Kisah Dokter Rubiono, Pakar Kode Rahasia Pertama di Indonesia (Bagian 2)

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya ( Kisah Dokter Rubiono, Pakar Kode Rahasia Pertama di Indonesia - Bagian 1 )...


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Dokter Rubiono, Pakar Kode Rahasia Pertama di Indonesia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pesan itu didengar Rubiono, tapi tak sepenuhnya bisa dilaksanakan sebab pasukan Belanda telanjur dekat dengan kantor Jawatan Sandi. Rubiono akhirnya menyuruh anak buahnya untuk berpencar menyelamatkan diri dan membawa peralatan sandi, termasuk Buku C, buku berisi sandi-sandi yang ia buat dua tahun sebelumnya. Buku itulah yang dijadikan patokan sandi negara.

Beberapa anak buahnya ada yang lari ke Gunung Kidul, sementara ia sendiri pergi ke barat, ke Menoreh. Setelah menemukan persembunyian di rumah Merto Semoto, ia melanjutkan perjalanan ke Jawa Barat. Kemungkinan ia mendirikan pemancar radio rahasia di sana. 
Hikayat Sang Pembuat Kode

Raden Rubiono Kertopati nama lengkapnya. Seperti kode yang ia buat, kisah hidupnya tak mudah terpecahkan. Rubiono seperti menyimpan teka-teki sejarah.

Ia hanya diketahui lahir di Ciamis, Jawa Barat, dari keluarga ningrat. Ia tercatat pernah sekolah “dokter Jawa” di NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) Surabaya. Ia punya sahabat dekat, Ibnu Sutowo dan G.A. Siwabessy. Belakangan Ibnu jadi “bapak Pertamina” dan Siwabessy jadi “bapak atom” Indonesia.

Ketiga sahabat ini berpisah sekitar 1941. Belanda terdesak Jepang di Pasifik. Mereka harus mengamankan Papua sebagai antisipasi. Sebagian lulusan NIAS diperbantukan di dinas medis ketentaraan Belanda di Papua, termasuk Rubiono.

Kurang lebih empat tahun Rubiono di pedalaman Papua untuk memberikan vaksinasi malaria kepada warga di sana. Pada 1944, setahun menjelang Jepang kalah, Rubiono dipindahkan sebagai tentara medis cadangan di Detasemen III tentara Belanda, NICA.

Tapi ada “puzzle” yang belum ditemukan dari jejak langkah Rubiono. Bagaimana ia bisa kembali lagi ke Indonesia dan bergabung dengan tentara Republik? Hingga akhirnya ia dipanggil Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin pada 4 April 1946 untuk memimpin Dinas Code, sebuah badan pemberitaan rahasia milik negara.

Hingga kini belum jelas alasan Amir memilih Rubiono. Tapi Tampil Chandra Noor Gultom, Subbag Infomasi-Bagian Humas dan Kerja sama Museum Sandi Yogyakarta, menyampaikan, sandi buatan Rubiono dianggap paling efektif dibanding sandi sebelumnya. “Kerumitannya tinggi,” kata Tampil.

Tampil menambahkan, Rubiono saat itu belajar sandi secara autodidak. Ilmu itu ia dapatkan dari pengalaman selama menjadi tenaga medis dan sering berkomunikasi secara rahasia dengan tentara. Sampai akhirnya ia memiliki insting dan intuisi untuk menciptakan sandi. 

Di dalam Buku Kode C buatan Rubiono itu terdapat tanda baca, cara menulis, arti, dan lain sebagainya. “Satu sama lain tidak ada kesamaan,” terangnya.

Buku Kode C itu terdiri dari 10.000 kata dalam bahasa Inggris dan Belanda. Buku ini menjadi pedoman para penulis kode di awal-awal Republik berdiri. Namun, sandi-sandi itu selalu diubah tiap minggu atau bulan. "Untuk menghindari kebocoran," jelasnya.

Selama kurun 1946 sampai 1948, sandi buatan Rubiono terus digunakan. Sandi tersebut juga dipakai saat Indonesia menghadapi perundingan-perundingan dengan Belanda. Termasuk ketika terjadi Serangan Oemoem Satu Maret 1949 yang memberi pesan kepada dunia Internasional bahwa Indonesia masih bisa melawan, Indonesia masih ada. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan Peristiwa 6 jam di Yogya.

“Pengiriman [informasinya] dengan model telex dengan morse,” beber lulusan arkeologi itu.

Selama dipakai, apakah sandi Rubiono pernah bocor?

“Untuk kabar tersebut sendiri saya belum tahu. Yang saya tahu bahwa dengan sistem monitoring, akan membuat efektif untuk pemantauan,” kata Tampil.

Sandi buatan Rubiono ternyata pernah bocor. Pratama B. Persada di video YouTube “Kode untuk Republik” menjelaskan bahwa pada saat pemerintah Indonesia membuat pemerintahan darurat di Sumatra (PDRI), radiogram yang bocor. 

Kabar itu sampai di telinga petinggi Belanda. “Hal ini terekam melalui laporan CMI [dinas intelijen Belanda] mengenai PDRI yang dikeluarkan di Batavia 7 Juni 1949,” jelasnya.

Namun, informasi yang didapat Belanda itu sepertinya telat. Sebagaimana diketahui, Simatupang telah bisa menjalin hubungan dengan Sumatra pada akhir Januari 1949. Saat itu Simatupang bergerilya di Banaran di kawasan perbukitan Menoreh, sekitar 8 kilometer dari Gua Sriti, markas gerilya Pangeran Diponegoro pada 1825-1830.

“Dan sekarang, seratus dua puluh tahun kemudian [1948], kami dengan dengan tidak sengaja telah tiba di sana,” kata Simatupang dalam Laporan dari Banaran.

“Belajar dari sanalah pejuang-pejuang itu dari kemudian hari tahun 1948 merasa sangat bagus dan efektif untuk melakukan persembunyian,” jelas Tampil.

Baca lanjutannya: Kisah Dokter Rubiono, Pakar Kode Rahasia Pertama di Indonesia (Bagian 3)

Related

Indonesia 4608247179930411099

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item