Vaksin Corona Buatan Rusia ternyata Banyak Masalah, Ilmuwan Sampai Geleng-geleng Kepala

Vaksin Corona Buatan Rusia ternyata Banyak Masalah, Ilmuwan Sampai Geleng-geleng Kepala, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Klaim Rusia soal persetujuan vaksin yang dikembangkan oleh Gamaleya Research Institute seolah membuat Negeri Beruang Merah kini memimpin ajang perlombaan vaksin global. Namun klaim tersebut tak ubahnya hanya memicu reaksi skeptis dari publik global.

Pengembangan vaksin menjadi salah satu isu yang paling disorot di saat pandemi seperti sekarang ini. Virus corona jenis baru yang menjangkiti lebih dari 20 juta manusia di dunia membuat ekonomi global collapse.

Pemerintah, swasta, institusi riset, akademisi hingga filantropis tak pernah bekerja sama segencar ini sebelumnya. Meskipun saling bahu membahu menemukan penangkal dari virus mematikan itu, nuansa persaingan yang kental juga sangat terasa.

Sejak merebak di China akhir tahun lalu, kemudian dideklarasikan sebagai pandemi pertengahan Maret lalu oleh WHO, wabah ini belum juga usai. Masalahnya vaksin yang ampuh juga belum tersedia.

Kendati waktu pengembangan vaksin dipercepat dari normalnya 5-8 tahun menjadi 12-18 bulan saja, mewujudkan vaksinasi global dalam waktu hitungan bulan dinilai sebagai suatu hal yang cenderung mustahil untuk dilakukan.

Namun berbeda dengan Rusia. Agustus ini Vladimir Putin mengatakan bahwa Rusia telah 'merestui' vaksin yang dikembangkan oleh Gamaleya Research Institute. Sang Presiden mengatakan bahwa vaksin tersebut aman dan telah disuntikkan kepada kedua putrinya.

Masalahnya, kandidat vaksin yang diberi nama 'Sputnik V' itu belum sepenuhnya diuji klinis hingga tahap akhir. Jelas saja menimbulkan kontroversi. Apalagi selain laporan uji klinisnya yang belum dipublikasikan di jurnal ilmiah, Rusia juga sempat dituding terlibat dalam pencurian data seputar vaksin.

Majalah Science melaporkan, Kementerian Kesehatan Rusia telah mengeluarkan surat izin penggunaan Sputnik V untuk sebagian kecil masyarakat Rusia terutama yang rentan terjangkit Covid-19.

Namun dalam surat izin tersebut, vaksin Sputnik V ini tak bisa digunakan untuk publik secara luas sebelum 1 Januari 2021. Kemungkinan baru akan digunakan secara meluas setelah dilakukan uji klinis secara masif dan mengikuti prosedur yang berlaku.

Bagaimanapun juga, langkah ini juga mengundang reaksi sini. Bukan hanya dari masyarakat luar saja, tetapi juga warga Rusia sendiri.

"Ini konyol," kata Svetlana Zavidova, seorang pengacara yang mengepalai Asosiasi Organisasi Riset Klinis di Rusia, mengutip Science.

"Saya merasa malu untuk negara kita," kata Zavidova, yang telah berpengalaman puluhan tahun dalam hal uji klinis. Zavidova juga telah mengirimkan imbauan kepada Kementerian Kesehatan untuk menunda pendaftaran vaksin sampai uji klinis selesai.

"Pendaftaran yang dipercepat tidak akan lagi membuat Rusia menjadi pemimpin dalam perlombaan ini, itu hanya akan membuat pengguna akhir vaksin, warga negara Federasi Rusia, berada dalam bahaya yang tidak perlu," tulisnya atas nama kelompok penelitian klinis.

Berbeda dengan Zavidova, Mikhail Murashko selaku Menteri Kesehatan Rusia justru mendukung pernyataan Putin yang mengatakan vaksin Covid-19 tersebut memiliki kemanjuran dan keamanan yang tinggi tanpa efek samping berbahaya.

Lebih mengherankan lagi, Murashko juga berani mengatakan bahwa vaksin tersebut dapat memberikan proteksi dalam kurun waktu dua tahun. Surat izin pendaftaran vaksin yang dikeluarkan oleh Rusia tersebut tak memberikan informasi rinci seputar 'Sputnik V'.

Informasi yang diketahui sejauh ini adalah platform teknologi yang untuk pengembangan vaksin tersebut adalah menggunakan virus yang telah direkayasa (jenis adenovirus) untuk membawa materi genetik virus corona baru berupa gen pengkode protein 'Spike' sehingga diharapkan mampu menginduksi pembentukan antibodi.

Lagi pula uji klinis yang dilakukan pun baru melibatkan segelintir orang saja. Sebanyak 76 peserta uji dilibatkan pada percobaan evaluasi klinis tersebut jika mengacu pada informasi yang dipublikasikan oleh situs Clinicaltrials.gov yang dikelola oleh National Institute of Health milik AS.

Inti dari permasalahan seputar klaim Rusia adalah minimnya konsultasi saintifik yang dilakukan dengan para peneliti.

Alexander Chumakov yang bekerja pada penelitian kanker di Amerika Serikat selama lebih dari 2 dekade, mengatakan saat ini Rusia juga memiliki komunitas ilmuwan di bidang virologi yang semakin menyusut.

Padahal komunitas tersebut sangatlah penting dalam kondisi seperti sekarang ini untuk membantu memberikan pandangan serta membuat kebijakan yang tepat di tengah pademi.

"Ada begitu sedikit sains yang tersisa di Rusia setelah 30 tahun terakhir sehingga tidak banyak orang yang ingin mengatakan apa pun yang menentang tren tersebut," kata Chumakov.

Chumakov mencatat bahwa "sangat mudah membuat vaksin" dan sangat sulit untuk mengujinya dengan benar dan menunjukkan bahwa vaksin itu berhasil. "Ini benar-benar pertaruhan dan saya tidak tahu bagaimana ini bisa diputuskan sebelumnya."

Sebuah situs web untuk Sputnik V mengatakan, uji klinis tahap akhir atau fase III melibatkan lebih dari 2.000 orang dan dimulai pada 12 Agustus di Rusia, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Brasil, dan Meksiko. Produksi massal vaksin tersebut dijadwalkan akan dimulai pada bulan September.

Related

News 3625333505980360074

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item