Kisah Pemberedelan Tempo, DeTik, dan Editor, di Zaman Orde Baru (Bagian 2)

Kisah Pemberedelan Tempo, DeTik, dan Editor, di Zaman Orde Baru, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Pemberedelan Tempo, DeTik, dan Editor, di Zaman Orde Baru - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Entah kenapa, anggaran pembelian yang diajukan Menristek B.J. Habibie kala itu mencapai 1,1 miliar dolar AS. Alasannya karena ada biaya lain-lain seperti biaya perbaikan, transportasi, dan pembuatan pangkalan. Dengan anggaran sejumlah itu, Tempo menulis Indonesia “akan lebih baik” membeli kapal perang “yang baru sama sekali.”

Pada edisi 11 Juni 1994, enam artikel investigasi tentang pembelian kapal keluar sekaligus. Investigasi itu seakan-akan melucuti kredibilitas Habibie, yang membeli kapal atas perintah Soeharto.

Tulisan pertama berjudul "Plus Minus Armada Bekas". Bukan hanya membedah anggaran yang dibutuhkan Indonesia untuk mendatangkan kapal perang, tulisan ini juga membongkar kelemahan kapal-kapal tersebut, termasuk ketakutan Habibie ketika menyalakan sebuah kapal tua. Di akhir artikel, Tempo menulis analisis yang intinya: Indonesia merugi.

“Mungkin kasus 39 kapal bekas ini khas pengalaman negara Dunia Ketiga: karena mau murah, dibelilah barang bekas yang ujung-ujungnya, ya, mahal juga. Apalagi kalau biaya penyelamatan kapal LST yang hampir tenggelam itu ikut dihitung,” catat wartawan Tempo, Ivan Haris.

Tulisan lain menyusul berturut-turut. Mulai dari "Anggaran Itu, Mar’ie Memangkas Rp 327 Miliar", "Habibie & Instruksi Mandataris MPR", "Dihadang Ombak Besar dan Biaya Besar", dan "Habibie dan Kapal Itu: Klimaks Kapal".

“Tanpa lebih dahulu kita menjeling isi kocek, teknologi akan tiap kali membuat kita silau dan terpukau. Dan mungkin juga itulah awal dari sebuah bencana,” tulis Isma Sawitri dalam artikel "Habibie dan Kapal Itu: Klimaks Kapal".

Fikri Jufri menyatakan, laporan-laporan itu memang terlalu memojokkan Habibie. Karena itulah Soeharto geram. Fikri heran atas isu yang beredar bahwa pemberedelan dilakukan karena Fikri dekat dengan Jenderal Benny Moerdani, yang tidak disukai pendukung Soeharto. Dugaan lain yang lebih masuk akal: Soeharto kesal dengan Tempo karena mengkritik pemerintahannya.

Pada 27 Juni 1994, Soeharto sempat mengutus Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo Subianto, untuk bertemu Erik Samola, Pemimpin Umum Tempo. Pertemuan terjadi di Hotel Sultan dan dihadiri pula oleh GM dan Fikri.

Intinya: Hashim memberi kesempatan kepada Tempo untuk terbit kembali apabila dirinya diberi kesempatan membentuk tim yang bisa mengangkat pemimpin redaksi sekaligus menyeleksi siapa pun yang masuk dalam jajaran redaksi. Dengan begini, keredaksian Tempo akan diisi orang-orang Hashim.

“Bapak boleh jadi seorang negosiator yang ulung, tapi dalam hal Tempo, tidak perlu ada negosiasi. Ijin terbit Tempo sudah dicabut. Kalau mau bisa hidup lagi ya (jalannya) tadi seperti saya katakan,” kata Hashim seperti dicatat GM.

Dalam rapat yang kemudian dilakukan di kediaman GM, para petinggi Tempo kala itu sepakat untuk menolak. Bagi mereka, pilihan itu sama saja menyerah pada kesewenang-wenangan pemerintah. Diberedel masih bisa membuat GM dan kawan-kawan hidup, tetapi menyerah pada Hashim sama saja dengan menanggung malu seumur hidup.

Tabloid DeTik dan majalah Editor juga diberedel tanpa alasan yang jelas. Satu yang pasti, mereka juga sering menulis kritik pada pemerintah yang membuat Soeharto dongkol.

Jika alasan yang dipakai untuk melenyapkan Tempo adalah keamanan nasional, maka alasan yang dipakai untuk memberedel Editor adalah soal birokrasi. Ketika diberedel, Editor memang sedang mengalami ketidakstabilan kepemimpinan.

Departemen Penerangan tidak memberi izin Majalah Editor dipimpin oleh orang yang tak terdaftar di Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Waktu tiga minggu yang diberikan pemerintah dianggap tak cukup oleh penjabat Pimpinan Perusahaan Editor, Edi Herwanto.

Baca lanjutannya: Kisah Pemberedelan Tempo, DeTik, dan Editor, di Zaman Orde Baru (Bagian 3)

Related

Indonesia 2099699060274660220

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item