Kisah Dokter Rubiono, Pakar Kode Rahasia Pertama di Indonesia (Bagian 3)

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya ( Kisah Dokter Rubiono, Pakar Kode Rahasia Pertama di Indonesia - Bagian 2 )...


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Dokter Rubiono, Pakar Kode Rahasia Pertama di Indonesia - Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Rubiono di antara rahasia negara

Semua pejuang Republik akhirnya keluar dari persembunyian ketika Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Agustus 1949. Rubiono yang sebelumnya pergi ke Jawa Barat kembali menjabat sebagai Kepala Jawatan Sandi Negara.

Tidak banyak yang bisa diceritakan dari Rubiono selama Indonesia dalam kekuasan Sukarno. Dua lembar surat keputusan yang diteken Sukarno pada 23 Noveber 1954 sedikit memberi petunjuk tentang dirinya. 

Pada surat itu disebutkan, Rubiono sebagai Kepala Jawatan Sandi ditunjuk sebagai anggota “Panitia Negara untuk Penjelidikan Radio-aktivitet”. Panitia ini bertugas menyelidiki potensi atom sebagai sumber energi baru di Indonesia. Di kepanitiaan itu ia bertugas bersama G.A. Siwabessy, ahli atom yang bekerja di Kementerian Kesehatan. Sahabatnya semasa di NIAS.

Sampai menjelang kekuasaan Sukarno berakhir pada 1965, nama Rubiono kembali muncul. Ia disebut sebagai anggota tim dokter tentara yang melakukan autopsi terhadap tujuh Pahlawan Revolusi atas perintah Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban.

Namun, saat itu laporan rinci tentang autopsi tidak pernah dipublikasikan. 

Atas nama rahasia tentara, Rubiono bungkam setidaknya sampai Soeharto menjabat sebagai Presiden pada 1967. Sejak tahun itu, peran Rubiono dalam telekomunikasi Indonesia terhitung penting. Ia menjabat sebagai Dewan Telekomunikasi Indonesia, sekaligus mendirikan Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari).

Rubiono pula yang mewakili Indonesia dalam konferensi Intelsat. Intelsat merupakan perusahaan layanan satelit terkemuka dengan anggota Amerika Serikat (AS), Australia, Jepang, Kanada, dan Tujuh Negara Eropa. Perusahaan ini berencana meluncurkan Intelsat III yang mengorbit di daerah Samudra Hindia pada 26 Januari 1967.

Pada surat delegasi AS tertanggal 4 Maret 1969, disebutkan Rubiono memiliki kesan terhadap delegasi AS bahwa rencana peluncuran satelit itu hanya untuk kepentingan Intelsat. Karenanya, ia mengusulkan satelit juga diperuntukkan bagi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.

Delegasi AS menyetujui usulan itu, dengan syarat sistem satelit di Indonesia sesuai dengan Intelsat dan bersedia membayar setiap akses terhadap satelit itu. Belakangan, akses satelit Intelsat III dipakai oleh Indosat, dan mulai beroperasi secara komersial selama 20 tahun sejak September 1969.

Peran Rubiono tak hanya di bidang telekomunikasi, di bidang kesehatan keahliannya masih dibutuhkan. Ia ditunjuk Soeharto untuk menjadi dokter kepresidenan. Salah satu tugasnya adalah mengawasi kondisi kesehatan Sukarno selama “disingkirkan” Soeharto.

Asvi Warman Adam, sejarawan LIPI, pada artikelnya di Jawa Pos menulis, ada perbedaan perlakuan antara Soeharto dan Sukarno ketika mereka sama-sama menjadi mantan kepala negara. Soeharto memperoleh hak dan fasilitas, sementara Sukarno menjadi semacam tahanan rumah di Wisma Yaso dan tidak boleh dikunjungi masyarakat umum.

“Putrinya sendiri, Rachmawati, hanya boleh besuk pada jam tertentu,” tulis Asvi dalam artikel berjudul “Beda Pemakaman Soeharto dan BK”, yang dimuat pada 28 Januari 2008, sehari setelah Soeharto mangkat.

Menurut Asvi, Rachmawati pernah menanyakan kondisi Bung Karno kepada Rubiono selaku dokter kepresidenan, bahwa ayahnya menderita gagal ginjal saat dirawat di RSPAD, tapi tidak dilakukan cuci darah. Jawaban Rubiono ketika itu, “alat itu sedang diupayakan untuk dipesan ke Inggris.”

Sampai kemudian Sukarno wafat pada 21 Juni 1970, cuci darah itu tak pernah dilakukan. Sementara setahun kemudian Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1971 meluncur. Isinya perintah Soeharto untuk membangun RSPAD. “Ditetapkan dalam Keppres Mayjen TNI Dr. Roebiono Kertopati sebagai Ketua Dewan Pengawas,” demikian ditulis di situs resmi RSPAD.

Kala mendapat tugas itu, Rubiono juga masih menjabat sebagai Kepala Sandi Negara. Ketika “dokter sandi” ini meninggal pada 23 Juni 1984, masih banyak “kode-kode” yang belum terpecahkan hingga kini.

Related

Indonesia 993495068494564793

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item