Kisah Keganasan Wabah Flu 1918: Menginfeksi 1,8 Miliar Jiwa, Menewaskan 100 Juta Orang

Kisah Keganasan Wabah Flu 1918: Menginfeksi 1,8 Miliar Jiwa, Menewaskan 100 Juta Orang, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - “Sayangku, aku minta maaf. Karena Karantina yang kujalani, aku tidak dapat mengirim hadiah Natal, tapi, kumohon, terimalah cintaku,” tulis Hardy, anggota militer AS yang berasal dari pangkalan militer Douglas, Arizona, dalam kartu pos berukuran 8,5 x 14 cm yang dikirim ke alamat Mishawaka, Indiana, tertanggal 21 Desember 1918.

Svenn-Erik Mamelund, dalam studi berjudul “Influenza, Historical” (2017) menyebut bahwa penyakit bernama influenza—yang tercipta karena kemunculan virus Orthomyxoviridae dan keturunannya—muncul mula-mula di zaman Mesir dan Yunani Kuno, sekitar 2.500 tahun lalu.

Waktu itu, tulis Mamelund, “manusia mulai menjinakkan dan hidup dekat dengan binatang, seperti babi dan burung.”

Influenza, sebagai kata, muncul kali pertama pada 1357, tatkala penyakit ini menginfeksi masyarakat di sekitar Florensia, Italia, dan orang-orang di sana berkata “influenza di freddo,” sebagai frasa “yang menunjuk pada penurunan suhu tubuh secara tiba-tiba.”

Namun, bukan Mesir dan Yunani Kuno maupun Italia yang mempopulerkan penyakit influenza kepada dunia, melainkan flu Spanyol, wabah yang disebabkan virus influenza A subtipe H1N1.

Menurut Mamelund, flu Spanyol adalah salah satu wabah penyakit yang paling menghancurkan dalam sejarah umat manusia, yang menyebar ke segala penjuru Bumi pada 1918 hingga 1919, dan menginfeksi 1,8 miliar jiwa, dengan 50 hingga 100 juta jiwa diperkirakan tewas hanya dalam waktu kurang dari setahun.

Noah Kim, dalam laporannya untuk The Atlantic, menuturkan ketika flu Spanyol menyebar, karantina merupakan senjata yang digunakan untuk menghindar dari infeksi. Tentu, 1918 berbeda dengan 2020. Kebijakan lockdown yang dilakukan kala itu, tulis Kim, terasa sebagai “pengalaman yang sangat sepi.”

Terinfeksi dan (mungkin) menjadi korban tewas karena flu Spanyol memang menakutkan, tetapi “orang-orang yang hidup di awal abad ke-20 haru berhadapan dengan kemungkinan hilangnya ikatan komunitas yang kuat karena lockdown. Sebuah pengalaman yang bagi banyak orang bahkan melebihi ketakutan akan kematian.”

Salah satu ketakutan yang harus dihadapi masyarakat dunia yang hidup tatkala flu Spanyol menyerang manusia adalah hilangnya perayaan Natal yang membuat banyak orang gelisah.

Sebagaimana dikisahkan James Derek Shidler dalam studi berjudul “A Tale of Two Cities: The 1918 Influenza” (2010) suasana Natal di tengah flu Spanyol sepi karena karantina.

Salah satu terbitan Mattoon Journal-Gazette, harian lokal di kota Charleston dan Mattoon, AS, menyebutkan menjelang malam Natal, "toko-toko sementara ditutup untuk menghindari kerumunan masyarakat.”

François R. Velde, dalam studi “What Happened to the US Economy During the 1918 Influenza Pandemic? A View Through High-Frequency Data” (2020) memaparkan, selama pandemi flu Spanyol berlangsung, toko-toko ritel di AS mengalami “kelangkaan dan penjualan toko-toko dengan stok barang-barang pokok merosot hingga 3 persen,” yang pada akhirnya “berpengaruh pada munculnya resesi ekonomi AS pada 1920-1921”.

Singkat kata, tatkala flu Spanyol muncul, dan karena dunia masih belum reda sepenuhnya dari Perang Dunia I, ekonomi pun krisis. Pada akhirnya, perayaan Natal menjadi kemewahan yang luar biasa.

Related

World's Fact 4832616776105184083

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item