Kepadatan Penduduk ternyata Memperparah Wabah Virus Corona (Bagian 1)

Kepadatan Penduduk ternyata Memperparah Wabah Virus Corona, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Di Amerika Serikat, lebih dari 1 juta jiwa positif terjangkit COVID-19, dengan korban jiwa menyentuh angka 60.000. Di seantero Paman Sam, negara bagian New York adalah yang paling parah terdampak, dengan lebih dari 500.000 warga terdeteksi positif.

Laporan New York Times menyebut salah satu alasan terbesar mengapa New York paling parah terpapar Corona adalah kepadatan penduduk.

“New York,” demikian tulis New York Times, “merupakan kota paling ramai dibandingkan kota-kota utama lain di AS.”

Data Biro Sensus AS, tingkat kepadatan penduduk New York berada di angka 28.000 penduduk per mil persegi (catatan: AS menggunakan unit imperial sebagai standar perhitungan, sedangkan hampir setiap negara lain di dunia menggunakan unit metrik. Kepadatan penduduk di New York, dalam unit metrik, sekitar 72.519 per kilometer persegi).

“Kepadatan penduduk adalah musuh besar dalam situasi seperti sekarang,” ucap Dr. Steven Goodman, epidemiolog Stanford University, kepada New York Times.

Elisa Sutanudjaja, Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies, mengamininya. "Semua penyakit, khususnya yang dapat menyebar melalui udara, aerosol, dan kontak, seperti TBC, campak, dan kini Corona, kepadatan selalu berpengaruh," ucapnya.

New York jelas tidak sendirian. Di Italia, salah satu negeri Uni Eropa yang paling parah terdampak Corona, Milan, adalah yang paling merana. Data yang dihimpun New York Times menyebut, lebih dari 17.000 kasus positif Corona mencuat di markas Inter dan AC Milan itu.

Milan adalah kota kedua terpadat di Italia, memiliki tingkat kepadatan penduduk sebesar 7.700 penduduk per kilometer persegi.

Di Indonesia, DKI Jakarta merupakan wilayah terparah terjangkit Corona. Jakarta Selatan merupakan kota penyumbang Corona terbanyak dengan 300-an kasus positif Corona. Tingkat kepadatan penduduk Jakarta mencapai 13.733 penduduk per kilometer persegi.

Dr. Goodman, menegaskan, “Dengan besarnya populasi, di mana orang-orang sangat mudah saling berpapasan dan berinteraksi sepanjang waktu, penyebaran Corona akan sangat cepat terjadi.”

Andrew M. Cuomo, Gubernur New York, mengamininya. “Saya menyentuh meja ini, misalnya. Saya mungkin tak sengaja menempelkan virus Corona, dan kemudian virus ini hidup selama dua hari. Lalu, esok hari, Anda menyentuh meja ini.”

“Di New York, orang-orang menyentuh berbagai benda, kan?” tegas Cuomo.

Merujuk data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sedikitnya ada 1,1 juta orang yang berstatus komuter. Penduduk hilir mudik bekerja atau belajar di DKI, lalu pulang ke Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Merujuk data sebaran Corona di Indonesia, Depok merupakan kota yang paling parah terpapar di Jawa Barat, mengungguli Bandung. Tangerang Selatan pun mengungguli kota-kota lainnya soal positif Corona di seantero Banten.

Michele Acuto, profesor di bidang urbanisasi pada University of Melbourne, dalam wawancaranya dengan CityLab, menyebut bahwa penyebaran COVID-19 di seluruh dunia adalah kisah tentang konektivitas desa-ke-kota dan sebaliknya.

Ia mencontohkan bagaimana Jerman dapat tertular oleh Corona akibat salah seorang buruh di pabrik onderdil di Wuhan terbang ke Jerman untuk memberikan pelatihan di Bavaria. Dari Bavaria, Corona menyebar begitu cepat ke berbagai wilayah di Jerman.

“Mengapa Corona menyebar begitu cepat adalah hasil dari sistem perkotaan yang kompleks,” tegas Acuto.

Dalam publikasi CityLab lain, wilayah metropolitan—seperti New York hingga Jakarta—disebut-sebut paling rentan terpapar Corona, akibat tingkat kepadatan penduduknya.

Tercatat, di wilayah metropolitan rasio kematian Corona ada di angka 3,98 jiwa per 100.000 populasi. Sementara itu, di wilayah non-metropolitan—sebut saja kota kecil atau wilayah surburban—rasio kematian berada di angka 0,43 jiwa per 100.000 populasi.

Namun, menurut Elisa, tidak serta merta kepadatan penduduk dijadikan biang besarnya penyebaran penyakit. Taipei dan Seoul, misalnya, dua kota yang padat penduduk tapi sukses menanggulangi corona. "Yang penting, bagaimana mengawal kepadatan penduduk," kata Elisa.

Bahkan, jika melihat kasus-kasus awal corona di Jakarta, menurut Elisa, korban bukan berasal dari kelurahan-kelurahan padat penduduk, tetapi dari wilayah-wilayah menengah atas, yang warganya memiliki kans berhubungan dengan luar negeri, karena kasus-kasus awal merupakan impor (mported case).

Baca lanjutannya: Kepadatan Penduduk ternyata Memperparah Wabah Virus Corona (Bagian 2)

Related

Science 5374644916940800591

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item