Pria Ini Koma 12 Tahun, Lalu Tersadar dan Bangkit Setelah Mendengar Bisikan Ibunya
https://www.naviri.org/2020/05/pria-ini-koma-12-tahun-lalu-tersadar.html
Naviri Magazine - Kadang-kadang kematian menjadi hal yang dibuat main-main oleh sebagian orang, dan ini justru dilakukan oleh sekumpulan dokter di Las Vegas. Pada tahun 1980, para dokter bertaruh ke sesama dokter, kapan pasiennya akan mati.
Gara-gara aksi taruhan tersebut, mereka akhirnya mendapat skors.
Sedikit berbeda kisahnya dengan Martin Pistorius, anak laki-laki di Afrika Selatan. Pada tahun 1998, saat usianya menginjak 12 tahun, saat ia mulai memiliki hobi mengutak-atik barang elektronik, tiba-tiba dipulangkan dari sekolah dengan gejala mirip sakit flu, otot melemah, tidak bisa bergerak, bahkan berpikir, hingga ia tak sadar lagi, alias koma.
Dokter kesulitan memastikan penyakit yang diderita Martin. Tetapi diagnosa yang mendekati adalah cryptococcal meningitis.
Martin terjebak dalam keadaan koma, tak dapat bicara, melakukan kontak mata, bahkan kehilangan kemampuan bergerak.
Kondisi tersebut berlangsung bukan sehari, sepekan atau sebulan, melainkan berlangsung selama 12 tahun, sejak ia berusia 12 hingga berusia 24 tahun.
Dalam rentang waktu yang panjang, sang ayah, Martin Rodney, tak pernah absen bangun pukul 5 pagi untuk memakaikan baju pada putranya, menggendong ke mobil, dan membawa ke pusat perawatan khusus.
Delapan jam kemudian, ia akan menjemput pulang Martin, memandikan, menyuapi, mengantar tidur, dan menyalakan alarm setiap dua jam sekali, guna memastikan kondisi Martin.
Sungguh ayah yang telaten dan penyabar.
Sementara Joan Pistorius, sang ibu, pada suatu masa pernah mengalami keputusasaan, kecewa, marah, terhadap keadaan putranya yang tak kunjung membaik. Hingga terlontar satu kalimat menyakitkan dari mulutnya, "Kuharap kau mati saja." Begitulah kira-kira kalimat dari sang ibu yang didengar Martin.
Menurut medis, orang koma memang tidak dapat bicara, melihat, makan, dan minum. Keadaannya lemah, tetapi ada satu indra yang cenderung bertahan lebih lama daripada indra lain, yakni indra pendengaran.
Berkat ucapan ibundanya, Martin justru seperti memiliki kekuatan untuk mengakhiri keterbelengguan tubuhnya. Perlahan tapi pasti, Martin mulai sembuh, pun kemampuan neurologisnya berkembang dengan baik.
Ia bertemu dan menikah dengan istrinya. Mereka pindah ke Inggris pada 2011.
Martin juga menuliskan semua pengalaman komanya selama 12 tahun ke dalam sebuah buku berjudul 'Ghost Boy: My Escape From A Life Locked Inside My Own Body'.
Apakah ibunya benar-benar menginginkan kematian Martin? Mungkin tidak. Terkadang kita merasa iba dengan keadaan sakitnya orang yang kita cintai, sehingga kita merasa kematian lebih baik baginya.