Kecerdasan Buatan dan Ancaman Matinya Bisnis di Masa Depan


Naviri Magazine - Artificial Intelligence atau AI (kecerdasan buatan) makin menjadi topik yang familier akhir-akhir ini, seiring makin canggihnya teknologi. Ada banyak hal yang saat ini mulai dirancang menggunakan kecerdasan buatan, dan cepat atau lambat kita akan hidup dengan hal tersebut.

Sebagai misal, kecerdasan buatan memungkinkan lahirnya mobil yang bisa menyetir sendiri. Dengan hal itu, manusia bisa menikmati pengalaman berkendara tanpa harus direpotkan urusan menyetir. Tinggal masuk mobil, meng-input data tujuan, lalu urusan selanjutnya ditangani oleh kecerdasan buatan. Sementara manusia di dalamnya bisa melakukan apa pun sambil menunggu sampai di tujuan.

Jika mobil semacam itu telah menjadi bagian sehari-hari kehidupan kita, maka hampir bisa dipastikan profesi sopir akan hilang, karena tidak lagi dibutuhkan. Itu baru satu contoh. Padahal, kecerdasan buatan masuk ke berbagai bidang lain, yang sama-sama ikut berpotensi menghilangkan banyak bisnis yang masih ada saat ini.

Volkswagen Group, misalnya, menciptakan mobil pintar yang tidak hanya bisa menyetir sendiri, namun juga didesain khusus seperti kamar pribadi. Konsep itu dirilis dengan nama Sedric.

Meski datang dari sektor otomotif, kehadirannya justru dianggap akan mengancam industri perhotelan. David Rimbo, Managing Partner Transaction Advisory Services (TAS) Ernst & Young Indonesia, mengamini prediksi disrupsi yang akan dibawa Sedric.

“Kebiasaan sewa hotel kalau mau ke luar kota bisa hilang nantinya. Orang tinggal istirahat dalam mobilnya, yang bisa menyetir sendiri,” kata Rimbo di International Management Accounting Conference (IMAC). Sedric memang didesain—bukan cuma canggih—tapi juga lengkap seperti lounge. Ia bahkan punya meja kopinya sendiri.

Tak cuma Sedric, teknologi AI juga diterapkan pada benda lain. Salah satu yang paling anyar juga adalah piranti lunak (software) yang dikembangkan Amazon untuk dunia tata busana. E-commerce terbesar ini memang tidak terkenal karena produk fashion, tapi mereka terus mencoba menjajalnya. 

Tim mereka di Lab126, yang berbasis di San Francisco, tengah mengembangkan software yang bisa mendesain baju baru hanya dengan algoritma dan sejumlah contoh foto. Sementara timnya yang di Israel, mendesain software yang juga menggunakan AI untuk membantu mengatur gaya penggunanya. Dengan mempertimbangkan tren di Instagram atau di internet.

Kelak, teknologi ini bahkan bisa diletakkan dalam lemari seseorang, agar penggunanya bisa menyesuaikan pakaian mereka sekaligus menggunakannya sebagai pengarah gaya. Bahkan bisa menebak pakaian mana yang sesuai untuk cuaca di luar rumah.

Tentu saja, kehadirannya juga bisa mengobok-obok industri tata busana. Para perancang busana dan pengarah gaya boleh mulai khawatir.

Terlepas dari teknologi-teknologi yang masih dikembangkan ini, AI sudah diterapkan dalam benda lain. Sebut saja jam Wearable dan Fibit, jam pintar yang bisa mengukur segala aktivitas manusia, termasuk urusan kesehatan. 

Ia telah memengaruhi cara kerja jasa asuransi. Sebab kemampuan alat ini merekam data jauh lebih efektif dan efisien ketimbang dilakukan manusia. Nilai pasar jam-jam ini diprediksi akan terus berkembang sampai angka 34 juta dolar Amerika Serikat.

Produk lain adalah kulkas dengan AI. Milik Samsung, bahkan bisa menawarkan resep masakan dari makanan yang tersedia. Lebih jauh ke depan, kata Aaron Saphiro, ahli pemasaran dari Huge, kulkas lebih canggih juga tengah dikembangkan. 

Ia akan dilengkapi kamera di dalamnya, bisa melihat makanan apa saja, dan pada akhirnya membantu manusia merumuskan belanja mingguannya, atau bahkan diet makanan yang dibutuhkan.

Menurut Saphiro, salah satu dampak dari perkembangan teknologi ini adalah kematian para jenama. “Sebagaimana mesin mulai mengambil keputusan bagi orang-orang, semakin sulit pula bagi para tenaga pemasaran untuk mencari cara masuk ke hitung-hitungan itu, dan bagaimana memengaruhi tabiat konsumen,” kata Saphiro. “Ini akan mendisrupsi banyak sekali perusahaan,” tambahnya.

Kemajuan teknologi ini sudah tak bisa dielakkan. Kehadiran mereka memang mengancam bisnis-bisnis konvensional. “Tapi memang sudah waktunya,” kata Rimbo. 

Ia menganalogikan disrupsi ini seperti ketika mesin uap hadir dan mulai menggantikan tenaga kuda dan manusia. “Yang penting, Indonesia sudah jangan mau jadi pasar saja. Harus ikut juga berinovasi menciptakan pasar,” tambahnya. 

Related

Technology 142440353353484970

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item