Wabah Corona di Indonesia dan Ketidaksiapan Pemerintah Menghadapinya (Bagian 2)

Wabah Corona di Indonesia dan Ketidaksiapan Pemerintah Menghadapinya, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Wabah Corona di Indonesia dan Ketidaksiapan Pemerintah Menghadapinya - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Menkes Achmad Sujudi sendiri yang mengaktifkan UU itu, usai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Menko Kesra, April 2003. Menurut Menkes Sujudi, UU itu diperlukan, karena di dalamnya ada unsur pemaksaan. Misalnya, pendatang yang baru turun dari pesawat harus mau diperiksa dan harus masuk ke rumah sakit tertentu.

“Orang tersebut tidak bisa menolak, karena undang-undangnya sudah ada,” cetus Sujudi.

Dalam Pasal 1 undang-undang produk rezim Soeharto itu, wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi keadaan lazim, pada waktu dan daerah tertentu, serta dapat menimbulkan malapetaka.

UU tersebut menyebut Kemenkes punya kuasa untuk menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau daerah dalam wabah. Lengkap dengan syarat-syaratnya, misalnya jumlah kematian, jumlah penderita, dan angka penularan.

Novel Coronavirus (2019-nCoV) adalah jenis virus baru, satu keluarga dengan virus penyebab SARS dan MERS. Orang yang terinfeksi virus ini akan memiliki gejala demam, batuk, sesak napas, dan kesulitan bernapas. Virus dapat menyebar dari manusia ke manusia lewat batuk, bersin, atau kontak dekat. Orang yang kebetulan berdekatan dengan objek yang tertempel virus juga bisa terinfeksi.

Dalam Pasal 5, upaya penanggulangan wabah meliputi: penyelidikan epidemiologis; pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat wabah; penyuluhan kepada masyarakat; upaya penanggulangan lainnya.

Penyelidikan epidemiologis dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebabnya, serta faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya wabah. Dengan penyelidikan tersebut, wabah dapat ditanggulangi dalam waktu secepatnya, sehingga meluasnya wabah dapat dicegah, dan jumlah korban dapat ditekan serendah-rendahnya.

Pada 2 Maret, hari di mana Presiden Jokowi mengumumkan dua pasien pertama positif virus Covid-19, ia mengklaim bahwa pendeteksian dua pasien itu adalah hasil penelusuran pemerintah.

“Tim dari Indonesia sendiri yang menelusuri,” ungkapnya.

Namun, menurut keterangan Pasien 1 lewat siaran pers, ia tahu bahwa dirinya mungkin terinfeksi Covid-19 karena ditelepon seorang warga Jepang, yang sempat berjumpa di sebuah bar di Kemang, Jakarta pada 14 Februari. WNI asal Depok itu masih didiagnosis Bronkitis pada 26 Februari di RS Mitra Keluarga Depok. Sehari kemudian, rekannya yang warga negara Jepang, meneleponnya untuk mengabarkan kalau dirinya positif terinfeksi Covid-19 dan dirawat di sebuah RS Swasta di Malaysia.

Mereka ditransfer ke RS Sulianti Suroso pada 29 Februari, tanpa diberitahu bahwa hasil pemeriksaan spesimennya positif virus COVID-19. Usai pengumuman oleh Presiden Jokowi, pasien ini lalu mengkonfrontir kepada dokter yang menanganinya. Barulah dokter memberi tahu bahwa pasien ke-1 dan ke-2 tersebut positif Corona.

Perbedaan pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: betulkah pemerintah, terutama Kemenkes, telah aktif menyelenggarakan penelurusan?

Kegaduhan informasi itu konon jadi salah satu alasan Presiden Jokowi menunjuk satu juru bicara khusus untuk penanganan virus COVID-19. Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Achmad Yurianto, resmi ditunjuk pada Selasa, 3 Maret, sehari setelah Presiden mengumumkan pasien 1 dan pasien 2.

Yuri, Sang Jubir 

Kabar tentang penunjukan seorang jubir ini sudah muncul sehari sebelumnya. Seorang pejabat di Kemenkes bilang, jubir ditunjuk agar keran informasi dari pemerintah lebih teratur, sebab sentimen negatif dari masyarakat muncul karena pernyataan Menkes Terawan, yang sempat membeberkan lokasi tinggal dua pasien kasus 1 dan 2.

Pada hari pertama pelantikannya jadi jubir COVID-19, Yuri—sapaan sehari-hari Achmad Yurianto—sempat menepis kabar tidak diberitahunya dua pasien kasus pertama itu, tentang diagnosis positif mereka.

“Soal [dua] pasien tidak tahu, kalau dia tidak tahu bahwa dia positif, tidak mungkin dia mau masuk ke ruang isolasi. Ada informed consent bahwa Anda akan diperiksa ini, nanti kalau Anda hasilnya begini positif, Anda harus masuk ruang isolasi,” kata Yuri pada konferensi pers di Kantor Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta Selatan.

Namun, sehari kemudian, Direktur RSPI Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, membawa permenkes yang dikeluarkan Menkes Terawan pada 4 Februari lalu, sebagai alasan tidak memberitahu pasien tentang status positifnya.

Menurut Syahril, karena status COVID-19 yang merupakan wabah, maka berlaku aturan soal siapa yang harus mengumumkannya pertama kali. Dalam hal ini ialah Presiden Jokowi. Bahkan, kata Syahril, pihaknya pun tidak berwenang mengumumkan itu ke pasien.

“Luar biasa, kemarin presiden yang mengumumkan dan itu sudah ada undang-undangnya. Kami pun tidak memberi tahu ke pasien sebelum presiden mengumumkan,” kata Syahril di RSPI Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Rabu, 4 Maret.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Achmad Yurianto, enggan berkomentar soal hal tersebut. Dia memilih menyerahkan penjelasannya pada Syahril.

Di hari pertama penunjukannya sebagai jubir, Yuri juga sempat membantah kabar yang menyebutkan 238 WNI yang dipulangkan dari Wuhan, China, tidak dites Covid-19 karena tidak adanya gejala dan biaya pemeriksaan yang mahal.

Sehari sebelumnya, sejumlah media mengutip artikel The Economist yang menulis demikian. Para WNI yang telah dievakuasi dari Wuhan menjalani karantina di Natuna selama dua pekan. Selama itu pula mereka tidak dites virus corona.

Kementerian Kesehatan berdalih pengujian tidak dilakukan, lantaran harga alat pengujian yang mahal. Untuk reagen, ditaksir dengan harga kisaran Rp 1 miliar. “Negara segini kok dibilang enggak punya duit. Nggak, lah kalau masalah biaya,” kata Yuri.

Ia menjelaskan bahwa 238 WNI yang diobservasi dan dikarantina 14 hari di Natuna sudah sesuai dengan standar global yang ditetapkan WHO. Mereka semua sama sekali tidak menunjukkan gejala atau indikasi yang menuntut pemeriksaan lanjut.

Terkait pendanaan, pada Senin, 2 Maret kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani memang telah menyebut kemungkinan menambah anggaran Kemenkes untuk mengatasi virus Covid-19.

“Ini semuanya ranah Menteri Kesehatan, jadi bagaimana Bapak Menkes melakukan langkah-langkah untuk pertama mengidentifikasi, mendeteksi containment, atau mencegah penyebarannya. Itu semua akan kita dengar dari Pak Menkes nanti, soal anggaran yang dibutuhkan, anggaran tambahan, nanti kita lihat,” kata Sri Mulyani.

Selepas ditunjuknya Yuri jadi jubir, informasi penelurusan suspek dan orang dalam pantauan jadi lebih rapi. Tak sampai seminggu ia menjabat gelar itu, korban positif Covid-19 terus bertambah. Pada 6 Maret, Yuri mengumumkan dua orang lagi positif terjangkit Covid-19 dan dalam pengawasan pemerintah. Angka itu didapat dari penelurusan kontak kasus 1.

Yuri bilang, kasus 3 dan 4 masih terkait dengan kasus 1. Kasus 1 terinfeksi Corona saat berada dalam sebuah acara yang dihadiri 80-an orang, termasuk orang asing. Total 80 orang ini termasuk pegawai tempat acara berlangsung. Mereka kemudian diidentifikasi satu per satu oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kepolisian, juga BIN. Kemudian terdeteksi ada 20 orang yang berhubungan langsung dengan kasus 1.

Tepat seminggu pasca jadi jubir, Yuri naik pangkat, dilantik jadi Direktur Direktorat P2P pada pagi Senin, 9 Maret.

Sorenya, masih dengan jas yang sama dengan jas saat ia dilantik, dan potongan rambut baru, Yuri mengumumkan temuan baru, “Hari ini, jumlah kasus yang terkonfirmasi positif sebanyak 19. Ini adalah penjumlahan dari awal: pasien nomor 1 sampai 6. Hari ini saya menyampaikan nomor 7 sampai dengan nomor 19.”

Related

News 96655420566565688

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item