Toxic Family: Apa yang Harus Dilakukan Jika Tinggal di Keluarga yang Beracun?


Naviri Magazine - Karakter masyarakat kita yang cenderung kolektif dan meletakkan keluarga, pernikahan, atau orangtua di tempat tinggi membuat sebagian orang kesulitan keluar dari situasi toxic family. Dalam berbagai ajaran agama, melawan orangtua dianggap sebagai dosa sehingga banyak anak yang memilih menurut sekalipun sikap orangtua menyakiti mereka.

Menentang kehendak suami dipandang tabu, mengonfrontasi sikap beracun istri dapat memicu pertikaian dan perceraian yang setengah mati ingin dihindari sebagian suami. Bercerita kepada orang lain tentang toxic family yang sedang dihadapi seseorang juga berpeluang membuatnya disalahkan. Ekornya, orang tersebut tidak dapat berbuat apa-apa kecuali bergeming dan berharap anggota keluarga beracun yang dihadapinya suatu saat berubah.

Alih-alih mendiamkan keadaan, sejumlah pakar psikologi menyarankan orang dalam toxic family untuk mengambil tindakan berani demi kebahagiaannya sendiri. Salah satunya adalah dengan mengambil jarak serta berhenti menanggapi mereka. 

Bagi sebagian orang, pilihan ini menimbulkan pertanyaan, “Tidakkah saya berlaku sama dengan anggota keluarga toxic yang juga sering mengabaikan saya?” Bagi psikolog keluarga dan penulis Dr. Sherrie Campbell, itu berbeda.

Dalam bukunya, But It’s Your Family…: Cutting Ties with Toxic Family Members and Lovinng Yourself in the Aftermath, ia menyatakan, saat anggota keluarga yang toxic mendiamkan seseorang, ia membuat orang itu merasa terasing, tersakiti, tidak aman, serta ditinggalkan. Namun, bila yang bersangkutan bertindak serupa setelah menerima perlakuan buruk anggota keluarganya, hal tersebut ia lakukan dengan tujuan melindungi dirinya sendiri serta berusaha melanjutkan hidup dengan lebih baik.

Sikap beracun yang ditunjukkan anggota keluarga bisa saja tergolong kekerasan psikis. Sehubungan dengan hal ini, konstitusi Indonesia sudah menjamin hak tiap warga untuk mendapat perlindungan dari kekerasan dari keluarganya melalui UU PKDRT.

Dalam pasal 7 disebutkan, kekerasan psikis mencakup perbuatan yang menyebabkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Jika hal ini terjadi, mengadvokasi diri lewat jalur hukum dapat dilakukan.

Meninggalkan anggota keluarga beracun tentu membutuhkan perencanaan juga. Misalnya, istri yang hendak meninggalkan suami atau anak yang mau keluar dari rumah orangtua.

Karena itu, membangun jaring pengaman adalah hal penting yang mesti dilakukan selepas keluar dari toxic family: apakah ada anggota keluarga lainnya atau teman-teman yang dapat memberi dukungan moral atau material sesuai yang dibutuhkan nantinya.

Selain itu, mencari bantuan profesional untuk pemulihan kondisi mental juga dapat dipertimbangkan seseorang ketika akan atau setelah menyetop relasi dengan anggota keluarga beracun.

Related

Psychology 3601517392769389407

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item