Gregor Mendel, Ilmuwan Penting yang Nyaris Dilupakan Dunia (Bagian 1)


Naviri Magazine - Tidak semua penemuan dirayakan, sebagian malah sempat diabaikan dan terlupakan. Itulah yang terjadi pada Gregor Johann Mendel semasa hidup. 

Ilmuwan yang nangkring di urutan nomor 59 dari 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah menurut Michael H. Hart ini adalah penemu prinsip dasar genetika. Tapi, semasa hidup, Mendel hanya dikenal sebagai seorang biarawan biasa, yang bahkan gagal dalam ujian sertifikasi pengajar.

Johann Mendel lahir di Heizendorf, sebuah kota kecil di Moravia bagian utara—kini wilayah Republik Ceko—pada 1822. Ia bertumbuh di tengah keluarga petani sederhana di perdesaan, tapi punya penghargaan yang tinggi pada pendidikan. Tak heran jika kemudian Johann kecil sudah akrab dengan praktik pertanian.

Kemampuan akademiknya pun sudah ketahuan sejak kecil. Maka itu, seorang pastor di desanya menyarankan agar orang tuanya tak ragu menyekolahkan Johann ke kota. Pada 1840, di umur 18, Johann akhirnya masuk Universitas Olmutz, tempat ia mempelajari filsafat, matematika, dan fisika.

Selepas lulus dari Universitas Olmutz tiga tahun kemudian, ia memilih jalan hidup sebagai biarawan. Dia lalu pindah ke Kota Brunn—kini Brno di Republik Ceko—dan bergabung dengan Ordo Agustinian. Pada 1847, ia dilantik jadi pendeta dan mendapat nama depan Gregor.

Tak hanya menjalankan tugas-tugas parokial, Gregor juga diminta mengajar. Sebenarnya, ia termasuk guru yang baik, tapi entah mengapa ia gagal dalam ujian sertifikasi pada 1850.

“Dia gagal dan mendapatkan nilai paling rendah dalam biologi dan geologi! Walau begitu, kepala biara penanggung jawab di tempat Mendel berada mengirimkan Mendel ke Universitas Vienna, tempat dia belajar matematika dan sains dari tahun 1851 sampai 1853,” tulis Michael Hart dalam 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia (2012: 301).

Sebagaimana di Universitas Olmütz dulu, di Wina Gregor Mendel kembali pada kegemaran lamanya mempelajari fisika dan matematika. Encyclopedia Britannica menyebut ia dimentori oleh fisikawan Austria, Christian Doppler dan Andreas von Ettinghausen. Lain itu, dia juga mempelajari anatomi dan fisiologi tanaman, di bawah ahli botani Franz Unger.

Di tempat yang tepat

Usai lulus dari Universitas Wina, Gregor Mendel kembali ke biara dan mengajar di Brunn Realschule.

Penulis majalah sains Smithsonian, Beth Py-Lieberman, menyebut bahwa kesuksesan eksperimen Gregor Mendel tak hanya ditunjang oleh kualitas dirinya, tapi juga karena dia “berada di tempat yang tepat”. Dia memang guru tak bersertifikat, tapi Kepala Biara Cyrill Napp tahu benar bakatnya dalam sains dan eksperimen. 

Tak hanya suportif, Cyrill Napp juga visioner. Berpegang pada diktum Agustinian “Per Scientiam Ad Sapientiam” (dari pengetahuan ke kebijaksanaan), Cyrill Napp mengelola biara selaiknya lembaga penelitian ilmiah.

Maka itu, ketika Gregor Mendel mengajukan proposal eksperimen hibridasi tanaman pada 1954, Cyrill Napp tak ragu memberikan restu. Ia bahkan membantu membangun rumah kaca khusus di kebun biara, untuk kelancaran eksperimen Gregor Mendel.

Lantas mengapa Gregor Mendel tertarik melakukan eksperimen hibridasi tanaman?

“Mendel tidak pernah secara eksplisit menggambarkan motivasinya untuk bereksperimen. Beberapa penulis biografinya berspekulasi bahwa ia sedang menyelidiki teori populer bahwa hibridisasi [perkawinan antara dua spesies berbeda] dapat memunculkan spesies baru,” tulis Beth Py-Lieberman.

Tujuan yang ingin dicapai Gregor Mendel adalah untuk melacak transmisi karakter turun-temurun pada generasi-generasi spesies. Mendel hendak mencari jawaban yang lebih saintifik tentang hereditas. Pasalnya, hingga saat itu konsepsi yang ada tentang proses hereditas masih sumir, dan bercampur baur dengan takhayul.

Di abad ke-19 itu, masyarakat masih ada yang meyakini diktum lawas Aristoteles dari abad ke-4 SM, bahwa perempuan memasok apa yang disebutnya "materi" dan laki-laki memberinya "gerak".

Begitu juga dengan asumsi feodal tentang "darah biru", bahwa orang tua mewariskan kepada setiap anak semua karakteristiknya. Karakteristik itu juga merupakan akumulasi dari karakter leluhurnya dari generasi yang lebih tua. Konsepsi ini tentu saja dipercayai oleh para bangsawan feodal yang statusnya bersandar pada silsilah.

Bahkan ada segolongan orang yang percaya pada konsep telegoni, yang menyebut bahwa karakteristik keturunan tak hanya dipengaruhi oleh ayah biologisnya saja, tetapi juga oleh laki-laki yang sebelumnya pernah berhubungan seks dengan si ibu.

Baca lanjutannya: Gregor Mendel, Ilmuwan Penting yang Nyaris Dilupakan Dunia (Bagian 2)

Related

Science 7977383703378999039

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item