item