Kisah, Sejarah, dan Asal Usul Mata Uang Rupiah di Indonesia (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah, Sejarah, dan Asal Usul Mata Uang Rupiah di Indonesia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

ORI lahir tapi tak mudah diedarkan

Ayatrohaedi, dalam Kumpulan Buklet Hari Bersejarah II, menuliskan cerita tentang bagaimana mata uang Indonesia dikeluarkan pada masa serba darurat. Teknis distribusi ORI kala itu tetap memakai mekanisme perbankan, yaitu pemerintah mewajibkan rakyat untuk menyimpan di bank. 

Respons masyarakat terhadap ORI cukup baik. Di beberapa daerah, pemberian ORI dilakukan dengan khidmat dengan dibungkus merah putih. Tidak jarang acara itu dirayakan pula dengan acara selamatan.

Pada masa itu proses percetakan tak hanya dilakukan di Jakarta, beberapa daerah juga diizinkan mencetak ORI melalui Dewan Pertahanan Daerah. Karena terbatasnya saluran komunikasi, produksi uang yang mulai lancar itu tidak diikuti dengan distribusi yang maksimal. 

Mengedarkan ORI ke seluruh pelosok daerah terbukti jauh lebih sulit daripada sekadar membuat seremoni. Sarana dan prasarana yang kurang memadai, ditambah minimnya tenaga terampil di bidang moneter dan perbankan, membuat ORI sulit diedarkan. Bahkan hasil cetakan ORI ada yang hanya dibungkus secara darurat dalam keranjang bekas. 

Jangankan mencapai ke seluruh wilayah RI di luar Pulau Jawa, di wilayah Pulau Jawa saja sulit diwujudkan. Apalagi, pada saat bersamaan, pihak Belanda melalui NICA juga terus menghalangi peredaran ORI.

NICA menerbitkan mata uang sendiri pada 6 Maret 1946 di daerah Indonesia yang dikuasai Sekutu. Tujuannya jelas ingin mengendalikan perekonomian Indonesia. 

Caranya bukan hanya dengan mengkondisikan agar uang NICA terus beredar di wilayah Indonesia, mereka juga memalsukan ORI. Pemalsuan itu dilakukan agar kredibilitas ORI menjadi buruk sehingga orang berpikir dua kali untuk menggunakannya.

Beruntung antusiasme rakyat Indonesia terhitung tinggi. Kendati awal peredarannya sangat terbatas di kota-kota besar, rakyat yang bisa mendapatkan ORI sangat senang dan bangga menggunakannya untuk bertransaksi. Dukungan tidak hanya datang dari rakyat yang berada di wilayah yang dikuasai republik, tapi juga di daerah pendudukan. 

Pedagang ayam di Pasar Tanah Abang, Jakarta, hingga tukang becak, lebih memilih dibayar dengan ORI daripada uang NICA. Bahkan, transaksi perdagangan di beberapa pasar tradisional di Jakarta yang notabene dikuasai NICA pun seringkali dilakukan menggunakan ORI. 

Meski begitu, ada juga penduduk yang bimbang untuk menerima, menyimpan dan menggunakan ORI, terutama di perbatasan. Alasannya bukan karena mereka tidak nasionalis atau tidak percaya ORI, melainkan alasan keamanan. Mereka takut diketahui menggunakan ORI oleh tentara NICA. Begitu pun sebaliknya, penduduk juga takut menyimpan uang NICA karena pejuang republik bisa marah jika melihatnya.

Uang Republik Indonesia Daerah

Agresi militer Belanda I pada 1947 membuat pemerintah memberikan kewenangan kepada daerah untuk menerbitkan mata uang sendiri secara darurat. Dari situlah muncul Uang Republik Indonesia Daerah atau Urida. 

Peranan Urida semakin vital terutama setelah Agresi militer Belanda II pada Desember 1948. Serangan yang membuat Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda sehingga memicu berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Saat itu Sjafruddin Prawiranegara selaku pemimpin PDRI harus mengatasi kelangkaan ORI.

R.Z. Leirissa dalam Sejarah Perekonomian Indonesia (2012) mengungkapkan setelah pendudukan Belanda terhadap Yogyakarta, nilai tukar ORI jatuh terhadap uang NICA. Khusus di kota-kota besar, nilai tukar ORI turun tajam. Kondisi yang lain terjadi di kota-kota kecil dan pedesaan, nilai ORI tetap tinggi karena petani dan pedagang menolak uang NICA.  

Awalnya, penukaran uang antara ORI dengan uang NICA adalah 1:5. Kemudian, melemah menjadi 1:7. Setelah itu, ORI menguat kembali menjadi 1:3 dan 1:2 per 31 Maret 1949, setelah terjadi serangan umum 1 Maret 1949.

Penerbitan ORI merupakan salah satu upaya republik dalam membiayai revolusinya ketika sumber pembiayaan lainnya sudah tidak memadai. Namun, kehadiran ORI rupanya lebih dari itu. 

Penerbitan ORI justru menjadi penegas bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia bukan semata-mata dilakukan dengan kekuatan senjata dan diplomasi politik, tetapi juga dari soal mata uang. Dan dalam ORI ini, dukungan rakyat termanifestasikan dengan cara yang sederhana namun terang benderang: menggunakan ORI. 

Related

Money 6815555245939496915

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item