Wabah Covid-19 Telah Merenggut Nyawa 1 Juta Orang, Kapan Ekonomi Akan Bangkit?

 Wabah Covid-19 Telah Merenggut Nyawa 1 Juta Orang, Kapan Ekonomi Akan Bangkit?

Naviri Magazine - Dalam sepekan terakhir, beberapa data ekonomi yang dirilis oleh negara-negara maju menunjukkan adanya perbaikan dari periode sebelumnya. Namun prospek pemulihan ekonomi ke depan masih penuh dengan ketidakpastian karena pandemi Covid-19 masih belum selesai.

Semalam Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan angka klaim tunjangan pengangguran AS (initial jobless claim) pekan lalu naik menjadi 870 ribu dari sebelumnya hanya 866 ribu saja.

Angka klaim tersebut juga lebih tinggi dari konsensus pasar yang dihimpun oleh Trading Economics di angka 840 ribu. Namun angka klaim tunjangan pengangguran AS sudah berada di bawah 1 juta sejak akhir Agustus lalu.

Di sisi lain angka penjualan rumah baru di AS juga menunjukkan adanya perbaikan dengan kenaikan 4,8% dibanding bulan sebelumnya. Biro Sensus AS melaporkan penjualan rumah baru AS bulan Agustus di AS mencapai 1,01 juta unit. Ini merupakan angka penjualan tertinggi sejak tahun 2006.

Dalam testimoninya di depan kongres Selasa lalu, ketua bank sentral paling berpengaruh di dunia (the Fed) Jerome Powell mengatakan bahwa pemulihan ekonomi secara penuh baru akan terjadi ketika orang-orang sudah merasa aman untuk melakukan berbagai aktivitas.

Pekan lalu, the Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya mendekati nol persen. Bahkan the Fed mengatakan bakal menahan suku bunga acuan di level rendah untuk waktu yang lama (lower for longer), setidaknya sampai 2023.

Kebijakan moneter yang akomodatif masih akan terus ditempuh the Fed guna mendongkrak perekonomian nomor wahid di dunia yang size-nya mencapai US$ 20 triliun itu.

Beralih ke Zona Euro, sentimen konsumen pun mulai membaik. Pada pembacaan awal indeks keyakinan konsumen bulan September terjadi kenaikan menjadi -13,9 dari bulan sebelumnya yang berada di level -14,7.

Sentimen konsumen Zone Euro tercatat mulai membaik sejak Mei lalu seiring dengan pelonggaran lockdown yang banyak dilakukan oleh negara-negara di Benua Biru tersebut.

Senada dengan the Fed, bank sentral Eropa (ECB) juga menahan suku bunga acuannya yaitu main refinancing rate berada di 0%. Lebih lanjut ECB bakal membeli aset-aset berbasis utang senilai 1,35 triliun euro sampai Juni 2021 di bawah program quantitative easing (QE)-nya yang disebut Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP).

Selain sentimen konsumen yang membaik dan juga data penjualan rumah baru yang meningkat, AS dan Zona Euro juga mencatatkan kenaikan indeks PMI manufakturnya. Pada pembacaan awal untuk indeks PMI manufaktur bulan ini, AS dan Zona Euro masih tercatat melanjutkan tren ekspansinya.

Angka PMI manufaktur AS dan Zona Euro sudah mulai di atas 50 yang mengindikasikan ada jalur ekspansi sejak Juli lalu. Hal ini berbeda dengan Jepang yang angkanya masih di bawah 50. Namun juga menunjukkan adanya perbaikan dibanding bulan sebelumnya menurut Jibun Bank.

Bank sentral Jepang (BoJ) mempertahankan suku bunga acuan jangka pendeknya di -0,1% dan mempertahankan target untuk imbal hasil obligasi pemerintah Jepang 10-tahun di sekitar 0% selama pertemuan bulan September, dengan suara 8-1. Keputusan itu diambil beberapa jam setelah Federal Reserve AS berjanji untuk mempertahankan suku bunga mendekati nol hingga setidaknya 2023.

Jika melihat indikator-indikator di atas tampak bahwa pemulihan ekonomi di negara-negara dengan PDB terbesar di dunia tampak berada di jalur yang on-track. Namun ada hal yang harus dicatat!

Karakteristik dari krisis yang terjadi saat ini sangatlah berbeda dengan krisis keuangan yang sebelumnya terjadi. Jika krisis keuangan global sebelumnya pada 2008 bisa ditangani dan perekonomian bisa pulih, kali ini tidak semudah itu. Masalahnya terletak pada keberadaan virusnya.

Sampai saat ini pandemi Covid-19 belum juga berakhir. Jumlah orang yang positif terinfeksi virus ganas itu secara global telah mencapai 32 juta orang lebih. Sebelum masuk bulan Oktober, angka kematian akibat Covid-19 di dunia diperkirakan bakal menyentuh 1 juta.

Angka kematian ini bahkan lebih mengerikan dari angka kematian akibat malaria (620 ribu), bunuh diri (794 ribu), dan HIV/AIDS (954 ribu) pada 2017 silam. Di sisi lain berbagai negara di dunia akan memasuki periode musim dingin di mana dikhawatirkan wabah akan kembali melonjak dengan tajam.

Hal ini harus diantisipasi, pasalnya meski proses pengembangan vaksin Covid-19 tampak menjanjikan, proses uji klinisnya belum selesai serta jalan kandidat vaksin yang saat ini dikembangkan menuju publik masihlah panjang dan memiliki berbagai tantangan yang rumit.

Oleh karena itu indikator pemulihan yang terjadi saat ini tidak bisa digunakan untuk mencerminkan aktivitas ekonomi di masa mendatang. Prospek perekonomian ke depan masih penuh tantangan dan ketidakpastian.

Related

News 6550531229066685854

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item