Kronologi Kasus Siti Fadilah Supari Hingga Penjatuhan Hukuman Penjara (Bagian 1)

Kronologi Kasus Siti Fadilah Supari Hingga Penjatuhan Hukuman Penjara naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Secara spesifik, perkara Siti Fadilah Supari ada dua. Satu, menyalahgunakan kewenangannya selaku menkes periode 2004-2009 dan/atau dengan memberikan kesempatan sengaja menganjurkan dengan memberi arahan agar kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) atau flu burung tahun 2005, pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Depkes, melalui surat rekomendasi untuk dilakukan penunjukan langsung (PL), serta meminta agar Mulya A Hasjmy melakukan penunjukan langsung PT Indofarma Tbk sebagai penyedia alkes.

Dengan tujuan menguntungkan pihak lain atau korporasi sehingga merugikan negara Rp 6.148.638.000 dari proyek alkes dengan nilai kontrak Rp 15.548.280.000.

Mulanya proyek alkes dianggarkan pada DIPA APBN Depkes tahun anggaran 2005 tapi kemudian dialihkan ke DIPA 2006. Jabatan Mulya selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) merangkap Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Dua, Fadilah menerima suap Rp 1,9 miliar dari Rustam Syarifuddin Pakaya selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK) serta selaku Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Kemenkes dan Sri Rahayu Wahyuningsih selaku Direktur PT Graha Ismaya.

Suap terkait dengan pemulusan PT Indofarma Global Medika (didukung PT Graha Ismaya) saat lelang pengadaan alkes tahap I untuk penanggulangan wabah flu burung pada tahun anggaran 2007 dengan nilai kontrak Rp 38.806.962.400.

Hakikatnya perkara Fadilah beririsan kuat dengan perkara mantan terpidana atau terpidana lain serta pihak yang diduga terlibat tapi belum ditetapkan sebagai tersangka. Mereka di antaranya perkara atas nama terpidana Mulya A Hasjmy (masih terpidana karena menjalani masa pidana untuk empat perkara berbeda) dan eks terpidana Rustam Syarifuddin Pakaya (korupsi alkes flu burung tahap I tahun anggaran 2007 dengan kerugian negara mencapai Rp 22 miliar). 

Berikutnya terkait dengan eks terpidana Ratna Dewi Umar selaku Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar pada Jenderal Bina Pelayanan Medik Kemenkes merangkap KPA dan PPK (korupsi alkes flu burung tahun anggaran 2006 dan 2007 dengan kerugian negara sebesar Rp 50,477 miliar) dan terdakwa Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC) Freddy Lumban Tobing (korupsi pengadaan alkes flu burung tahun anggaran 2007 dengan kerugian negara Rp 12.331.470.909).

Proyek pengadaan alkes flu burung, lebih khusus perkara Rustam dan Ratna juga beririsan dengan pengadaaan vaksin flu burung. Dalam perkara Rustam, mulanya pada DIPA APBN Kemenkes tahun anggaran 2007 terdapat anggaran sebesar Rp 80 miliar untuk proyek pengadaan vaksin flu burung dan anggaran pengadaan alkes medis dan non medis untuk 9 regional dengan anggaran Rp 35 miliar.

Alokasi dana Rp 80 miliar kemudian diubah untuk proyek pengadaan alkes tahap I tahun 2007.

Perkara Fadilah ditangani KPK mulai tahap penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan dan pembuktian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Tapi sebenarnya Fadilah lebih dulu ditersangkakan oleh Bareskrim Mabes Polri. Berikut gambaran umum perjalanan kasus/perkara Fadilah.

• Mei 2010, KPK menetapkan Ratna sebagai tersangka.

• Juli 2010, KPK menetapkan Mulya sebagai tersangka dalam dua kasus dugaan korupsi pengadaan alkes flu burung tahun anggaran 2006 dengan kerugian negara (Rp 28.406.752.312 dan Rp 53.247.776.947 (APBN Perubahan), sesuai putusan pengadilan).

• September 2011, KPK menetapkan Rustam sebagai tersangka.

• Maret 2012, Bareskrim Mabes Polri menetapkan Fadilah sebagai tersangka pengadaaan alkes flu burung tahun anggaran 2005 dengan kerugian negara Rp 6.148.638.000.

• Maret 2014, KPK mengambil alih kasus Fadilah dari Bareskrim setelah dilimpahkan Bareskrim. Pengambilalihan terjadi setelah dilakukan koordinasi dan supervisi antara KPK dengan Polri.

• April 2014, KPK menetapkan Fadilah sebagai tersangka pengadaaan alkes flu burung DIPA tahun anggaran 2005 yang berubah menjadi DIPA 2006 dengan kerugian negara Rp 6.148.638.000.

• Mei 2015, KPK menetapkan Fadilah sebagai tersangka penerima suap terkait pengadaan alkes tahun anggaran 2007.

• 9 September 2016, Fadilah melakukan perlawanan terhadap KPK dengan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

• 18 Oktober 2016, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Ahmad Rivai memutuskan menolak praperadilan Fadilah. Hakim Rivai memastikan, langkah KPK menetapkan Fadilah sebagai tersangka adalah sah menurut hukum, tidak bertentangan dengan hukum, dan telah ada alat bukti yang cukup atau minimal dua alat bukti.

• Senin, 24 Oktober 2016, KPK menahan Fadilah setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

Sesaat sebelum memasuki mobil tahanan, Fadilah menuding kasus yang disangkakan kepadanya merupakan bentuk kriminalisasi. Dia mengklaim diperlakukan tidak adil selama lima tahun penanganan kasusnya. Fadilah kukuh tidak menerima suap dan tidak ada buktinya.

"Ini betul-betul kriminalisasi. Padahal, saya tidak menerima. Tidak ada yang disebut sebagai pemberi dan tidak ada bukti saya menerima. Kalau saya menerima, siapa yang memberi, kapan, dan sebagainya? Kasus ini dari 2007, kasus Pak Rustam," kata Fadilah dengan suara lirih.

Baca lanjutannya: Kronologi Kasus Siti Fadilah Supari Hingga Penjatuhan Hukuman Penjara (Bagian 2)

Related

News 2034984488614274865

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item