Kisah Tutupnya Raksasa Ritel Indonesia: Giant, Centro, sampai Matahari


Naviri Magazine - Pandemi Covid-19 menyebabkan bisnis ritel raksasa tanah air terguncang. Aktivitas ekonomi yang belum pulih karena kebijakan pembatasan sosial menyebabkan penurunan pendapatan pengelola ritel besar di tengah tingginya beban biaya operasional.

PT Hero Supermarket Tbk (HEO) perusahaan pengelola gerai ritel Giant misalnya, menutup gerainya di Depok, Jawa Barat dan Kalibata, Jakarta Selatan.

Direktur HERO, Hadrianus Wahyu Trikusumo menjelaskan, penutupan beberapa toko tersebut merupakan proses transformasi bisnis perseroan untuk memastikan bahwa kami dapat bersaing secara efektif dalam bisnis ritel makanan di Indonesia.

Pasalnya, ritel makanan telah mengalami peningkatan persaingan dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, kinerja bisnis secara keseluruhan juga sangat terpengaruh oleh pandemi yang sedang berlangsung.

"Beragam pembatasan telah memengaruhi operasional toko kami dan pelanggan telah mengubah perilaku belanja serta pola permintaan produk mereka," kata Hadrianus, dalam penjelasannya.

Selain Giant, emiten ritel milik Grup Lippo, PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) juga berencana menutup 13 gerainya pada tahun ini.

Sekretaris Perusahaan Matahari Department Store, Miranti Hadisusilo, menjelaskan bahwa 13 gerai yang dimaksud saat ini memang belum ditutup, kendati memang direncanakan ditutup.

"Bahwa 13 gerai yang ditutup, sampai saat ini belum ditutup, tapi memang rencana akan ditutup di 2021," kata Miranti.

Mengacu pada laporan kuartalan, hingga Q1-2021, perusahaan mengoperasikan 147 gerai, jumlahnya sama dengan posisi 31 Desember 2020. Jumlah itu terbagi di Sumatera 28, Jawa 86, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku 28 dan wilayah lainnya 5 gerai.

Dari 147 gerai tersebut terdapat 124 gerai reguler dan 23 gerai dalam pengawasan. Sementara itu selama Q1, Matahari dijadwalkan menutup 13 gerai tahun ini, dan masih ada 10 gerai yang dalam pengawasan untuk kemungkinan ditutup. Meski demikian, ada satu gerai baru dibuka pada April ini yakni di Balikpapan Ocean Square.

Dampak pandemi juga dirasakan emiten toko ritel lainnya yakni pengelola jaringan ritel Centro, PT Tozy Sentosa yang menutup gerai di Bintaro dan Plaza Ambarrukmo.

Centro termasuk jaringan ritel milik Parkson Retail Asia Limited (Ltd) yang tercatat di Bursa Singapura (SGX), yang dikelola oleh Tozy Sentosa. Sementara di negeri jiran Malaysia, terafiliasi dengan Parkson Holdings Berhad yang tercatat di Bursa Malaysia. 

Parkson Retail Asia Ltd didirikan pada 1987 silam. Dilansir dari laporan keuangan perusahaan per Juni 2020, Parkson adalah salah perusahaan bisnis ritel department store di kawasan Asia. Perusahaan ini pertama kali melantai di Bursa Singapura pada 3 November 2011.

Secara total, sampai 30 Juni tahun lalu perusahaan ini memiliki 61 gerai department stores, terdiri dari 42 gerai di Malaysia, 4 di Vietnam dan 15 di Indonesia.

Selain berfokus pada bisnis fashion, Parkson juga memperkenalkan outlet makanan dan minuman untuk melengkapi department stores mereka.

Apa gerangan yang menyebabkan banyak peritel besar bertumbangan?

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah menjelaskan, peritel besar menghadapi tantangan yang sulit untuk bertahan di masa pandemi. Tingginya biaya operasional yang tak diimbangi dengan pendapatan membuat pelaku di industri ini harus menutup gerai.

"Tadi yang disebutkan Centro dan Giant itu adalah big format. Kalau big format memang makin besar retail makin sulit karena kondisi tahun lalu belum bisa berproduksi maksimal sehingga tingkat traffic menurun, cost sewa mahal," jelasnya.

Pelonggaran aturan PPKM Mikro terkait jam buka pusat perbelanjaan cukup meningkatkan kedatangan pengunjung di mal. Budi mengatakan pada saat weekend traffic ke mal meningkat Maret dibandingkan bulan sebelumnya.

"Kita berterima kasih pemerintah mau dengar pelaku usaha jam buka sampai 21.00, nuansanya sekarang cukup positif konsumen mulai ada keyakinan," jelasnya.

Budi menjelaskan cash flow pelaku ritel tidak lagi seperti sebelum pandemi. Pemasukan tidak bisa didapat setiap hari, hanya hari-hari tertentu ada pembelian. Sehingga pendapatannya menurun 50%-80% itu membuat strategi jangka pendek berantakan. Makanya masih dibutuhkan bantuan likuiditas dari pemerintah.

Dari sisi pembiayaan saat ini pelaku ritel sudah dapat merasakan rendahnya bunga cicilan kredit berusaha, juga penundaan bayar cicilan. Terakhir di bulan ini. Budi mengatakan OJK akan menerbitkan surat lagi mengenai insentif ini berlaku hingga setahun lagi.

"Sehingga beban pinjaman dan bunga bisa ditangguhkan untuk mempertahankan bisnis inti," jelas Budi.

Related

Indonesia 768015122045200504

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item