Wabah Corona di Indonesia dan Ketidaksiapan Pemerintah Menghadapinya (Bagian 1)

Wabah Corona di Indonesia dan Ketidaksiapan Pemerintah Menghadapinya, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Meski pasien pertama baru diumumkan di hari kedua Maret ini, kepanikan akibat virus COVID-19 sudah lebih dulu tiba. Pasalnya, angka suspek dan korban yang terinfeksi terus naik tiap hari di seluruh dunia sejak Desember lalu, tapi pemerintah mengklaim Indonesia aman.

Padahal jumlah korban sebelum 2 Maret, sudah lebih dari 86 ribu orang dari 63 negara. Banyak orang yang sanksi kalau Indonesia memang seaman itu.

“Under reported. Boleh jadi ada terduga, orang yang sudah terinfeksi, cuma karena tidak pernah periksa,” ujar Hermawan Saputra, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Persatuan RS Seluruh Indonesia.

Saat itu, Hermawan menilai, isu Corona cenderung ditanggapi santai oleh masyarakat, terlihat dari candaan yang banyak dilontarkan terhadap virus Corona. Bentuk serupa pun terjadi saat flu burung tengah dalam keadaan genting.

“Yang dapat menjadi bencana, saat yang menganggap remeh itu malah stakeholder, pemerintah. Panik memang tak baik, tapi tetap perlu waspada,” tegasnya.

Beberapa kali Menteri Kesehatan Terawan bahkan jadi suara paling nyalang yang ingin meredam kewaspadaan. Ia tak ingin penduduk Indonesia panik. Bahkan sempat meminta masyarakat berdoa dan salat istigasah untuk menghadapi virus COVID-19.

Pada 23 Januari lalu, saat outbreak COVID-19 di Wuhan—tempat asal virus ini berkembang—dan kota mulai diisolasi, Menkes Terawan justru mendatangi Gedung BRI di Jakarta, karena kabar seorang pegawai perusahaan Huawei yang bekerja di sana dilarikan ke rumah sakit karena demam.

Ia melakukan sidak sendiri untuk membuktikan bahwa demam itu bukan karena virus COVID-19.

Kesungguhan Menkes Terawan untuk melindungi masyarakat Indonesia dari kepanikan tak berjalan baik. Sempat terjadi penumpukan masker yang akhirnya bikin komoditasnya langka di pasar. Sejumlah orang bahkan sempat memborong sembako di swalayan untuk menimbun persediaan di rumah.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dari PBB juga sempat menyangsikan kejemawaan Indonesia. Perwakilan World Health Organization (WHO) untuk Indonesia, Navaratnasamy Paranietharan, bilang bahwa semua negara perlu untuk mempersiapkan diri. Persiapan yang perlu dilakukan mulai dari deteksi dini, manajemen kasus, hingga pencegahan.

“Kami deklarasi bukan hanya karena outbreak di Cina, tapi [karena] transfusi ke negara-negara lain di luar Cina. Yang terjadi di Cina memang penting, tapi deklarasi outbreak itu penting untuk memproteksi negara-negara lain,” katanya waktu itu.

Sampai akhir Februari kemarin, fokus pemerintah terkait virus COVID-19 tampak hanya berotasi pada dampak ekonomi saja. Presiden Joko Widodo bahkan, dalam rapat terbatas sehari setelah WHO memberikan statemen, hanya fokus pada dampak ekonomi, daripada mitigasi kesehatan.

“Siapkan seluruh instrumen, baik moneter maupun fiskal, untuk digunakan dalam rangka memperkuat daya tahan dan daya saing ekonomi negara kita,” demikian salah satu poin arahan Jokowi kepada para pembantunya, soal virus Corona.

Sementara poin kedua, Jokowi menekankan soal memaksimalkan kegiatan konferensi dalam negeri, MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition). Selain itu, ia juga meminta agar meningkatkan promosi untuk menyasar ceruk pasar wisman yang mencari alternatif destinasi wisata karena batal mengunjungi Cina, Korea, dan Jepang.

Ketiga negara itu memang tercatat sebagai negara dengan wabah Corona cukup akut. Di hari yang sama, WHO merekam 80.239 kasus terinfeksi Corona dan 2.700 kematian di seluruh dunia.

Negara lain juga ketar-ketir menangani virus Corona dan mulai memberlakuan travel banned di sana sini, Indonesia justru melakukan sebaliknya: pemerintah menganggarkan Rp72 miliar untuk mendanai pengguna media sosial atau influencer dalam paket insentif pariwisata, guna menangkal efek negatif penyebaran virus Corona atau COVID-19.

Anggaran senilai Rp72 miliar ini diklaim dapat meningkatkan promosi pariwisata, sehingga lebih banyak orang mau bepergian ke destinasi di Indonesia.

“Kemudian ada untuk anggaran promosi Rp103 miliar, dan juga untuk kegiatan turisme sebesar Rp25 miliar. Dan influencer sebanyak Rp72 miliar,” ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto di Istana Negara, Selasa, 25 Februari.

Di saat bersamaan, tengah beredar kabar bahwa seorang suspect COVID-19, yang belakangan dikabarkan telah negatif Corona, meninggal di RS Kariadi, Semarang. Namun, otoritas membantah bahwa kematian itu karena terinfeksi COVID-19.

Yang tak banyak diketahui orang, Menkes Terawan telah mengeluarkan Permenkes “Penetapan Infeksi Corona Virus sebagai Penyakit Dapat Menimbulkan Wabah dan Penanggulangannya” pada 4 Februari, hampir 30 hari sebelum kasus pertama diumumkan langsung Presiden Joko Widodo.

Seorang pejabat di Kemenkes mengatakan, Permenkes itu sengaja dikeluarkan untuk mempermudah urusan mengevakusi 238 WNI di Wuhan, dan evakuasi ABK Kapal Diamond di Jepang.

Dengan aktifnya permenkes tersebut, maka komando tentang penanggulangan virus COVID-19 ditumpu pada pemerintah pusat, termasuk pembiayaan, penyiapan fasilitas layanan, dan pelaksanaan koordinasi. Keluarnya permenkes itu mengingat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Hal serupa juga sempat terjadi ketika wabah SARS sampai ke Indonesia pada 2003. Wakil Presiden Hamzah Haz, pada Kamis, 3 April, menyatakan SARS merupakan wabah penyakit yang harus ditanggulangi secara nasional.

“Ini (SARS) tak bisa tidak, harus kita tanggapi secara nasional. Sebab bagaimanapun juga kalau itu sampai terjadi, maka akan merupakan beban baru bagi kita semua,” kata Wapres.

Baca lanjutannya: Wabah Corona di Indonesia dan Ketidaksiapan Pemerintah Menghadapinya (Bagian 2)

Related

News 1622937561201683439

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item