Di Inggris, Jutaan Pekerja Stres karena Dipaksa Kembali Bekerja ke Kantor

Di Inggris, Jutaan Pekerja Stres karena Dipaksa Kembali Bekerja ke Kantor

Naviri Magazine - Hampir setengah dari 30 juta pekerja di Inggris bekerja dari rumah selama pandemi covid-19 berlangsung. Bahkan, berdasarkan data Badan Statistik Negara, 9 juta di antaranya 'dipaksa' cuti.

Para karyawan yang bekerja di rumah mengikuti imbauan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus corona.

Namun, saat ini ketika pandemi mulai mereda dan sebagian perkantoran mulai buka, karyawan enggan kembali bekerja di kantor. Setelah hampir enam bulan bekerja di rumah, pekerja 'menuntut' jam kerja yang lebih fleksibel.

Padahal, pemerintah Inggris mengharapkan karyawan kerja di kantor. Para menteri dan pengusaha menegaskan dampak ekonomi yang mengharuskan para karyawan kembali bekerja di kantor.

Sayangnya, desakan tersebut membuat para karyawan jengkel karena dianggap kurang bekerja keras dari rumah.

"Perekonomian perlu membuat orang kembali bekerja," kata Menteri Luar Negeri Dominic Raab dikutip dari CNN.com.

Tak cukup ajakan dari menteri dan para 'bos'. Media massa Inggris pun mulai membuat headline provokatif di koran.

"Kota Hantu Inggris harus kembali bekerja dan Boris Johnson harus memimpin," demikian bunyi tajuk utama kolom surat The Telegraph.

Tajuk tersebut ditulis oleh Kepala Konfederasi Industri Inggris Carolyn Fairbairn. Tak cukup dengan headline yang bombastis, salah satu menteri yang tak mau dikutip namanya membuat pernyataan yang dinilai cukup kontroversial.

"Kembali bekerja atau risiko kehilangan pekerjaan Anda," ungkap menteri yang namanya dirahasiakan.

Pro Kontra Kembali ke Kantor

Pro kontra karyawan kembali ke kantor terus bergulir di Inggris. Anggota Kebijakan Kesehatan, Keselamatan & Kesejahteraan Kongres Serikat Pekerja Inggris Shelly Asquith mengungkap ada pandangan yang mengena para karyawan bahwa yang bekerja di rumah tak benar-benar bekerja.

"Dan ada kurangnya pemahaman tentang betapa kerasnya orang-orang yang bekerja di tengah di lockdown," papar Asquith.

Menurutnya, retorika yang digunakan oleh pemerintah dan pengusaha tersebut mengerikan. Padahal, di balik kembali bekerja di kantor, ada nyawa yang dipertaruhkan.

Bahkan, brand disinfektan Dettol sempat membuat iklan kampanye di stasiun kereta bawah tanah London yang 'menyentil'. Iklan tersebut menampilkan aktivitas sehari-hari yang bisa memindahkan virus.

Perusahaan tersebut memang menerapkan kerja remote bagi para pekerjanya. Perusahaan induk Dettol, Reckitt Benckiser, menolak berkomentar kepada CNN Business tentang kebijakan remote-workingnya.

Dorongan untuk kembali ke tempat kerja muncul di saat yang bersamaan ketika Perdana Menteri Boris Johnson mengumumkan pembatasan baru pada pertemuan sosial sebagai tanggapan atas peningkatan kasus covid-19.

Menanggapi fenomena tersebut, Peneliti Phil Taylor melakukan penelitian tentang pengalaman pekerjaan rumahan untuk Institute of Employment Rights.

"Ketika di kantor, pekerja berada dalam jarak yang relatif dekat satu sama lain, kemungkinan infeksi ini akan terjadi," kata Taylor.

Penelitian Taylor ini menjelaskan masalah yang sangat serius dengan lingkungan pekerjaan.

"Kepadatan pekerjaan dari ruang kantor yang ada, membuat hampir tidak mungkin untuk mempertahankan jarak sosial yang efektif," papar Taylor.

Namun, di sisi lain kekhawatiran perekonomian yang mandek jika pekerja tidak kembali ke kantor. Pasalnya, jalanan dan pusat kota semakin sepi di tengah pandemi virus corona.

Ketua nasional Federasi Bisnis Kecil Mike Cherry mengatakan bisnis makanan dan kopi di pinggir jalan sangat terpukul oleh pandemi. Masalah yang sama sebenarnya tidak terjadi hanya di Inggris. Penelitian Universitas Stanford menunjukkan 42 persen pekerja Amerika bekerja di rumah.

Begitu pula dengan sebagian negara Eropa lainnya. Namun, tanggapan terhadap pekerjaan rumahan di negara-negara Eropa lainnya sangat berbeda dengan di Inggris.

Pada April, Menteri Keuangan Jerman ingin mengesahkan undang-undang yang memberi karyawan hak untuk bekerja dari rumah kapan saja. Di Prancis, pemerintah masih menasihati orang-orang bahwa bekerja dari rumah harus diutamakan jika memungkinkan.

Selain itu, rancangan undang-undang sedang disiapkan di Spanyol akan memberi karyawan hak atas jadwal bekerja yang fleksibel dan memaksa pemberi kerja untuk menutupi biaya kerja dari rumah.

Sayangnya, cara bekerja di rumah tersebut tak pernah dibahas di Inggris. "Sudah waktunya untuk perubahan paradigma dalam cara orang bekerja," pungkas Taylor.

Related

News 2218758996089135066

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item