Kisah IMF Menangani Krisis Ekonomi di Indonesia Pada Era Soeharto

Kisah IMF Menangani Krisis Ekonomi di Indonesia Pada Era Soeharto, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Foto itu kini jadi klasik. Soeharto, salah satu orang kuat di Asia, menunduk menandatangani Letter of Intent, diawasi oleh Direktur IMF, Michael Camdessus, pada 15 Januari 1998.

Posisi badan jelas penting dalam propaganda rezim tirani. Bekas diktator Korea Utara Kim Jong Il dikabarkan tidak pernah mau berfoto dengan orang yang tubuhnya lebih tinggi. Para pengawal pribadinya ditunjuk dari para perwira yang bertinggi badan setara atau lebih pendek. Soeharto tidak pernah digambarkan merunduk dalam foto-foto resmi kenegaraan.

Menunduknya Soeharto menunjukkan kapitulasinya pada IMF, satu dari mata rantai rezim keuangan internasional yang pernah membesarkan kekuasaannya. Namun itu bukan kali pertama Soeharto dipermalukan lembaga internasional.

Dua tahun sebelumnya, Soeharto mengeluarkan Inpres 2/1996 yang menunjuk PT Timor Putra Nasional yang dimiliki anak bungsunya, Hutomo Mandala Putra, sebagai produsen mobil nasional.

Mobil Timor, nama produk mercusuar itu, aslinya adalah mobil pabrikan KIA dari Korea Selatan. Jepang, negara produsen mobil terbesar di dunia, menggugat Indonesia ke WTO dengan pasal pelanggaran Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (GATT). Menjelang lengser, proyek itu dibatalkan.

Krisis yang melanda Indonesia dan menjalar jadi krisis politik tak pernah diduga sebelumnya. “Para pembuat kebijakan Indonesia terkenal lebih aktif (dan lebih kuat) di masa-masa sulit, misalnya, dalam krisis Pertamina tahun 1975,” tulis Stephen Grenville dalam “The IMF and the Indonesian Crisis” (2004).

Soeharto kewalahan. Ia kemudian meminta bantuan ke IMF. Pertolongan itu sudah tentu tidak gratis. Indonesia harus mematuhi sejumlah syarat dari IMF, mulai dari pembentukan BPPN hingga penjualan BUMN.

Dari Thailand ke Indonesia

Krisis di Indonesia merupakan imbas dari krisis di Thailand. Cara otoritas Thailand pada Mei 1997 menangani spekulan yang menyerang Baht berbuah pahit. Intervensi hingga $10 miliar yang dikeluarkan Bank of Thailand terbukti gagal menghukum para spekulan.

Pada 1997, kabar tentang pemerintah mendevaluasi Baht secara drastis menurunkan nilai mata uang tersebut 20 persen. IMF diundang untuk memberikan bantuan.

Indonesia melakukan hal yang sama dengan Thailand: mengapungkan nilai rupiah terhadap dolar pada Agustus 1997, yang kemudian malah membuatnya terus mengalami depresiasi. Langkah ini direspons oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri dengan membeli dolar dan memperburuk nilai rupiah.

Strategi yang diambil Indonesia menyebabkan devisa negara tergerus. Namun, dengan kurs mengambang, nilai rupiah terhadap dolar AS terus naik: Rp4.000 pada akhir 1997 ke Rp6.000 pada awal 1998, sempat menyentuh ke angka Rp13.000, kemudian Rp8.000 pada April 1998.

Pada 31 Oktober 1997, setelah memohon bantuan pada IMF untuk memulihkan kepercayaan pasar dan menstabilkan rupiah, Indonesia mendapat paket bantuan $23 miliar. Jika pinjaman IMF tak cukup menstabilkan situasi ekonomi, Jepang dan Singapura berjanji menambah bantuan $3 miliar dan $5 miliar.

Pada 15 Januari, Indonesia dan IMF menyepakati kucuran dana yang diiringi paket kebijakan deregulasi (termasuk di antaranya pencabutan monopoli Bulog, privatisasi, penghapusan retribusi). Dua bulan kemudian, IMF mengumumkan menunda turunnya bantuan $3 miliar dengan alasan Indonesia belum memenuhi sejumlah persyaratan.

Antara April hingga minggu pertama Mei 1998, Presiden Soeharto dan IMF membuat konsesi yang mencakup rencana perpanjangan subsidi pangan dan bahan bakar, dan melikuidasi bank-bank bermasalah. Di antara bank yang ditutup adalah milik kroni Cendana.

Pada 4 Mei 1998, IMF kembali menggelontorkan pinjaman ke Indonesia dengan mengeluarkan hampir $1 miliar. Sehari setelahnya, seiring kenaikan harga bahan bakar minyak dan sembako akibat rencana bailout IMF, kerusuhan meletus di Medan.

Sesudah Soeharto turun, pada 25 Juni 1998 IMF merevisi kebijakan bailout yang mencakup subsidi bahan bakar dan makanan untuk orang miskin. Setahun kemudian, kebijakan ini berbalik arah.

Merespons kekerasan TNI pasca-referendum di Timor Leste, Presiden AS Bill Clinton memotong bantuan militer untuk Indonesia dan mendesak agar IMF menunda kucuran dana untuk Indonesia. Langkah ini diambil Clinton setelah mendapat desakan Kongres yang telah menentang kerjasama militer AS dan Indonesia dalam bentuk pelatihan maupun finansial dengan alasan rekam jejak pelanggaran HAM di Indonesia.

Hubungan IMF dan Indonesia pada era Gus Dur memburuk. IMF menunda pencairan dana akibat belum tuntasnya revisi sejumlah UU tentang bank sentral, otonomi daerah, serta revisi APBN 2001.

Pada 23 Juli 2001, Gus Dur dilengserkan dan Megawati Sukarnoputri dilantik sebagai presiden. Sebulan setelahnya, Megawati mencapai kesepakatan dengan IMF untuk memulai kembali pinjaman $5 miliar yang sebelumnya disetop pada Desember.

Related

Indonesia 1199177805040735134

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item