Ilmuwan Indonesia Merasa Tidak Dilibatkan untuk Tangani Virus Corona (Bagian 2)

Ilmuwan Indonesia Merasa Tidak Dilibatkan untuk Tangani Virus Corona, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Ilmuwan Indonesia Merasa Tidak Dilibatkan untuk Tangani Virus Corona - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Peristiwa yang dialaminya membuat ia berkecil hati dan sangsi, apakah pemerintah mau mendengar dan menjadikan sains sebagai rujukan dalam pembuatan kebijakan.

Kekhawatiran akademisi ini beralasan dan relevan, setelah epidemiolog dari Eijkman Oxford Clinical Research Unit, Iqbal Elyazar, mengatakan selama ini Indonesia ternyata belum memiliki kurva epidemi yang sahih.

Padahal, kurva epidemi dibutuhkan untuk mengukur sukses atau tidaknya intervensi yang dilakukan, termasuk kapan harus melonggarkan sejumlah aturan.

Fakta-fakta ini mungkin sejalan dengan apa yang diucapkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19, Achmad Yurianto, pada awal Maret 2020.

Kepada Science Magazine, Achmad Yurianto mengatakan, ia tidak peduli dengan apa yang para ilmuwan katakan tentang pandemi, karena "pendapat [para ilmuwan] tidak penting, jika informasi mereka hanya membuat kepanikan."

Namun, Achmad Yurianto membantah pernah memberikan pernyataan ini. "Tidak ada kata-kata itu. Bahkan saya mengapresiasi ahli dari perguruan tinggi untuk menghitung perkiraan-perkiraan itu," katanya.

"Saya menghargai, saya mengapresiasi. Tapi bagi kita, yang penting itu bukan memperkirakan kapan dan berapa, tapi komitmen bersama untuk menjalankan PSBB," tambahnya.

Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, Berry Juliandi, mengatakan saat ini kelemahan Pemerintah Indonesia dalam menangani pandemi virus corona adalah koordinasi dan distribusi informasi.

Ia mencontohkan, dengan sejumlah penemuan yang digagas oleh para ilmuwan di Indonesia. Salah satunya adalah robot yang dikembangkan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) dengan pihak Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS UNAIR).

Robot bernama RAISA ini sudah digunakan di RS UNAIR dengan tujuan utama membantu petugas medis agar mengurangi interaksi dengan pasien.

Berry menganggap "aneh" ketika pemerintah mengeluarkan ajakan kepada warga untuk memberikan ide atau proyek teknologi dalam rangka menangani virus corona.

"Mengapa justru mendanai sesuatu yang belum dimulai, dibandingkan membiayai sesuatu yang sudah jelas kelihatan dan layak dipakai?" ujarnya.

Menurut Berry, sejak masa transisi dari Orde Baru, hubungan antara ilmuwan dengan pemerintahan tidak erat seperti sebelumnya.

"Walaupun ada penggunaan sains dalam pembuatan kebijakan, tapi bukan merupakan arus utama," ujar Berry, yang juga dosen di Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor.

Berry menjelaskan jika sama seperti ilmuwan lainnya, sudah banyak gagasan, rekomendasi, bahkan hingga menawarkan diri, namun tidak mendapat tanggapan dari pemerintah.

"Kami juga sudah melakukan peran-peran yang lain, yang mungkin tidak terlihat, seperti ilmuwan-ilmuwan ini ada yang berada di garda terdepan untuk tes COVID. Jadi tanpa mendengar pemerintah, kami sudah berkarya di situ," ujarnya.

"Tanpa dukungan, kita sudah dan akan jalan masing-masing," ujar Berry yang tergabung dalam Indonesia Young Scientist Forum.

Sejumlah ilmuwan di Indonesia beserta beberapa masyarakat telah menghasilkan sejumlah penemuan berbasis teknologi, "tanpa harus mengeluarkan uang banyak". Seperti yang dikatakan Dr. Syarif Hidayat, dosen STEI Institut Teknologi Bandung (ITB), yang membuat sebuah ventilator, atau alat bantu pernapasan sederhana.

Ada pula robot yang dikembangkan Telkom University dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Bandung. Ravindra Ditama, atau Tama, manajer teknik dari tim robot tersebut mengatakan, robot ini mampu melakukan disinfeksi dengan penggunaan sinar ultraviolet.

Tak hanya ilmuwan, praktisi teknologi lainnya, seperti Ahmad Alghozi juga telah menciptakan sebuah aplikasi ponsel dengan fitur yang dapat melacak Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan pasien positif COVID-19.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

Science 1189851839666496582

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item