Sejarah dan Asal Usul Utang Indonesia pada Luar Negeri (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Sejarah dan Asal Usul Utang Indonesia pada Luar Negeri - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Manuver Sukarno dan Pemerintah

Urusan pembayaran utang tentunya menjadi persoalan yang menyulitkan bagi Indonesia. Ini terjadi lantaran setelah penyerahan kedaulatan, yakni pada awal 1950, pemerintah masih harus menghadapi berbagai masalah perekonomian lainnya.

Sebagai negara yang baru saja berdiri, perekonomian Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa kondisi sarana dan prasarana produksi mengalami kerusakan berat sebagai dampak selama masa perang (1945-1949). Birokrasi pemerintahan Indonesia juga belum mapan dan belum berjalan dengan baik.

Tak hanya itu. Konstelasi kekuasaan ekonomi dan kemampuan ekonomi antara kelompok sosial di Indonesia ternyata tidak jauh berbeda dengan masa kolonial Hindia Belanda. 

Pemerintah Indonesia semakin terbebani tuntutan masyarakat yang sangat berharap adanya perbaikan kehidupan. Sementara itu, menurut Boediono, kalangan elite juga sudah tidak sabar lagi untuk menjadi pelaku dan pemegang kendali utama ekonomi nasional.

Lantas, apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia?

Di bawah komando Presiden Sukarno, Indonesia melakukan manuver yang mengejutkan. Robert Edward Elson, dalam The Idea of Indonesia: Sejarah Pemikiran dan Gagasan, menyebut, pada April 1956 Sukarno secara sepihak membatalkan Uni Indonesia-Belanda yang sebelumnya disepakati dalam rangkaian KMB.

Uni Indonesia-Belanda disepakati pada 17 September 1949, yakni suatu pemerintahan yang dikepalai oleh Ratu Belanda untuk mengurus kepentingan bersama. Indonesia menyepakati ini karena Ratu Belanda tidak mempunyai hak-hak konstitusional, melainkan hanya sebagai simbol kerjasama kedua belah pihak.

Lebih dari itu, pada Agustus 1956, Sukarno dikabarkan mengabaikan utang-utang yang dibebankan dalam KMB. Bahkan, Sukarno juga menyatakan Irian Barat sebagai provinsi otonom Indonesia. Persoalan utang-piutang dan Irian Barat memang dua persoalan paling rumit dalam KMB. Status Irian Barat kala itu pun masih mengambang.

Sebagai penegasan bahwa Uni Indonesia-Belanda atau Republik Indonesia Serikat (RIS) tidak diindahkan lagi, Sukarno semakin sering menyerukan konsep satu negara kesatuan Republik dari Sabang sampai Merauke.

Utang Tumbal Kedaulatan

Pada November 1957, Resolusi Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan kepada Indonesia dan Belanda untuk berunding mengenai persoalan pembayaran utang dan masalah Irian Barat. 

Menanggapi seruan PBB itu, Sukarno kecewa. Ia justru mengkampanyekan nasionalisasi aset-aset Belanda yang membuat para pemodal Belanda hengkang dari tanah air. Mengenai Irian Barat, Sukarno menegaskan bahwa waktu “berbicara baik-baik” mengenai masalah ini sudah habis.

Selama tahun-tahun awal setelah pengakuan kedaulatan, pemerintah Indonesia menerapkan strategi tambal-sulam. Indonesia mengajukan pinjaman kepada negara-negara Blok Timur, yakni Uni Soviet dan sekutu-sekutunya, yang sebagian besar hasilnya digunakan untuk membayar utang warisan Belanda.

Ketika Sukarno memutuskan untuk mengabaikan pembayaran utang warisan Belanda pada 1956, Indonesia sebenarnya sudah melunasi sebagian utang tersebut hingga 82 persen. Meski demikian, Sukarno terus saja berutang kepada negara-negara Blok Timur. Memang pada akhirnya tidak semua butir-butir hasil KMB dipenuhi atau dilaksanakan.

Berakhirnya Orde Lama pimpinan Sukarno, yang gejalanya mulai tampak setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, tidak membuat utang-utang Indonesia terlunasi. Soeharto selaku presiden RI berikutnya harus menanggung beban utang warisan tersebut. 

Hingga akhir 1965, beban pinjaman pemerintah Indonesia mencapai 2,36 miliar dolar AS, naik dua kali lipat ketimbang utang warisan Belanda hasil KMB tahun 1949. Sekitar 59,5 persen utang tersebut merupakan pinjaman kepada negara-negara komunis.

Soeharto mengikuti jejak pendahulunya dalam hal utang. Pemerintahannya terus meminjam uang, walaupun bukan lagi dari Blok Timur, melainkan dari Blok Barat, terutama Amerika Serikat. Dan besaran utang sebagai “tumbal” pengakuan kedaulatan itu terus-menerus diwariskan kepada presiden-presiden RI berikutnya, hingga kini. 

Related

Indonesia 3582486848859076723

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item