Novel Baswedan Bicara Soal Kasusnya: Apa Pelaku Disuruh Pasang Badan?
https://www.naviri.org/2020/06/novel-baswedan-soal-kasusnya.html
Naviri Magazine - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, kembali buka suara terkait kasus penyiraman air keras terhadapnya. Terutama usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut ringan dua terdakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dengan pidana satu tahun penjara.
Novel kaget mengenai tuntutan itu. Sejak awal dia memang tak menaruh asa terlalu tinggi karena banyak kejanggalan. Bahkan dia meragukan Rahmat dan Ronny merupakan pelaku sesungguhnya.
"Saya sempat bertanya ke penyidik, apa yang menjadikan keyakinan penyidik sehingga dua orang ini diyakini pelaku? Tidak ada yang bisa menjelaskan," ucap Novel, dalam acara Mata Najwa.
Novel mempertanyakan kapasitas penyidik yang menangani kasus ini. Sebab tak menutup kemungkinan kedua pelaku hanya disuruh pasang badan untuk menutupi orang lain yang punya peran lebih besar.
"Ada dua kemungkinan yang harus dipikirkan penyidik, apa dia (pelaku) datang (menyerahkan diri) karena insaf, atau karena dia disuruh seseorang pasang badan menutupi peran orang lain dengan sejumlah imbalan?" kata Novel.
Novel diserang oleh dua orang tak dikenal pada April 2017 silam. Pelaku menyiramkan air keras ke wajah Novel hingga merusak permanen mata sebelah kiri.
Lebih dari dua tahun kasus itu berjalan tanpa kejelasan alias gelap. Kepolisian yang menangani kasus itu tak jua 'berhasil' menangkap siapa pelaku maupun otak penyerangan.
Novel, selama proses hukum berjalan, berkali-kali menyebut ada jenderal besar di balik kasusnya. Namun dia enggan mengungkap pasti siapa sosok jenderal dimaksud.
Baru pada Desember 2019, polisi menangkap dua pelaku, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Keduanya merupakan anggota Polri aktif.
Hingga akhirnya proses hukum berjalan ke persidangan. Jaksa kemudian menuntut keduanya dengan pidana satu tahun penjara.
Mengenai tuntutan ringan itu, Novel menambahkan, dirinya kaget. Meski sejak awal tak pernah berharap banyak, namun tuntutan ringan itu dia nilai sebagai sesuatu yang keterlaluan.
"Kaget, kenapa sedemikian keterlaluan, walaupun sejak proses tuntutan berjalan saya tidak menaruh harapan karena banyak kejanggalan," katanya.
Kejanggalan yang dimaksud Novel seperti saksi-saksi yang tidak dihadirkan dalam persidangan, hingga beberapa bukti yang berubah, bahkan 'absen' dalam persidangan.
Dia mengatakan, penanganan kasusnya menunjukkan karut marutnya penegakan hukum di Indonesia. Bahwa masih banyak mafia yang bisa membuat proses penegakan hukum hanya sebatas transaksional.
"Tentu kita tidak senang, khawatir hal itu akan terjadi pada orang lain," katanya.
Karenanya Novel menyebut, kasus yang menimpanya saat ini akan menjadi catatan sejarah Indonesia. "Kita bicara ini akan menjadi catatan sejarah," kata Novel.