Hasil Studi: Bulan ternyata Mempengaruhi Suasana Hati Kita (Bagian 3)

Hasil Studi: Bulan ternyata Mempengaruhi Suasana Hati Kita, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Hasil Studi: Bulan ternyata Mempengaruhi Suasana Hati Kita - Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Riset ini menemukan bahwa ketika seseorang terpapar perubahan medan magnet yang setara dengan yang kita alami ketika bergerak di sekitar lingkungan kita, ada penurunan kuat aktivitas gelombang alfa otak.

Gelombang alfa diproduksi ketika kita dalam keadaan sadar, tetapi tidak melakukan kegiatan tertentu. Signifikansi dari perubahan-perubahan ini masih belum jelas.

Bisa saja ini produk sampingan yang tidak relevan dari evolusi, atau mungkin perubahan magnetik di lingkungan kita secara halus mengubah kimia otak kita dengan cara-cara yang tidak kita sadari.

Teori magnetik menarik bagi Wehr, karena selama dekade terakhir, berbagai penelitian telah mengisyaratkan bahwa pada organisme tertentu seperti lalat buah, protein yang disebut cryptochrome juga dapat berfungsi sebagai sensor magnetik.

Cryptochrome adalah komponen kunci dari jam molekuler yang menggerakkan ritme "sirkadian" 24 jam dalam sel dan jaringan kita, termasuk otak.

Ketika cryptochrome berikatan dengan molekul penyerap cahaya yang disebut flavin, dia memberitahu jam sirkadian bahwa itu siang hari. Reaksinya juga yang menyebabkan kompleks molekul menjadi sensitif secara magnetis.

Bambos Kyriacou, ahli genetika perilaku di Universitas Leicester, Inggris, dan rekan-rekannya, telah menunjukkan bahwa paparan medan elektromagnetik frekuensi rendah dapat mengatur ulang waktu jam sirkadian lalat buah, yang mengarah pada perubahan waktu tidur mereka.

Jika ini berlaku juga pada manusia, mungkin inilah penjelasan untuk perubahan mood tiba-tiba yang diamati pada pasien bipolar Wehr dan Avery.

"Ritme sirkadian pasien-pasien berubah cukup dramatis saat mereka menjalani siklus suasana hati mereka, dan juga dalam waktu dan durasi tidur mereka," kata Wehr.

Namun, meskipun cryptochrome juga merupakan komponen penting jam sirkadian manusia, ia bekerja sedikit berbeda dari versi yang beroperasi di lalat buah.

"Sepertinya cryptochrome manusia dan mamalia lainnya tidak lagi mengikat flavin, dan tanpa flavin, kami tidak tahu bagaimana bahan kimia yang peka magnet bisa terpicu," kata Alex Jones, seorang ahli fisika di National Physical Laboratory di Teddington, Inggris.

"Dari pertimbangan itu, saya pikir tidak mungkin bahwa cryptochrom [manusia] sensitif terhadap medan magnet, kecuali ada beberapa molekul lain di dalam manusia yang dapat mendeteksi medan magnet."

Kemungkinan lain adalah bahwa pasien Wehr dan Avery merespons tarikan gravitasi bulan dengan cara yang sama seperti samudera: melalui kekuatan pasang surut.

Argumen umum yang menentang hal ini adalah bahwa, meskipun manusia terbuat dari 75% air, jumlahnya jauh lebih kecil daripada lautan.

"Manusia terbuat dari air, tetapi tarikannya sangat lemah, sehingga sulit untuk melihat bagaimana cara kerjanya dari sudut pandang fisik," kata Kyriacou.

Meski begitu, ia setuju dengan riset pada Arabadopsis thaliana (gulma yang dianggap model organisme oleh ahli biologi yang mempelajari tanaman berbunga) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan akar mereka mengikuti siklus 24,8 jam.

Ini adalah jumlah waktu yang dibutuhkan Bulan untuk menyelesaikan satu orbit mengelilingi Bumi.

"Ini adalah perubahan yang sangat kecil, yang hanya dapat dideteksi dengan perangkat yang sangat sensitif. Tapi sekarang ada lebih dari 200 publikasi untuk mendukung ini," kata Joachim Fisahn, seorang ahli biofisika di Institut Max Planck untuk Fisiologi Tumbuhan di Potsdam, Jerman.

Fisahn telah memodelkan dinamika gugus molekul air di dalam sel tanaman tunggal dan menemukan bahwa variasi gravitasi harian yang disebabkan oleh orbit Bulan cukup untuk menyebabkan berkurang atau bertambahnya molekul air dari sel.

"Volume molekul air akan merespons perubahan gravitasi kecil, meskipun jika hanya dalam kisaran nano," katanya.

"Sebagai konsekuensinya, akan ada pergerakan molekul air melalui saluran air. Artinya, air akan bergerak dari dalam sel ke arah luar atau sebaliknya, tergantung pada arah gaya gravitasi, dan ini dapat mempengaruhi seluruh organisme."

Dia sekarang berencana untuk menguji ini dalam konteks pertumbuhan akar, dengan mempelajari tanaman yang saluran airnya bermutasi, untuk melihat apakah siklus pertumbuhannya berubah.

Jika sel-sel tanaman benar-benar peka terhadap kekuatan pasang surut seperti itu, maka Fisahn tidak melihat alasan mengapa sel manusia juga tidak bisa. Mengingat bahwa kehidupan diperkirakan dimulai di lautan, beberapa organisme darat mungkin masih mempertahankan "mesin" untuk memprediksi pasang surut, meskipun tidak ada kegunaan praktisnya.

Bahkan jika mekanismenya belum dapat diketahui, tidak ada ilmuwan yang membantah temuan dasar Wehr. Bahwa perubahan suasana hati pasien bipolar Wehr punya ritme, dan bahwa ritme ini tampaknya berkorelasi dengan siklus gravitasi tertentu dari bulan.

Wehr tetap membuka pikirannya soal mekanisme ini, dan berharap orang lain akan melihatnya sebagai undangan untuk menyelidiki lebih lanjut.

"Saya belum menjawab bagaimana efek ini dimediasi, tetapi saya pikir hal-hal yang saya temukan menimbulkan pertanyaan itu," kata dia.

Related

Science 2520462211811164942

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item