Sejarah, Asal Usul, dan Kiprah Greenpeace di Dunia

Sejarah, Asal Usul, dan Kiprah Greenpeace di Dunia, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Greenpeace adalah organisasi lingkungan global yang didirikan di Vancouver, British Columbia, Kanada, pada 1971. Greenpeace dikenal menggunakan aksi langsung tanpa kekerasan (konfrontasi damai) dalam melakukan kampanye untuk menghentikan pengujian nuklir angkasa dan bawah tanah, begitu juga dengan kampanye menghentikan penangkapan ikan paus besar-besaran.

Pada tahun-tahun berikutnya, fokus organisasi mengarah ke isu lingkungan lain, seperti penggunaan pukat ikan, pemanasan global, dan rekayasa genetika.

Greenpeace mempunyai kantor regional dan nasional di 41 negara di seluruh dunia, yang semuanya berhubungan dengan pusat Greenpeace Internasional di Amsterdam. Organisasi global ini menerima pendanaan melalui kontribusi langsung dari individu, yang diperkirakan mencapai 2,8 juta dari para pendukung keuangan, juga dari dana yayasan amal, tetapi tidak menerima pendanaan dari pemerintah atau korporasi.

Pernyataan resmi misi Greanpeace menyebutkan:

“Greenpeace adalah organisasi independen yang berkampanye menggunakan konfrontasi kreatif anti kekerasan, untuk mengungkap permasalahan lingkungan global dan untuk memaksa solusi bagi sebuah masa depan yang damai dan hijau. Target Greenpeace adalah memastikan kemampuan bumi untuk kelangsungan hidup bagi semua keanekaragamannya.”

Sejarah

Asal mula Greenpeace dimulai dengan pembentukan formasi Don't Make A Wave Committee, oleh sekelompok aktivis Kanada dan Amerika di Vancouver, pada 1970.

Nama komite ini diambil dari sebuah slogan yang digunakan selama protes terhadap uji coba nuklir Amerika Serikat pada akhir 1969. Komite datang bersama-sama dengan sasaran menghentikan uji coba pemboman nuklir bawah tanah tahap kedua dengan kode Canikkin, oleh militer AS di bawah pulau Amchitka, Alaska.

Kapal ekspedisi pertama disebut Greenpeace I, kapal ekspedisi kedua disebut Greenpeace Too!. Uji coba tidak berhasil dihentikan, tetapi komite telah membentuk dasar untuk aktivitas Greenpeace selanjutnya.

Bill Darnell adalah orang yang mengombinasikan kata green (hijau) dan peace (damai), yang kemudian menjadi nama organisasi ini.

Pada 4 Mei 1972, setelah Dorothy Stowe menyelesaikan masa jabatan ketua Don't Make A Wave Committee, organisasi ini kemudian secara resmi mengganti namanya menjadi "Yayasan Greenpeace".

Greenpeace di Asia Tenggara

Asia Tenggara sangat berarti bagi masa depan kelestarian planet bumi. Warisan kekayaan alami yang ada di wilayah ini patut diperjuangkan kelestariannya. Walau demikian, seiring bertumbuhnya sektor ekonomi dan industri secara pesat dalam 30 tahun terakhir juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup besar. Dampak lingkungan di wilayah ini juga meluas ke luar batas-batas negara Asia Tenggara.

Degradasi lingkungan yang parah telah dialami seantero Asia Tenggara. Di samping krisis keuangan yang melanda Asia, polusi dan penghancuran sumber daya alam semakin parah, sementara perusahaan-perusahaan multinasional dan negara-negara industri mengarahkan wilayah ini untuk ekspansi operasi dan teknologi mereka yang merusak lingkungan.

Yang semakin memperparah masalah ini adalah kurangnya kesadaran masyarakat Asia mengenai kerusakan lingkungan dan lemahnya mekanisme demokrasi untuk memperkuat masyarakat dalam memengaruhi pengambilan keputusan.

Melihat pentingnya potensi pembangunan dan ancaman di wilayah ini, dan dalam rangka konsolidasi dan pengembangan kampanye di Asia Tenggara, Greenpeace meningkatkan kegiatannya di wilayah ini.

Greenpeace sudah banyak bekerja di banyak wilayah Asia, termasuk menghentikan importasi limbah berbahaya, menentang pengiriman radioaktif, berkampanye melawan pembinasaan hutan, melobi pemerintah mengenai isu-isu energi berkelanjutan, dan menyoroti bahaya limbah pembakaran.

Seringkali, bersama kelompok-kelompok lokal, Greenpeace telah menggalang kampanye sukses di Filipina, Taiwan, India, dan Indonesia.

Greenpeace berkomitmen mengembangkan keberadaan Asia pada akhir tahun 80-an dan awal 90-an, dan Greenpeace membuka kantor pertamanya di Jepang (1989), kemudian di Cina (1997). Penjajakan awal juga dilakukan di Asia Tenggara, dengan fokus utama pada Indonesia dan Filipina.

Asia Tenggara merupakan posisi kunci untuk menentukan keamanan lingkungan global. Selama 30 tahun terakhir, Greenpeace telah sukses berkampanye di negara-negara industri untuk mengurangi dan menghapuskan polusi dan degradasi lingkungan.

Tetapi, usaha-usaha dan capaian ini dapat dengan mudah diputarbalikkan pada saat perusahaan-perusahaan multinasional tetap mengekspor teknologi kotor yang mengakibatkan penurunan dampak lingkungan.

Setelah penjajakan bertahun-tahun dan berkampanye di negara-negara kunci, akhirnya Greenpeace berhasil membuka kantor di wilayah ini. Greenpeace Asia Tenggara secara resmi didirikan pada 1 Maret 2000.

Greenpeace di Indonesia

Greenpeace hadir di Indonesia pada 2005. Berdasarkan hukum yang berlaku diIndonesia, Greenpeace Indonesia sudah terdaftar resmi di Departemen Kehakiman dan HAM sebagai perkumpulan Greenpeace, dengan enam pendiri berdasarkan akte pendiriannya.

Greenpeace Indonesia memfokuskan kampanye pada beberapa persoalan, yakni persoalan kehutanan, energi dan air. Kampanye kehutanan terutama hutan gambut, terkait dengan pemanasan global/perubahan iklim.

Kampanye hutan Greenpeace tidak hanya berlangsung di negara-negara berkembang seperti Indonesia atau Kongo saja. Tapi juga berkampanye perlindungan hutan di negara-negara maju, dan berhasil menyelamatkan jutaan hektar hutan di Kanada, Brasil, Rusia, dan lain-lain.

Kampanye mengenai revolusi energi sebagai hal yang krusial dalam menanggulangi bencana perubahan iklim, yakni menyerukan efisiensi energi dengan peningkatan besar-besaran penggunaan energi terbarukan, dan meninggalkan penggunaan energi fosil kotor.

Air adalah sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan, namun juga menjadi sumber daya esensial yang paling terancam di dunia. Polusi limbah kimia industri mengontaminasi sumber-sumber air bersih.

Pada tahun 2011, Greenpeace memulai kampanye Air Bersih Bebas Bahan Kimia Beracun di Indonesia, dengan meluncurkan kampanye penyelamatan Sungai Citarum bernama ‘Citarum Nadiku, Mari Rebut Kembali’.

Peristiwa

Memperingati 20 tahun tragedi Chernobyl, mulai tanggal 9 hingga 14 Mei 2006, Greenpeace berkerja sama dengan Galeri Foto Jurnalistik Antara, menggelar pameran foto karya Robert Knoth, fotografer dunia kelahiran Rotterdam, Belanda, yang semenjak 1994 berkerja di berbagai penjuru dunia, seperti Afganistan, Sudan, Angola, Somalia, Burkina Faso, Sierra Leone, Thailand, dan berbagai daerah lainnya.

Foto-fotonya yang ditampilkan pada pameran di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, Jakarta, menampilkan potret para penduduk desa di sekitar wilayah Chernobyl yang hingga kini dihantui oleh berbagai penyakit, seperti kanker dan leukimia, akibat efek radiasi dan pencemaran nuklir tragedi Chernobyl.

Aksi Masyarakat Jepara untuk menolak daerahnya dijadikan salah satu tapak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), berhasil membuat NU Jawa Tengah memfatwakan haram untuk PLTN.

Related

History 1442322927718945037

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item