Virus Corona ternyata Tidak Hanya Serang Fisik, tapi Juga Kejiwaan Pasien (Bagian 2)

Virus Corona ternyata Tidak Hanya Serang Fisik, tapi Juga Kejiwaan Pasien, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Virus Corona ternyata Tidak Hanya Serang Fisik, tapi Juga Kejiwaan Pasien - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Halusinasi dengar

Tenaga kesehatan Wisma Atlet lainnya, yang menangani pasien di high care unit (HCU), Kamal Putra Pratama, menyebut terdapat satu pasien yang dirawat paling lama, sampai satu bulan di HCU dan menunjukan gejala harga diri rendah atau HDR.

"Jadi dia merasa harga diri dia sudah tidak ada, dan menarik diri karena penyakit ini. Harga diri dia sebagai manusia. Ditambah lagi ketika dia pulang ke rumahnya elative vonis, cibiran dari masyarakat sekitar rumah, padahal belum tentu ada cibiran," kata Putra.

Kemudian, Putra mencontohkan ada pasien warga negara asing yang juga mengalami depresi hingga menunjukkan gejala halusinasi dengar.

"Jadi dia mendengar suara-suara apa, dan minta untuk dipisahkan. Stressor-nya sudah minggu ketiga di sini, ditambah kendala bahasa. Bahasa Inggris dan Indonesia tidak baik. Di situ kami lakukan anamnesa, dan konsultasikan dengan dokter kesehatan jiwa. Tim kesehatan sangat reaktif dan bekerja keras untuk menangani semua pasien," katanya.

Mengapa orang berpikir bunuh diri?

Dokter spesialis psikiatri, Danardi Sosrosumihardjo, mengatakan, seseorang berpikir untuk bunuh diri karena menanggung beban berat yang melebihi kemampuan pertahanan mentalnya.

"Seorang individu yang daya tahannya rapuh saat stres di luar kekuatannya, maka akan jatuh depresi. Yang depresi berat berpotensi memunculkan rasa ingin bunuh diri," katanya.

Danardi menambahkan informasi tentang virus corona bahwa jumlah penularan dan meninggal dunia semakin bertambah merupakan stressor atau penyebab stress. Jika tidak ditangani maka akan menimbulkan ketidaknyamanan, rasa cemas, paranoid atau curiga. "Jika tidak tertangani baik, bisa jadi depresi," katanya.

Kekuatan kesehatan mental seseorang sangat relatif, kata Danardi. Ia mencontohkan ada seseorang mengalami amputasi, dan bisa menerima penyakit itu, maka depresi tidak akan terjadi.

"Namun sangat mungkin seorang foto model punya satu jerawat di muka dan tidak menganggu nyawa, tapi merasa depresi. Depresi berhubungan dengan daya tahan mental," katanya.

Terdapat beberapa kasus orang memutuskan bunuh diri akibat virus corona. Seorang warga negara Korea Selatan, perawat di Italia, dokter di New York, memutuskan bunuh diri dengan gantung diri akibat terjangkit virus corona.

Virus corona: 20% persen persoalan kesehatan, 80% soal psikologis

Kepala Staf Presiden, Moeldoko, mengatakan masalah psikologis lebih besar dibanding persoalan medis di tengah pandemi. "Laporan Gugus Tugas menyampaikan bahwa persoalan Covid-19 adalah 20% persoalan kesehatan, 80% persoalan psikologis," kata Moeldoko.

Baik Moeldoko maupun Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, mengatakan aspek psikologis merupakan faktor penting dalam menciptakan kekuatan imunitas masyarakat sehingga dapat pulih maupun tercegah dari penularan virus corona.

Untuk itu, pemerintah menyediakan layanan psikologi untuk Sehat Jiwa atau Sejiwa, lewat layanan telepon 119 ext. 8.

"Semoga layanan ini bisa membuat masyarakat terbebaskan dari masalah psikososial dan kesehatan jiwa yang bisa muncul di dalam masyarakat," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan, Fidiansjah.

64,3 persen alami kecemasan dan depresi

Berdasarkan hasil pemeriksaan masalah psikologi terhadap 1.522 orang, sekitar 64,3 persen mengalami gangguan cemas dan depresi.

"Gejalanya rasa takut, khawatir berlebihan, merasa tidak bisa rileks atau nyaman, gangguan tidur, kewaspadaan yang berlebihan," kata Psikiater Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Lahargo Kembaren.

Lahargo melanjutkan, PDSKJI juga menemukan, berdasarkan hasil swaperiksa, terdapat 80 persen yang mengalami trauma psikologis terkait kondisi akibat virus corona.

PDSKJI melakukan swaperiksa terhadap tiga masalah psikologis yaitu kecemasan, depresi, dan trauma psikologis, dengan usia responden berkisar dari 14 hingga 71 tahun, yang mana lebih dari 70 persen adalah perempuan.

Tips menjaga kesehatan jiwa

Lahargo membagikan beberapa tips untuk menjaga kesehatan jiwa di tengah wabah virus corona.

Pertama, batasi informasi yang berlebihan terhadap berita yang belum diketahui kebenarannya, karena dapat menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan. Selalu mendapatkan informasi yang akurat dari sumber yang terpercaya.

Kedua, lakukan kegiatan positif untuk mengurangi perasaan tidak nyaman, serta hindari merokok, minum minuman beralkohol.

"Contohnya dengan melakukan teknik relaksasi napas dalam atau progressive muscle relaxation. Kemudian juga mindfulness (meditation). Keterampilan mengatasi emosi bisa digunakan saat ini untuk mengatasi perasaan tidak nyaman," katanya.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 8000021904180634075

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item