Soal Munculnya Pungutan Pajak 10 Persen, Ini Tanggapan Shopee dan Twitter

Naviri Magazine - Shopee dan Twitter menanggapi pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kepada para konsumennya. Pungutan pajak sebesar 10 persen ini akan dilakukan 1 Oktober 2020.

Kementerian Keuangan mengungkapkan sebanyak 12 perusahaan luar yang menyediakan layanan digital siap dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Head of Public Policy and Government Relations Shopee, Radityo Triatmojo menjelaskan bahwa pajak itu adalah bukanlah pajak e-commerce, melainkan pajak barang digital tidak berwujud atau jasa digital yang berasal dari luar negeri, sehingga pajak ini tak akan memengaruhi harga jual produk Shopee yang berasal dari Indonesia.

"Jadi tambahan pajak ini tidak akan mempengaruhi harga barang-barang yang dijual di Shopee," kata Radityo dalam keterangan resmi.

Radityo juga menegaskan Shopee selalu mendukung regulasi yang berlaku selama rumusan regulasi itu sesuai dengan undang-undang yang dapat membantu perkembangan UMKM di Indonesia.

"Saat ini kami sedang menunggu sosialisasi resmi dari pihak Kemenkeu / Dirjen Pajak terkait pengesahan resmi peraturan ini," tutur Radityo.

Sampai saat ini, sistem pelaporan pajak yang dilakukan baik oleh Shopee sebagai perusahaan dan juga pedagang dalam aplikasi kami telah dilakukan sesuai dengan standar prosedur dan regulasi yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 untuk basis perusahaan dan penjual.

Dihubungi terpisah, juru bicara Twitter Indonesia mengatakan selalu mematuhi semua peraturan perpajakan di yurisdiksi tempat Twitter beroperasi. Twitter mengatakan kebijakan ini juga akan berlaku bagi perusahaan lain selain Twitter.

Di sisi lain, Twitter terus berkoordinasi dengan entitas perpajakan untuk memastikan ketepatan dan konsistensi pelaksanaannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan pungutan pajak ganda (double-taxation).