Adu Data, Politisi Demokrat vs Stafsus Sri Mulyani Twitwar soal Utang Pemerintah


Naviri Magazine - Utang pemerintah yang terus naik, kembali jadi polemik. Kali ini dipersoalkan oleh politisi Partai Demokrat, Rachland Nashidik. Pernyataan Rachland itu mendapat respons dari Staf Khusus Sri Mulyani, yang menyebutnya sebagai 'kehabisan amunisi'. 

Rachland Nashidik mengungkit soal kenaikan bunga utang pemerintah yang harus dibayar dalam lima tahun terakhir. 

"Utang kita dibikin naik jadi berapa sih sekarang? Kok BUNGA utang saja, yang harus dilunasi, naik terus dan gede banget?" tulis Rachland di akun twitternya. 

Pernyataan itu dia cuitkan, sambil mengutip data dari Kementerian Keuangan soal pembayaran bunga utang dalam negeri dan utang luar negeri. Dari tabel yang dia lampirkan, memang terlihat kenaikan pembayaran total bunga utang sejak 2016 hingga outlook 2020. Yakni dari Rp 182,8 triliun (2016) trennya terus naik hingga menjadi Rp 338,8 triliun (outlook 2020). 

"Duit untuk bayar dari mana? Jangan dong dari utang lagi atau apalagi cetak uang," tulisnya lagi.  

Kritik Rachland Nashidik soal utang ini pun, mendapat respons dari Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo. Meski mengakui ada kenaikan utang secara nominal, namun Yustinus menyebut cuitan Rachland sebagai sesuatu yang sudah kehabisan amunisi, bahkan saat masih di awal tahun.  

"Kasihan, awal tahun sudah kehabisan amunisi. Utang kita secara nominal memang bertambah, cek saja grafik sejak 2010 ini. Ukuran ekonomi (PDB) kita terus bertambah, maka rasionya stabil," tulis Staf Khusus Sri Mulyani itu.  

Cuitan Yustinus pun disertai unggahan sejumlah tabel dan data. Dari tabel itu terlihat, rasio utang terhadap PDB pada 2010 sebesar 24,5 persen, sementara pada 2020 (hingga Oktober) sebesar 37,8 persen. Meski trennya meningkat, namun menurut Yustinus relatif stabil, kecuali pada 2020 karena adanya pandemi COVID-19. 

"Sebenarnya relatif stabil kecuali 2020 yang extraordinary," tulisnya.  

Dia pun menambahkan, penggunaan utang tersebut makin produktif. Sehingga menurutnya, kalau berpikir dinamis dan optimistis, mestinya paham. Apalagi, dia menambahkan, penggunaan utang tersebut makin produktif.  

Sementara itu dalam lini masa tersebut, akun @angkusanang menimpali bahwa kontribusi penambahan utang terhadap pertumbuhan PDB di 5 tahun terakhir era SBY, jauh lebih baik dibanding 5 tahun pertama era Jokowi. 

"Hitung-hitungan goblok si jelata ternyata kontribusi tambahan utang terhadap growth PDB di 5 tahun terakhir era SBY dibanding 5 tahun pertama era pak Jokowi jauh lebih baik," tulisnya. 

Dia pun melampirkan hitungan yang dikutipnya dari data yang ditampilkan Yustinus Prastowo. Rasio kenaikan PDB terhadap penambahan utang pemerintah pada periode 2010-2014 (periode terakhir SBY) menurutnya sebesar 363,79 persen. Sementara rasio yang sama pada periode 2014-2019 (periode pertama Jokowi), sebesar 242,58 persen.

Related

News 329555386064142834

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item