Misteri Pyrokinetic, Orang yang Mampu Mengendalikan Api (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Misteri Pyrokinetic, Orang yang Mampu Mengendalikan Api - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pyrokinesis berada di bawah payung telekinesis (atau, kadang-kadang, psikokinesis) di mana seorang praktisi menggunakan pikirannya untuk mempengaruhi dunia fisik di sekitar mereka. 

Secara tradisional, seorang pyrokinetic dapat menyalakan api ketika kondisi sesuai dengan pasokan yang cukup untuk menciptakan api, yaitu bahan bakar, oksigen dan panas, kemudian memanipulasi intensitas api, dan arah di mana bahan-bahan itu berada. 

Jadi, pyrokinetic dapat mengobarkan setumpuk surat kabar dan tidak membakar tirai di dekatnya, atau menyebabkan api menyebar dengan cepat melalui daerah tertentu pada kecepatan yang tidak wajar.

Walaupun tidak ada eksperimen empiris yang telah terbukti sesuai dengan yang ditampilkan oleh tradisi pyrokinesis populer, kemampuan untuk menghasilkan panas telah ditunjukkan oleh praktisi seni bela diri tertentu.

Seniman bela diri ini, dengan memanipulasi energi 'chi', dapat memancarkan panas dari tangan mereka atau bagian lain dari tubuh mereka. 

Beberapa berpendapat bahwa kemampuan ini hanya pyrokinesis berbentuk bio feedback dan sekadar kontrol, meningkatkan dan peningkatan kemampuan alami tubuh untuk menghasilkan panas, sementara yang lain mengatakan bahwa itu adalah kemampuan manipulasi pikiran dunia materi, dan dengan demikian memenuhi syarat sebagai (telekinesis).

Banyak yang memiliki kemampuan ini bekerja dengan energi negatif yang cenderung lebih hangat, kemudian berubah bentuk ke energi positif. Pemilik kemampuan ini cenderung penuh energi negatif, dan dengan demikian sangat panas bila disentuh, atau dalam kekurangan energi negatif sehingga menjadikannya cukup beku untuk disentuh.

Fenomena yang dialami para penderita pyrokinetics berbeda dengan yang disebut penghangusan tubuh secara spontan atau Spontaneous human combustion (SHC). SHC sering berakibat fatal, karena panas yang terjadi mampu mengubah tubuh menjadi setumpuk abu, hanya dalam beberapa menit. 

Bisa dibayangkan seberapa kuat panasnya, bila dibandingkan dengan pembakaran jenazah di krematorium yang menggunakan panas pada suhu 1.110 C. Perlu waktu 8 jam untuk membakar jenazah di situ. Itu pun bekas yang ditinggalkan tidak seperti pada peristiwa SHC.

SHC adalah fenomena yang tidak secara langsung berkaitan dengan pyrokinesis, tetapi kesimpulan logis yang didapat dan telah ditarik di antara keduanya adalah jika seseorang tiba-tiba terbakar tanpa alasan yang dapat dipahami, tentu saja dapat menjadi target pyrokinetic, jika seseorang mengandaikan adanya hal semacam itu. 

Teori-teori lain di sekitar keduanya, SHC dan praktisi pyrokinesis yang berjuang untuk mengendalikan kemampuan mereka dan secara tidak sengaja mengubahnya pada diri mereka sendiri, sehingga terjadilah SHC.

Willy Brough (12) dari Turlock, California, misalnya, diduga mampu menyalakan api hanya dengan memandangnya. Akibatnya, ia diusir keluarganya karena dianggap kerasukan roh jahat. 

Untunglah, seorang petani yang tinggal dekat rumahnya mau memungut bocah itu dan kembali menyekolahkannya. Namun sayang, di sekolah baru ini ia hanya bertahan 1 hari. Karena hanya dalam sehari itu, lima ruang kelas dilalap api yang bersumber dari sorot matanya.

Contoh lain adalah Benedetto Supino dari Formia, dekat Roma, yang selanjutnya menjadi perhatian masyarakatnya. Bermula pada tahun 1982, ketika buku komik yang dibacanya di ruang tunggu dokter gigi tiba-tiba menyala. Sejak itu, ia dan keluarganya dikejutkan oleh beberapa kebakaran. 

Meja-kursi dan bermacam-macam barang lainnya terbakar setiap kali Benedetto melewatinya, termasuk juga seprai tempat tidurnya, atau barang-barang yang dipegangnya, terutama buku. Demikian pula dengan barang yang dipandangnya dengan serius, seperti yang pernah terjadi pada benda plastik yang dipegang pamannya.

Kemampuan itu membuat Benedetto sangat malu, bahkan tertekan. Sementara para ilmuwan tidak mampu membantunya. Profesor Mario Scuncio dari Pusat Kesehatan Sosial Tivoli, misalnya, justruu memberikan diagnosis yang agak janggal dengan menilai kondisi kejiwaan anak laki-laki yang pendiam dan kutu buku itu sangat normal. 

Dr. Giovanni Ballesio, dekan jurusan pengobatan kesehatan dari Rome University, yang pernah menyelidiki kemungkinan ketidaknormalan pada orang yang memiliki kemampuan membangkitkan listrik tinggi pun tidak mampu menemukan penjelasan apa-apa di balik semua kebakaran itu. 

Benedetto hanya menyandarkan harapannya pada parapsikolog Demetrio Croce, yang mencoba mengajarkan bagaimana mengontrol kemampuannya itu.

Nasib mengenaskan lain dialami Jennie Bramwell yang yatim piatu. Hanya dalam beberapa minggu setelah diadopsi, di rumah Dawson, keluarga angkatnya di Thorah Island, Ontario, terjadi berpuluh kali kebakaran kecil. Api yang menjilat langit-langit, dinding, perabotan, handuk, bahkan kucing kesayangan keluarga, terjadi spontan saat Jennie ada di dekatnya. Jennie pun dikembalikan ke rumah yatim piatu.

Kemampuan seperti juga dikembangkan oleh para biksu Tibet, bahkan hal ini diujikan dalam proses inisiasi mereka, dengan membungkus diri dalam lembaran kain dan kertas basah, dan menghabiskan malam di pegunungan yang dingin, duduk di salju. Di pagi hari, jika mereka lulus ujian, kertas dan kain akan mengering, dan beberapa salju yang menyentuh tulang kaki di sekitar biarawan akan meleleh.

Related

Science 6250549572169633260

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item