Kisah Orang-orang yang Tak Ingin Keluarganya Dikubur dengan Protokol Corona (Bagian 2)

Kisah Orang-orang yang Tak Ingin Keluarganya Dikubur dengan Protokol Corona, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Orang-orang yang Tak Ingin Keluarganya Dikubur dengan Protokol Corona - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Arman mengatakan, keluarga sebetulnya tidak mempermasalahkan protokol pemakaman. Hal ini terbukti karena mereka telah menandatangani formulir persetujuan penerapan protokol pemakaman. Ia menduga gerombolan itu datang karena ada yang memprovokasi, terlebih di media sosial beredar kabar sesat bahwa rumah sakit menerima bayaran ratusan juta per korban meninggal karena COVID-19.

“Tanggal 4 [Juni 2020] hasil tes keluar, kesimpulannya pasien ini positif,” kata Arman.

Kejadian serupa juga terjadi di RS Labuang Baji, Makassar, pada 5 Juni 2020. Puluhan orang dari pihak keluarga mendatangi rumah sakit dan merampas jenazah PDP. Tak cuma itu, cooler box berisi sampel dahak jenazah yang akan diuji pun turut dirampas, tapi bisa segera diambil.

Beberapa hari kemudian diketahui sang pasien positif COVID-19 dan petugas dinas kesehatan harus bekerja ekstra menjejaki puluhan orang tersebut.

Pada Minggu (7/6/2020), jenazah perempuan berusia 53 tahun diambil paksa oleh sekitar 150 orang dari RS Stella Maris, Makassar, Sulawesi Selatan. Aparat gabungan TNI dan Polri yang berjaga pun tak bisa berbuat banyak karena kalah jumlah. Walhasil, massa bisa berlalu menandu jenazah.

Pendekatan kultural 

Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, memberikan perhatian khusus karena kasus ini relatif banyak terjadi di daerahnya. Politikus PDIP itu menduga masalahnya ada pada masa tunggu hasil tes swab yang relatif lama.

Karena itu ia menyerukan rumah sakit mendahulukan tes swab bagi orang yang sudah terbaring di rumah sakit. Dengan demikian diharapkan tak ada lagi pasien yang meninggal dan belum mendapatkan hasil swab sebelum pemakaman.

Berdasarkan data gugus tugas, di Sulawesi Selatan terdapat tujuh laboratorium rujukan nasional untuk COVID-19.

“Kalau yang sehat usahakan rapid test saja, tes swab kita dahulukan bagi yang di RS. Kalaupun ada yang meninggal dan dinyatakan COVID-19 harus mengikuti pemakaman secara protokol kesehatan karena ini penyakit menular,” kata Nurdin pada Jumat (5/6/2020) lalu.

Sementara Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan, Kombes Ibrahim Tompo, menegaskan, perbuatan membawa kabur jenazah COVID-19, apa pun statusnya, adalah tindak pidana. Karenanya kepolisian akan bergerak memburu yang terlibat.

Namun Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Aminuddin Syam, mengatakan, selain penegakan hukum, ia juga mengatakan pemerintah perlu lebih banyak memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama mengapa jenazah COVID-19 harus dimakamkan secara khusus.

Amiruddin mengatakan, pemuka agama memiliki peran penting untuk memberi pemahaman ini, selain tentu saja pemerintah dan para pakar kesehatan. Di sisi lain, ia paham betul betapa nelangsanya keluarga yang ditinggal.

Karenanya, sebagai jalan tengah, ia mengusulkan agar pihak rumah sakit memberikan alat perlindungan diri bagi mereka, agar dapat melihat jenazah untuk terakhir kali dan bisa mengantar ke pemakaman. Menurut Aminuddin, peran gugus tugas dalam mengoordinasikan hal-hal tersebut masih perlu dievaluasi.

“Jadi tidak boleh hanya pendekatan struktural, harus juga melakukan pendekatan kultural,” kata Amin.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 5222250150385389655

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item