Faisal Basri: Daripada Terus Ngutang, Lebih Baik Anggaran Kementerian Dipangkas

Faisal Basri: Daripada Terus Ngutang, Lebih Baik Anggaran Kementerian Dipangkas, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Ekonom Faisal Basri menilai pemangkasan dan realokasi anggaran pemerintah di tengah pandemi Corona ini belum maksimal. Pasalnya, ia melihat penghematan anggaran di setiap kementerian terpantau tidak terlalu signifikan.

Salah satu kementerian yang anggarannya bisa dipangkas lebih banyak, menurut Faisal, adalah Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo Subianto.

"Tolong, kalau betul-betul kita krisis, pertahanannya yang paling minimum saja. Mungkin Rp 50 triliun, dari situ saja kita bisa dapat Rp 70 triliun. Jadi jangan ngutang dulu diperbanyak, dikonsolidasi dulu," ujar dia dalam konferensi video.

Menurut Faisal, pemangkasan anggaran di kementerian Prabowo masih belum cukup banyak, hanya sekitar Rp 9 triliun. Anggaran Kemenhan baru dipangkas dari Rp 131 triliun menjadi Rp 122 triliun.

"Ini luar biasa. Padahal nuklir pun tidak bisa melumatkan virus, jadi anggaran pertahanan itu harus digunakan untuk penanggulangan Covid-19."

Selain itu, Faisal juga menyoroti anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang hanya dipangkas dari Rp 120 triliun menjadi Rp 95,6 triliun. Ia mengatakan anggaran tersebut bisa saja dipotong lagi sebesar Rp 50 triliun, dan sisanya dipergunakan untuk proyek padat karya untuk menggerakkan ekonomi.

"Sehingga saudara-saudara kita yang di kota maupun desa bisa, misalnya, selokan di perbaiki, apa diperbaiki, jalan-jalan di desa bisa diperbaiki, semua bisa jalan, tinggal protokolnya kita ikuti," ujar Faisal. "Ini yang mau kita selamatkan manusianya bukan fisiknya."

Di samping itu, Faisal juga menyoroti beberapa kementerian yang pemangkasan anggarannya tidak cukup signifikan, antara lain Kementerian Agama dari Rp 65 triliun menjadi Rp 62,4 triliun; Kementerian Perhubungan dari Rp 43 triliun menjadi Rp 37 triliun; hingga Kementerian Keuangan dari Rp 43,5 triliun menjadi Rp 41 triliun.

Faisal menilai kebijakan pemerintah saat ini belum mencerminkan urgensi dan krisis, malah cenderung business as usual. "Jadi motongnya ecek-ecek. Dan yang memprihatinkan adalah mendahulukan ngutang dulu, bukannya menghemat dulu, sisanya baru utang," ujar dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kebutuhan pembiayaan utang bruto Indonesia pada tahun ini mencapai Rp 1.439,8 triliun. Angka tersebut adalah akumulasi dari sejumlah kebutuhan pembiayaan, antara lain pembiayaan defisit Rp 852,9 triliun, pembiayaan investasi net Rp 153,5 triliun, serta utang jatuh tempo Rp 433,4 triliun.

"Ini termasuk di dalamnya adalah untuk pemulihan ekonomi nasional yang sudah diatur dalam Perpu nomor 1 tahun 2020 dan juga ada di dalam Perpres nomor 54 Tahun 2020," kata Sri Mulyani.

Sumber pembiayaan utang itu akan berasal dari penarikan pinjaman Rp 150,5 triliun dan penerbitan SBN senilai Rp 1.334 triliun. Jumlah SBN yang perlu diterbitkan itu dikurangi dengan realisasi sampai dengan 30 April 2020 sebesar Rp 376,5 triliun, program pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun, dan penurunan Giro Wajib Minimum perbankan Rp 110,2 triliun. Sehingga, menyisakan besar penerbitan SBN dari Mei hingga Desember 2020 menjadi Rp 697,3 triliun.

Dengan nominal tersebut, pemerintah memperkirakan rata-rata lelang SBN—baik surat utang negara, maupun surat berharga syariah negara—untuk periode Mei hingga Desember 2020 adalah Rp 35-45 triliun per dua pekan.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 74785418642575155

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item