Memahami Alasan Pasangan yang Menunda Punya Anak (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Memahami Alasan Pasangan yang Menunda Punya Anak - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Persoalan kapan waktu yang tepat untuk memiliki momongan bisa jadi terlepas dari urusan waktu atau uang. Bukan semata tuntutan orangtua pasangan pula yang dikatakan berkontribusi terhadap pertimbangan menentukan momen mempunyai anak.

Dalam situs Parents.com, Austin E. Galvin, CSW, psikoanalis dari New York, menangkap isu lain yang implisit dari harapan untuk cepat-cepat punya anak. Menurutnya, mungkin saja ada partner yang mengkhawatirkan relasi perkawinan mereka sehingga memilih segera memiliki momongan sebagai “perekat” relasi. 

Dengan memiliki anak, seseorang berharap kepercayaan dan intimasi dengan pasangan bisa semakin kukuh. Ketika salah satu pihak dalam rumah tangga masih merasa relasi perkawinan mereka dalam masalah, wacana memiliki anak cepat-cepat justru bisa memicunya untuk kabur sebagaimana dilakukan Mark kepada Vanessa dalam Juno. 

Alasan terkait relasi perkawinan juga dapat dilihat dari perspektif yang berseberangan. Ada orang-orang yang justru menunda punya anak karena ingin menikmati masa bulan madunya dengan pasangan lebih lama lagi. Bukan hanya uang dan waktu saja yang akan tersita setelah memiliki anak. 

Energi dan kualitas hubungan suami-istri juga bisa terdampak dari hal ini. Beruntung bagi mereka yang setelah memiliki anak, justru kian solid relasinya dengan pasangan. Namun pada beberapa kasus, perdebatan serta konflik-konflik antarpasangan bisa dipicu oleh hal-hal yang bersinggungan dengan urusan anak.

Ada pula alasan “belum bisa menjadi orangtua yang baik” yang diungkapkan orang-orang yang menunda memiliki anak. Begitu ada satu kriteria yang tidak terpenuhi untuk menjadi calon ayah atau ibu yang baik, sering kali hal ini menebalkan keraguan seseorang untuk menjadi orangtua. 

Padahal, standar orangtua ideal sangat relatif. Dari generasi ke generasi, metode mengasuh anak bergeser. Bahkan dalam generasi yang sama pun, perdebatan tentang pola asuh masih jamak ditemukan.

Jika ditarik lebih jauh lagi, keputusan menunda punya anak atau bahkan sama sekali tidak ingin menjadi orangtua bisa dihubungkan dengan pengalaman masa kecil. Gabrielle Moss, misalnya, menceritakan dalam Bustle, alasannya tidak ingin memiliki anak adalah karena ia mengalami masa kanak-kanak yang pahit. 

Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang terbiasa melakukan kekerasan verbal sehingga berdampak terhadap kondisi psikologisnya. Saat Moss memutuskan minggat dari rumah sang ibu yang represif, ia begitu rapuh dan butuh upaya keras untuk menyembuhkan luka-luka masa kecilnya itu.

Lewat tulisannya, Moss ingin memberikan perspektif lain terhadap mereka yang enggan memiliki anak. Kerap kali, orang-orang sepertinya atau mereka yang menunda punya anak dikatakan egois. 

Ditambah lagi aneka pembenaran seperti jam biologis perempuan untuk hamil dan risiko penyakit yang bisa mendatangi perempuan jika rahimnya tak kunjung terisi. Padahal, ada kondisi atau pertimbangan lain yang tak melulu bisa dipahami semua orang, seperti halnya problem mental Moss yang kerap disepelekan.

Alasan serupa Moss juga ditemukan dalam buku The Chosen Lives of Childfree Men. Keengganan atau keraguan memiliki anak yang dialami laki-laki bisa bersumber dari perilaku ayahnya yang penuh kekerasan atau berjarak dengan mereka. Bila memiliki anak nanti, mereka khawatir akan mengulang kesalahan-kesalahan yang dilakukan ayahnya dulu kepadanya.

Saat menghadapi pasangan yang belum siap memiliki anak, ucapan-ucapan yang menekan—entah itu dari si istri/suami, orangtua, atau kerabat—perlu dihindari. Dipojokkan dengan ekspektasi masyarakat dominan memberikan ketidaknyamanan tersendiri bagi seseorang. 

Karena itu, menurut Galvin, ia butuh diberi ruang sendiri untuk mengomunikasikan isunya, baik kepada orang-orang terpercaya yang tidak menghakimi, ataupun kepada terapis untuk mengurai problemnya dengan kepentingan pasangan. 

Related

Relationship 3699943920370528420

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item