Operasi Trikora dan Pertempuran Indonesia Melawan Belanda (Bagian 2)

Operasi Trikora dan Pertempuran Indonesia Melawan Belanda, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Operasi Trikora dan Pertempuran Indonesia Melawan Belanda - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pertempuran laut Aru

Pertempuran Laut Aru pecah pada 15 Januari 1962, ketika 3 kapal milik Indonesia, yaitu KRI Macan Kumbang, KRI Macan Tutul, yang membawa Komodor Yos Sudarso, dan KRI Harimau yang dinaiki Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten Tondomulyo, berpatroli pada posisi 4°49' LS dan 135°02' BT.

Menjelang pukul 21:00 WIT, Kolonel Mursyid melihat tanda di radar bahwa di depan lintasan 3 kapal itu terdapat 2 kapal di sebelah kanan dan sebelah kiri. Tanda itu tidak bergerak, dan berarti kapal itu sedang berhenti.

Ketika 3 KRI melanjutkan laju mereka, tiba-tiba suara pesawat jenis Neptune yang sedang mendekat terdengar dan menghujani KRI dengan bom dan peluru yang tergantung pada parasut.

Kapal Belanda menembakkan tembakan peringatan, yang jatuh di dekat KRI Harimau. Kolonel Sudomo memerintahkan untuk memberikan tembakan balasan, namun tidak mengenai sasaran.

Akhirnya, Yos Sudarso memerintahkan untuk mundur, namun kendali KRI Macan Tutul macet, sehingga kapal terus membelok ke kanan. Kapal Belanda mengira itu merupakan manuver berputar untuk menyerang, sehingga kapal itu langsung menembaki KRI Macan Tutul. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini, setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran."

Operasi penerjunan penerbang Indonesia

Pasukan Indonesia, di bawah pimpinan Mayjen Soeharto, melakukan operasi infiltrasi udara dengan menerjunkan penerbang menembus radar Belanda. Mereka diterjunkan di daerah pedalaman Papua bagian barat.

Penerjunan tersebut menggunakan pesawat angkut Indonesia, namun operasi ini hanya mengandalkan faktor pendadakan, sehingga dilakukan pada malam hari. Penerjunan itu awalnya dilaksanakan dengan menggunakan pesawat angkut ringan C-47 Dakota dengan kapasitas 18 penerjun. Namun, karena keterbatasan kemampuan, penerjunan itu dicegat oleh pesawat pemburu Neptune Belanda.

Pada 19 Mei 1962, sekitar 81 penerjun payung terbang dari Bandar Udara Pattimura, Ambon, dengan menaiki pesawat Hercules, menuju daerah sekitar Kota Teminabuan untuk melakukan penerjunan.

Saat persiapan keberangkatan, komandan pasukan menyampaikan bahwa mereka akan diterjunkan di sebuah perkebunan teh, selain itu juga disampaikan sandi-sandi panggilan, kode pengenal teman, dan lokasi titik kumpul, lalu mengadakan pemeriksaan kelengkapan perlengkapan anggotanya, sebelum masuk ke pesawat Hercules.

Pada pukul 03:30 WIT, pesawat Hercules yang dikemudikan Mayor Udara T.Z. Abidin terbang menuju daerah Teminabuan.

Dalam waktu tidak lebih dari 1 menit, proses pendaratan 81 penerjun payung selesai, dan pesawat Hercules segera meninggalkan daerah Teminabuan. Keempat mesin Allison T56A-15 C-130B Hercules terbang menanjak untuk mencapai ketinggian yang tidak dapat dicapai oleh pesawat Neptune milik Belanda.

TNI Angkatan Laut kemudian mempersiapkan Operasi Jayawijaya, yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia. Lebih dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut.

Akhir konflik

Karena kekhawatiran pihak komunis akan mengambil keuntungan dalam konfik ini, Amerika Serikat mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New York pada 15 Agustus 1962.

Pemerintah Australia, yang awalnya mendukung kemerdekaan Papua, juga mengubah pendiriannya, dan mendukung penggabungan dengan Indonesia atas desakan AS.

Persetujuan New York

Pada 15 Agustus 1962, perundingan antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan di Markas Besar PBB di New York. Pada perundingan itu, Indonesia diwakili oleh Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman van Roijen dan C.W.A. Schurmann. Isi Persetujuan New York adalah:

    * Belanda akan menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), yang didirikan oleh Sekretaris Jenderal PBB. UNTEA kemudian akan menyerahkan pemerintahan kepada Indonesia.
    * Bendera PBB akan dikibarkan selama masa peralihan.
    * Pengibaran bendera Indonesia dan Belanda akan diatur oleh perjanjian antara Sekretaris Jenderal PBB dan masing-masing pemerintah.
    * UNTEA akan membantu polisi Papua dalam menangani keamanan. Tentara Belanda dan Indonesia berada di bawah Sekjen PBB dalam masa peralihan.
    * Indonesia, dengan bantuan PBB, akan memberikan kesempatan bagi penduduk Papua bagian barat untuk mengambil keputusan secara bebas melalui;
         1. musyawarah dengan perwakilan penduduk Papua bagian barat
         2. penetapan tanggal penentuan pendapat
         3. perumusan pertanyaan dalam penentuan pendapat mengenai kehendak penduduk Papua untuk tetap bergabung dengan Indonesia; atau memisahkan diri dari Indonesia
         4. hak semua penduduk dewasa, laki-laki dan perempuan, untuk ikut serta dalam penentuan pendapat yang akan diadakan, sesuai dengan standar internasional
    * Penentuan pendapat akan diadakan sebelum akhir tahun 1969.

Pada 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada Indonesia. Ibukota Hollandia dinamai Kota Baru, dan pada 5 September 1963 Papua bagian barat dinyatakan sebagai "daerah karantina".

Pemerintah Indonesia membubarkan Dewan Papua, dan melarang bendera Papua dan lagu kebangsaan Papua. Keputusan ini ditentang oleh banyak pihak di Papua, dan melahirkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 1965.

Untuk meredam gerakan ini, dilaporkan bahwa pemerintah Indonesia melakukan berbagai tindakan pembunuhan, penahanan, penyiksaan, dan pemboman udara. Menurut Amnesty International, lebih dari 100.000 orang Papua telah tewas dalam kekerasan ini. Sementara OPM juga memiliki tentara dan telah melakukan berbagai tindakan kekerasan.

Penentuan Pendapat Rakyat

Pada tahun 1969, diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang diatur oleh Jenderal Sarwo Edhi Wibowo. Menurut anggota OPM, Moses Werror, beberapa minggu sebelum Pepera, angkatan bersenjata Indonesia menangkap para pemimpin rakyat Papua, dan mencoba membujuk mereka dengan cara sogokan dan ancaman untuk memilih penggabungan dengan Indonesia.

Pepera disaksikan oleh dua utusan PBB, namun mereka meninggalkan Papua setelah 200 suara (dari 1.054) untuk integrasi.

Hasil PEPERA adalah Papua bergabung dengan Indonesia, namun keputusan ini dicurigai oleh Organisasi Papua Merdeka dan berbagai pengamat independen lainnya. Walaupun demikian, Amerika Serikat, yang tidak ingin Indonesia bergabung dengan pihak komunis Uni Soviet, mendukung hasil ini, dan Papua bagian barat menjadi provinsi ke-26 Indonesia, dengan nama Irian Jaya.

Setelah penggabungan

Setelah Papua bagian barat digabungkan dengan Indonesia sebagai Irian Jaya, Indonesia mengambil posisi sebagai berikut:

1. Papua bagian barat telah menjadi daerah Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1945, namun masih dipegang oleh Belanda,
 
2. Belanda berjanji menyerahkan Papua bagian barat kepada Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar,
 
3. Penggabungan Papua bagian barat dengan Indonesia adalah tindakan merebut kembali daerah Indonesia yang dikuasai Belanda,
 
4. Penggabungan Papua bagian barat dengan Indonesia adalah kehendak rakyat Papua.

Hal ini diajarkan di sekolah dan ditulis dalam buku teks sejarah nasional.
Setelah Jenderal Soeharto menjadi Presiden Indonesia, Freeport Sulphur adalah perusahaan asing pertama yang diberi izin tambang dengan jangka waktu 30 tahun, mulai dari tahun 1981 (walaupun tambang ini telah beroperasi sejak tahun 1972), dan kontrak ini diperpanjang pada tahun 1991 sampai tahun 2041.

Setelah pembukaan tambang Grasberg pada 1988, tambang ini menjadi tambang emas terbesar di dunia. Penduduk setempat, dengan bantuan Organisasi Papua Merdeka, memprotes berbagai tindakan pencemaran lingkungan hidup dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan Freeport dan pemerintah Indonesia dengan berbagai cara, termasuk peledakan pipa gas dan penculikan beberapa pegawai Freeport dari Eropa dan Indonesia pada 1996. Dalam kejadian ini, 2 tawanan dibunuh dan sisanya dibebaskan.

Pada tahun 1980-an, Indonesia memulai gerakan transmigrasi, di mana puluhan ribu orang dari pulau Jawa dan Sumatera dipindahkan ke provinsi Irian Jaya, dalam jangka waktu 10 tahun. Penentang program ini mencurigai usaha Indonesia untuk mendominasi provinsi Irian Jaya dengan cara memasukkan pengaruh pemerintah pusat.

Pada tahun 2000, presiden Abdurrahman Wahid memberi otonomi khusus kepada provinsi Papua, untuk meredam usaha separatis. Provinsi ini kemudian dibagi dua: Papua dan Irian Jaya Barat (sekarang Papua Barat) melalui instruksi Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tahun 2001.

Related

Indonesia 731791908879060613

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item