Sri Mulyani Sebut Bangka Belitung Daerah Paling Boros Belanja Pegawai, Ini Penyebabnya


Naviri Magazine - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan soal provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 

Ia membeberkan beberapa daerah yang belanja pegawainya masih lebih tinggi dibanding belanja modal. 

Belanja pegawai yang cukup tinggi di beberapa daerah membuat akselerasi pertumbuhan ekonomi yang digemakan pemerintah pusat tidak maksimal. 

Asal tahu saja, rasio transfer ke daerah kini mencapai 1/3 dari APBN sejak desentralisasi fiskal dilakukan.

"Sebelum ada desentralisasi dan otonomi daerah, TKDD hanya Rp 33 triliun, kemudian dengan adanya TKDD melonjak 3 kali lipat menjadi Rp 93 triliun dan transfer ke daerah dana desa itu mencapai di atas Rp 790 triliun. Efektifitasnya bergantung pada daerah," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI secara virtual. 

Sri Mulyani merinci, rata-rata belanja pegawai di tingkat provinsi mencapai 27 persen. 

Belanja pegawai di 14 provinsi sudah lebih rendah dari rata-rata, namun mayoritas masih di atas rata-rata sebesar 27,6 persen. 

Bendahara negara itu lantas menyebut Bangka Belitung menjadi salah satu provinsi dengan belanja pegawai tertinggi mencapai 36 persen. 

Sedangkan Jawa Barat menjadi yang terendah, yakni 21,4 persen. 

"Bangka Belitung itu 35 persen APBD-nya hanya untuk pegawai," tutur Sri Mulyani. 

Di tingkat Kabupaten, rata-rata belanja pegawai untuk membayar gaji mencapai 35,3 persen. 

Tercatat 189 Pemda sudah lebih rendah, namun ada 30 Pemda yang masih di atas rata-rata. 

Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur menjadi kabupaten dengan belanja pegawai paling tinggi. 

"Kabupaten Berau paling rendah 22 persen. Tapi ada 30 Pemda yang di atas itu, 50 persen di Kabupaten Bangkalan," ungkap dia.

Sementara di tingkat kota, rata-rata belanja pegawai mencapai 35,7 persen. Kota Blitar, Jawa Timur menjadi yang paling rendah dengan persentase 27 persen. 

Tapi Kota Pematang Siantar, Medan, menjadi kota dengan belanja pegawai paling tinggi. 

"Bahkan kota Siantar itu 47,63 persen APBD hanya untuk pegawai. Kalau belanja habis untuk pegawai, berarti untuk infrastruktur jadi lebih rendah," beber Sri Mulyani. 

Sri Mulyani mengimbau daerah dengan belanja pegawai paling tinggi segera mengalihkan anggaran ke belanja produktif dan belanja modal. 

Pasalnya, tingkat kemiskinan, angka partisipasi murni (APM), angka imunisasi, hingga angka kelayakan air minum antardaerah masih sangat lebar. 

Imunisasi misalnya, wilayah Salatiga sudah mencapai 81 persen, tapi di Kabupaten Puncak, Papua, kurang dari 1 persen. 

Bahkan Aceh Utara hanya 2,1 persen. Kemudian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Yogyakarta sudah 86 persen, namun di Nduga, Papua, hanya 30 persen. 

"Capaian output walaupun kesenjangan antar daerah menurun, tapi kita lihat berapa output masih sangat tinggi. Ada daerah dari sisi pendidikan, angka partisipasi murni, air minum layak, imunisasi, IPM, penduduk miskin, kita lihat hasilnya ada yang sangat bagus, ada yang masih sangat tertinggal," pungkas Sri Mulyani. 

Banyak Program di Daerah Kuras APBD 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lagi-lagi mengomentari pemerintah daerah (Pemda) dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Selain soal minimnya belanja modal, Bendahara Negara itu turut mengomentari banyaknya program yang digagas daerah. 

Program yang terlalu banyak membuat anggaran APBD dibagi-bagi sedemikian kecil sehingga hasilnya jadi tak maksimal. 

Padahal jika Pemda fokus hanya pada program prioritas, maka hasil pembangunan akan lebih efektif mengingat sepertiga dana dalam APBN disalurkan dalam bentuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). 

"Daerah membuat programnya begitu banyak, ini Pak Presiden mengharapkan supaya terjadi simplifikasi dan lebih fokus, karena kalau tidak uangnya diecer-ecer sehingga program kecil-kecil dan tidak ada hasilnya," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI secara virtual. 

Sri Mulyani merinci, pada tahun 2021 Pemda memiliki 29.623 program. Kegiatannya bahkan lebih banyak, mencapai 263.135. 

"Sehingga memang hasilnya kayak enggak ada karena untuk berbagai kegiatan saja," seloroh Sri Mulyani. 

Sementara itu, efektifitas belanja negara sangat tergantung kepada daerah sejak desentralisasi fiskal berlaku. 

Berkat desentralisasi fiskal, TKDD mencapai Rp 790 triliun, bahkan besarannya sempat menyentuh di atas Rp 800 triliun pada tahun 2019. 

Sri Mulyani bilang, sebanyak 45 persen dari penerimaan negara disalurkan menjadi TKDD. 

Desentralisasi fiskal membuat setiap daerah memiliki kesempatan yang sama untuk membangun sehingga indeks pemerataan antardaerah menjadi lebih baik pada angka 0,55 dari sebelumnya pada level 0,72. 

"TKDD ini porsinya 28-30 persen dari total belanja negara, jadi porsinya sudah sangat tinggi. Oleh karena itu dampak maupun pemanfaatan TKDD menjadi sangat penting. Karena kalau tidak, berarti 1/3 APBN kita tidak bisa ditrack efektifitasnya," tandas Sri Mulyani. 

Related

News 5542459681500395542

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item