Kisah Dokter Lie Dharmawan, Jual Rumah untuk Bangun Rumah Sakit Apung demi Membantu Sesama (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Dokter Lie Dharmawan, Jual Rumah untuk Bangun Rumah Sakit Apung demi Membantu Sesama - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Saat lulus SMA, ia berkali-kali mendaftar ke fakultas kedokteran yang ada di Pulau Jawa, namun tak pernah diterima. Ia akhirnya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Res Publica (URECA) yang sekarang berganti nama menjadi Universitas Trisaksi.

Namun harus berhenti karena kampusnya dihancurkan massa setelah situasi politik yang cukup memanas kala itu. Ia pun memutuskan pergi ke Jerman untuk bersekolah, dengan uang yang dikumpulkannya dari kerja serabutan.

Diterima di Fakultas Kedokteran Free University di Berlin Barat, dr Lie harus bekerja sebagai kuli bongkar muat barang dan juga bekerja di panti jompo untuk membiayai kuliahnya dan sekolah adik-adiknya. Setelah 10 tahun, akhirnya dr Lie berhasil menyelesaikan pendidikannya dan mendapatkan gelar Ph.D di Free University Berlin.

Ia berhasil lulus empat spesialisasi, yaitu ahli bedah umum, ahli bedah toraks, ahli bedah jantung, dan ahli bedah pembuluh darah.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, dr Lie pulang ke Tanah Air bersama istri dan anaknya. Ia bertekad mengabdikan dirinya untuk kemanusiaan.

"Lalu, terpikirkan oleh saya, oh alangkah bahagianya, orang-orang, keluarga, ibu, ayah tertentu bila anak mereka bisa ditolong. Itulah awalnya saya bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Dan ini berlanjut terus dan cita-cita ini tidak pernah hapus dari pikiran saya," papar dokter Lie.

Pada 2009, dr Lie bersama Lisa Suroso mendirikan Yayasan DoctorSHARE, sebuah organisasi kemanusiaan nirlaba yang memfokuskan diri pada pelayanan kesehatan medis dan bantuan kemanusiaan.

Dalam jangka waktu tersebut, DoctorSHARE telah melakukan 3.291 operasi mayor, 5.538 operasi minor, 2.464 perawatan gigi, 58.859 pelayanan rawat jalan dan konsultasi, penyuluhan kesehatan kepada 11.856 warga, serta 2.227 USG pemeriksaan kandungan.

Dengan segala keterbatasan, termasuk finansial, Dokter Lie punya banyak rencana besar bagi doctorSHARE. Salah satunya memperbanyak rumah sakit apung.

"Untuk negara sebesar Indonesia, tiga kapal sangat kurang. Kita, Indonesia, membutuhkan lebih banyak rumah sakit apung lagi. Tapi ya, SDM terbatas. Finansial juga terbatas. Dengan demikian, kapal juga terbatas," ujarnya.  

Dianggap Gila

dr Lie Dharmawan mungkin pernah dianggap gila karena idenya melayarkan Rumah Sakit Apung (RSA).

Pria kelahiran Kota Padang ini merupakan seorang dokter yang menempuh pendidikan tinggi dan bekerja di bidang kesehatan di Berlin Barat, Jerman selama hampir 20 tahun. Namun jiwa nasionalismenya tidak mudah luntur begitu saja.

"Sejak kembali ke Indonesia setelah mengikuti program pemerintah bekerja di daerah mulai 1988. Dalam perjalanan hidup saya, saya melakukan banyak pelayanan. Seperti banyak dokter yang punya empati dengan saudara-saudara yang kurang mampu, dari awal saya berusaha membantu yang kurang beruntung dari segi finansial," ujarnya.

Layanan tersebut adalah pemeriksaan atau operasi gratis, obat-obatan yang dibagikan secara cuma-cuma untuk yang membutuhkan dan menyasar ke daerah terpencil. 

Sampai suatu ketika kejadian di Maluku Tenggara merubah hidupnya, di mana ada orangtua dan anak berumur 8 tahun yang mengarungi lautan 3 hari 2 malam untuk bertemu dengannya, meminta bantuan untuk mengoperasi anaknya.

"Anak ini dalam keadaan sakit berat karena ususnya terjepit. Sedangkan secara medis usus yang terjepit sudah harus dioperasi 8 jam sejak kejadian atau ususnya pecah, maut di tangannya. Operasi berhasil, anaknya pulang dengan selamat. Pulang ke Jakarta, terbayang-bayang oleh saya akan anak yang menderita itu, khususnya pada malam hari sebelum tidur, saya berdoa dulu dan bayangan anak itu terbayang senantiasa, dan saya terpikir bagaimana bisa membantu mereka yang jauh," tuturnya.

Ia terpikir bahwa banyak orang yang tidak berkesempatan mendapatkan akses kesehatan karena infrastruktur yang kurang memadai, baik tenaga kesehatan, peralatan medis yang kurang mumpuni, dan tempat berobat yang tak memadai. Dari sana muncul ide untuk menciptakan kapal apung yang kemudian membuat ia justru dicemooh 'gila'.

"Jadi kalau mau bantu mereka, kita harus membawa alat-alat itu ke sana. Bagaimana bantunya? Jalan kaki tentu nggak mungkin, terbang mendarat di mana, paling mungkin membawa itu semua di atas sebuah kapal dan menjadikannya sebuah rumah sakit. Ketika saya menceritakan kepada orang yang tidak percaya, mereka anggap ide ini usaha delusional, mereka mengatakan 'ini gila, dan kamu orang gila', namun saya percaya ini bisa dilakukan," sambungnya.

Berbekal dengan kepercayaannya pada diri sendiri bahwa ia mampu melakukannya, dr Lie memutuskan untuk menjual rumah miliknya demi bisa membeli sebuah kapal. Sedikit demi sedikit, gaji ia sisihkan untuk merombak kapalnya.

"Di beli tahun 2009, 2010 kapal itu sudah mulai dirombak. 2013 kapal itu selesai, tepatnya 16 Maret 2013 kami melakukan pelayaran perdana ke Pulau Seribu, kami ke Belitung Timur dan Ketapang, dan itu pelayaran dan pelayanan dengan rumah sakit apung kita," kenang sosok yang lebih akrab dengan sapaan Papi ini.

Di atas kapal kecil inilah upaya pelayanan seperti operasi (kecuali operasi jantung), laboratorium kecil dan delapan kamar tersedia. Dengan bentuk mini, segalanya hadir dan tersedia.

Alhasil, ide 'gila' dr Lie justru mengundang banyak perhatian para donatur untuk turut memberikan sumbangsih. 

"Oleh karena itu kalau orang tidak percaya, saya harus mulai dari diri sendiri," ucap dr Lie.

Related

Indonesia 1603804761105254794

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item