Pro Kontra Penggunaan Minyak Kayu Putih untuk Mengatasi Virus Corona (Bagian 2)

Pro Kontra Penggunaan Minyak Kayu Putih untuk Mengatasi Virus Corona, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Pro Kontra Penggunaan Minyak Kayu Putih untuk Mengatasi Virus Corona - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Namun kontroversi atas keampuhan produk yang dilabeli antivirus itu muncul dari kalangan ilmuwan. Dokter spesialis emergency, Tri Maharani, menyebut produk tersebut tidak bisa diklaim sebagai antivirus corona. Ia mempertanyakan jurnal rujukan dan keterbukaan riset Kementan yang mengklaim eukaliptus bisa menangkal corona.

Menurut Maha, sapaan Maharani, setidaknya butuh waktu cukup lama untuk melakukan riset sains dalam menemukan antivirus. Apalagi di seluruh dunia belum ada satu pun negara yang menyebut eukaliptus bisa menjadi antivirus COVID-19. 

Tahapan yang harus dilalui Kementan dalam proses menemukan antivirus, ujarnya, ialah melakukan uji klinis terhadap hewan, uji toksikologi racun, dan terakhir mengujinya terhadap manusia. Rangkaian pengujian tersebut wajib dilakukan agar tak ada efek samping ketika produk sudah digunakan oleh masyarakat.

“Karena menyemprotkan eukaliptus ke inhalasi (pemberian obat langsung dalam bentuk uap menuju alat pernapasan hidung ke paru-paru) itu kan pasti ada side effect-nya,” kata Maha.

“Kita itu memasukkan obat ke tubuh manusia, ke sel-sel manusia. Kalau itu tidak menjadi racun, oke. Nah, kalau dia jadi racun, ya tidak oke meskipun dia punya efek mematikan ke si virus,” imbuhnya.

Maha sangsi dengan metode Kementan. Ia menganggap klaim Kementan bahwa eukaliptus adalah antivirus corona tidak berdasarkan sains yang didasari riset ilmiah, uji ilmiah, dan uji toksin. Ia pun berharap Kementan mampu mempertanggungjawabkan inovasinya secara ilmiah agar tidak muncul keraguan.

“Dengan uji ilmiah pada hewan, diketahui bagaimana efeknya kepada manusia. Juga harus uji toksikologi untuk menguji dia racun atau bukan. Terakhir, harus diuji pada manusia—hasilnya harus sama di tempat berbeda, dan kalau bisa harus lebih dari 10 kali pengujian,” jelasnya. 

Maha menilai soal eukaliptus ini tak jauh berbeda dengan ketika pemerintah meminta masyarakat mengonsumsi empon-empon untuk meningkatkan imunitas tubuh. Bagi Maha, sejauh ini tantangan terbesar para dokter di tengah pandemi corona adalah memberikan edukasi kepada masyarakat agar tak mudah percaya terhadap tanaman herbal.

Senada, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, mengingatkan, obat berbahan alam atau suplemen tidak boleh overclaim dalam penyebutan manfaatnya.

Ia mengatakan, sebaiknya Kementan mengenali mekanisme zat atau senyawa apa yang bisa membunuh virus corona, sebab eukaliptus tergolong obat alam multicompound yang merupakan ekstrak dari berbagai bahan yang berasal dari alam seperti daun, akar, atau biji. 

Pun, menurut Amin, sebaiknya Kementan melakukan uji klinis di laboratorium secara khusus untuk menentukan komponen, dosis, dan konsentrasi senyawa untuk membunuh virus yang sudah ia klaim. Amin mengingatkan, kalau peneliti memakai virus lain sebagai objek penelitian, dia wajib menyampaikannya dalam laporan yang dibuat.

“Kalau saya tak salah tangkap, produk antivirus itu masih dianggap dapat membunuh virus corona. Jadi masih belum terbukti. Menurut aturan BPOM, sebagai obat bahan alam atau suplemen itu tidak boleh mengklaim manfaat yang belum teruji,” katanya.

Keraguan atas klaim Kementan menguat karena, menurut Amin, Indonesia saat ini belum memiliki isolat virus SARS-CoV-2 murni. Padahal tanpa menguji langsung senyawa atau zat ke virus SARS-CoV-2, klaim antivirus bisa dipastikan gugur. 

“Artinya, obat yang diklaim (Kementan) belum bisa diuji langsung ke virus SARS-CoV-2,” kata Amin Soebandrio, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Maha maupun Amin berharap BPOM mampu menjadi penilai terakhir soal apakah eukaliptus hasil inovasi Kementan berhak bebas dipasarkan. Menurut Maha, BPOM harus membuat pengujian yang betul-betul ditujukan untuk obat antivirus corona agar tak ada korban di kemudian hari. 

Lebih lanjut, BPOM harus menyatakan bahwa produk antivirus Kementan bukanlah barang beracun, dan sudah melalui rangkaian uji ilmiah yang benar.

“Jadi BPOM ini menjadi badan penguji apakah sah atau tidak obat itu bisa beredar. Eukaliptus ini di seluruh dunia belum ada yang pakai (sebagai obat COVID-19). Bangsa ini harus hati-hati,” ujar Maha.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

Science 2248733423724284402

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item