Beethoven: Kisah Musisi yang Terserang Tuli, tapi Terus Menghasilkan Karya Musik Terindah dalam Sejarah (Bagian 2)

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya ( Beethoven: Kisah Musisi yang Terserang Tuli, tapi Terus Menghasilkan Karya...


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Beethoven: Kisah Musisi yang Terserang Tuli, tapi Terus Menghasilkan Karya Musik Terindah dalam Sejarah - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Bagaimana ia kehilangan pendengarannya?

Tentang ketuliannya: "Ah! Bagaimana saya bisa mengakui kelemahan perasaan saya bahwa dalam diri saya seharusnya ada dalam keadaan yang lebih sempurna?"

Apa yang telah dibuktikan adalah bahwa pendengaran Beethoven sangat terpengaruh, seperti yang diamati dan dilaporkan oleh Dr Wagner setelah otopsi. Meredith mengatakan bahwa ketulian mungkin terkait dengan penyakit pencernaannya, karena saat mulainya bertepatan.

"Lebih lagi, Beethoven terus-menerus mengeluhkan demam dan sakit kepala, yang dideritanya selama sisa hidupnya."

Teori lain, yang dikemukakan oleh Dr Philip Mackowiak dari Fakultas Kedokteran Universitas Maryland, adalah bahwa hal itu mungkin merupakan efek samping dari sifilis kongenital.

Penyakit itu - "diimpor" dari benua Amerika - melanda Eropa hingga di luar kendali dan menyebabkan masalah serius dalam populasi yang tidak berdaya. Dalam kasus Beethoven, penyakit itu timbul sebagai keluhan gastrointestinal dan ketulian, kata Dr Mackowiak.

Tetapi ahli bedah saraf Henry Marsh percaya bahwa tidak ada bukti konklusif tentang ini, hanya spekulasi.

Trauma sebagai tuna rungu

Yang diketahui secara pasti adalah bahwa masalah pendengaran Beethoven dimulai antara tahun 1797 dan 1798.

Mengikuti nasihat dokternya, pada 1802 Beethoven meninggalkan Wina dan mencari ketenangan di kota terdekat bernama Heiligenstadt untuk mencoba menerima kondisi kesehatannya.

Di sini, ia menulis surat kepada saudara-saudaranya - kumpulan surat yang kemudian dikenal sebagai Heiligenstadt Testament - di mana dia mencatat pikiran-pikirannya untuk bunuh diri dan keinginannya untuk menghindari orang lain.

"... hampir enam tahun yang lalu saya terserang penyakit berbahaya yang telah diperburuk oleh dokter yang tidak mampu," tulisnya, mengungkap isi hatinya dan membahas bagaimana ketulian membuatnya menderita - dan bagaimana hal ini menjelaskan perilakunya yang tidak menentu.

"Saya harus hidup sebagai penjahat. Jika saya mendekati orang-orang, kesedihan yang mengerikan segera mencengkeram saya: yaitu memperlihatkan diri saya sehingga kondisi saya terungkap," tulis Beethoven.

Namun terlepas dari ketidakbahagiaannya karena kehilangan pendengaran, ia memutuskan untuk terus hidup demi dan melalui karya seninya.

Surat yang tidak pernah dikirim itu ditemukan di antara kumpulan kertas-kertas setelah kematiannya.

Salah satu bagian yang paling mengharukan berbunyi: "Ah! Bagaimana mengakui kelemahan perasaan saya, bahwa dalam diri saya seharusnya ada dalam keadaan yang lebih sempurna, pada tingkat kesempurnaan yang hanya diketahui oleh sedikit musisi."

Pertama-tama, Beethoven mengatakan ia kehilangan kemampuan untuk mendengar frekuensi tertentu, tetapi seiring waktu dirinya kehilangan sebagian besar pendengarannya.

"Ada laporan yang menggambarkannya sebagai tuli dan berbicara dengan keras," kata Prof Tunbridge, "tetapi tidak diketahui persis bagaimana situasinya."

Apa yang diketahui bahwa pada tahun 1818 sudah sulit baginya untuk memahami ucapan orang, jadi dia memintanya untuk menulis pertanyaan-pertanyaannya dan komentarnya.

Ada anekdot yang terekam di akhir hidupnya yang menunjukkan bahwa Beethoven masih bisa menangkap suara tertentu, meski dengan cara yang halus, seperti saat ia terkejut mendengar jeritan bernada tinggi.

Musik sebagai rangkaian getaran

Yang menambah rasa frustrasi karena tidak bisa menikah adalah ia juga tidak bisa mendengar. Tapi ia tidak hanya terus mengarang musik, Beethoven juga menciptakan beberapa karyanya yang paling ekspresif, mengharukan, dan eksperimental.

Dalam Heiligenstadt Testament, "Beethoven memutuskan bahwa hidup terus memiliki nilai, bahwa ia akan terus mengarang, dan bahwa musiknya akan menyelamatkannya," kata Prof Tunbridge.

Karena keunggulan instrumen Beethoven adalah piano, ia terus mengarang musik dengan instrumen itu, dengan bantuan berbagai perangkat yang ditambahkan untuk memperkuat suara.

Meski begitu, instrumen Beethoven yang paling kuat adalah otaknya.

"Anda harus ingat bahwa musisi sangat bergantung pada imajinasi mereka, bahwa mereka dapat mendengar suara di kepala mereka, dan bahwa Beethoven telah menciptakan musik sejak masa kanak-kanak," jelas Prof Tunbridge.

"Mungkin dia tidak bisa mendengar dunia luar, tetapi tidak ada alasan untuk berpikir bahwa kemampuan mendengarkan musik dalam pikirannya memburuk atau kreativitas musiknya berkurang," tambah profesor itu.

Kekuatan dan kegembiraan

Di luar keputusasaan menulis musik yang tidak dapat didengar telinganya, Beethoven menghadapi tantangan baru: memperkaya karyanya dengan kekuatan dan ekspresi fisik yang belum pernah dialami sebelumnya.

Faktanya, beberapa penafsir modern menganggap bahwa ketulian meningkatkan bakat musiknya dalam banyak hal.

"Jika Anda tidak dapat mendengar dengan baik, Anda bergantung pada energi musisi untuk mengekspresikan musik Anda," kata komposer Inggris, Richard Ayres.

Ayres, yang juga tuna rungu dan menulis karya yang terinspirasi oleh Beethoven, berkata bahwa maestro hebat tersebut membuat "musik yang lebih bersemangat, garis musiknya lebih menonjol dan lebih jelas" dengan ketebatasannya.

Itulah yang diminta Beethoven dari para musisi - dia bisa melihat gerakan tubuh mereka dan energi yang mereka berikan untuk penampilan mereka, kata Ayres.

Musiknya mendapatkan kualitas yang berdetak kuat, yang membawanya ke tempat-tempat tak terduga yang menghasilkan momen-momen yang tak terduga dan mengharukan... seperti yang dicontohkan oleh karya terakhirnya.

"Heiliger Dankgesang" miliknya (kuartet senar No.15, Opus 132) misalnya, adalah karya yang sangat menggembirakan, diciptakan sebagai rasa syukur kepada Tuhan karena telah membantunya sembuh dari penyakit.

Kemanusiaan dan harapan

Ada banyak bukti untuk mengkonfirmasi "dia tidak ramah dan sakit," kata Prof Tunbridge, "tapi Beethoven lebih dari itu."

"Ada sisi lain dari dia, lebih ramah dan lucu. Ada contoh lain yang menyoroti kualitas kemanusiaannya," tambahnya.

Beethoven menyusun "Ode to Joy" di tengah salah satu momen pribadinya yang paling sulit, menunjukkan bahwa ia memiliki harapan untuk masa depan - perasaan itu yang juga membanjiri karya-karya selanjutnya, kata Prof Tunbridge.

Sejak usia dini, Beethoven ingin sekali menulis musik untuk puisi oleh Friedrich Schiller dengan nama yang sama itu - dan akhirnya ia menemukan cara untuk memasukkannya ke dalam Simfoni Kesembilan.

"Saya pikir cita-cita yang diungkapkan dalam teks, persaudaraan dan kebahagiaan, adalah apa yang diharapkan Beethoven dalam hal politik dan dalam masyarakat luas," kata Prof Tunbridge.

"Dia menyimpan harapan itu sampai akhir hidupnya, dan itu adalah sesuatu yang tidak bisa kita abaikan."

Related

History 4284024667830894977

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item