Sejarah Berdirinya Majalah Time, dan Kisah Kehancurannya di Era Digital


Naviri Magazine - Majalah Tempo, yang sangat terkenal di Indonesia, konon terinspirasi oleh Majalah Time. Karenanya, format maupun gaya pemberitaan Tempo pun bisa dibilang mirip Time. Jika majalah sebesar Tempo saja terpengaruh oleh Time, maka Time tentu bukan majalah sembarangan. Kenyataannya memang begitu. 

Sejak pertama kali didirikan, Time kemudian tumbuh dan berkembang menjadi raksasa media yang ikut mempengaruhi dunia.

Time Inc. didirikan oleh sepasang kawan dari Yale, yaitu Briton Hadden dan Henry Luce, pada 1922. Produk pertamanya adalah majalah Time yang terbit mingguan, serta menyasar pembaca dari kalangan pengusaha.  

Pada 1929, dua tahun usai Time merilis sampul bertajuk “Man of the Year” untuk kali pertama dengan foto pilot Charles Lindbergh, Hadden meninggal dunia di usia 31 tahun akibat infeksi pernapasan. Sesaat sebelum meninggal, Hadden berwasiat bahwa sahamnya di Time Inc. akan diwariskan ke keluarganya dan tidak dapat dijual selama 49 tahun. 

Wasiat Hadden membuat Luce kesal, sehingga segala cara dilakukan untuk mendapatkan saham Hadden. Akhirnya, saham Hadden berhasil ia beli dengan harga yang cukup rendah.

Dengan tambahan modal kepemilikan saham dari Hadden, Luce memperluas cakupan pasar dan produk Time Inc. Pada 1930, Time Inc. memulai majalah bisnis bernama Fortune. Enam tahun kemudian, ia membeli LIFE dengan harga $92 ribu. Tak lama setelah diakuisisi, majalah LIFE, yang menonjolkan fotografi, mempublikasikan edisi perdana di bawah bendera Time Inc.

Tidak sampai situ saja, pada 1954 Time Inc. meluncurkan majalah olahraga Sports Illustrated. Pada 1970an, Time Inc. lagi-lagi merilis sepasang produk baru, yakni Money (1972) serta People (1974).

Pergerakan Time Inc. semakin masif tatkala pada 1990 mereka membeli Warner Communication dan membuat konglomerasi media terbesar di dunia pada saat itu, Time Warner, dengan profit tahunan mencapai $10 miliar. Produk-produk dari Time Warner di antaranya adalah Warner Bros dan HBO.

Empat tahun setelahnya, Time Inc. meluncurkan platform web bernama Pathfinder yang memayungi sekitar 80 konten berita, termasuk majalah Time. Pathfinder dasarnya merupakan halaman web dengan tautan. Gagasan tersebut berangkat dari ide Walter Isaacson, editor Time saat itu, yang mendambakan para pembaca membayar konten di dalam Pathfinder jika ingin berlangganan.

Namun, harapan Isaacson tidak terwujud seperti yang diharapkan. Pathfinder tak laku dan merugi $15 juta tiap tahun. Pada 1999, operasional Pathfinder resmi dihentikan. Moment ini bisa dibilang sebagai awal kehancuran Time berikutnya.

Detik-detik Kehancuran Majalah Time

Mimpi buruk Time Inc. belum berhenti. Artikel "Who killed Time Inc.?" yang diterbitkan Columbia Journalism Review menyebutkan bahwa pada 2001, Time Inc. melakukan merger dengan perusahaan media berbasis web AOL (America Online). 

Harapannya, Time Inc. dapat menebus kegagalan Pathfinder, mengingat AOL punya basis pengguna yang cukup besar, yakni 26 juta pelanggan. Namun, realitas bicara sebaliknya: AOL tak lebih baik daripada Pathfinder. Konten milik Time Inc. tidak laku di pasaran dan menyebabkan kerugian sebanyak $98,7 miliar pada 2002.

Jajaran redaksi Time pun mulai berbenah. Mereka menambah staf online di Time.com menjadi dua puluhan awak dengan tugas membuat 15 cerita orisinil setiap hari, di samping mengurus majalah cetak. Strategi mereka sempat berhasil, dan pada 2005 Time Inc. membukukan pendapatan sebesar $5,8 miliar.

Kendati demikian, Time Inc. lagi-lagi terhempas saat krisis keuangan 2008 melanda dunia. Perusahaan-perusahaan raksasa seperti IBM, Apple, Toyota, hingga General Motors, satu per satu menarik iklannya sehingga pemasukan Time Inc. berkurang drastis. 

Pada 2010, pendapatan Time Inc. turun menjadi $515 juta—setengah dari 2005. Dua tahun berselang, pendapatan kembali turun di angka $420 juta yang membuat perusahaan mem-PHK karyawannya besar-besaran.

Pada 2014, Time Warner memutuskan memisahkan diri dari Time Inc. dengan pertimbangan bahwa Time Inc. tidak dapat menghasilkan uang secara konsisten. Di lain sisi, perpisahan dengan Time Warner turut membuat keuangan Time Inc. makin kritis dengan adanya utang sebanyak $1,3 miliar akibat pembelian penerbit majalah asal Inggris, IPC Media, serta membayar “dividen khusus” senilai $600 juta kepada pemegang saham Time Warner.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, masih dalam laporan Columbia Journalism Review, Time Inc. terjun ke bisnis konferensi yang digelar majalah Fortune serta konsultasi marketing bernama The Foundry. 

Dari strategi baru itu, Time Inc. juga membuat langkah besar dengan fokus pada produk-produk mobile dan video. Langkah Time Inc. berbuah manis. Mereka mampu menarik 139 juta pengunjung untuk semua kontennya, dan masuk daftar 10 properti digital teratas pada 2017.

Tapi perubahan itu bukannya tanpa konsekuensi. Pertama, konten digital Time Inc. menandai perubahan dari budaya majalah yang menghargai tulisan kritis, sudut pandang segar, dan laporan mendalam menjadi pemberitaan serba cepat dan pendek. Kedua, fokus Time Inc. ke digital membuat pendapatan cetak menurun yang berdampak pada anjloknya harga saham Time Inc. Ketiga, gelombang PHK dan mundurnya beberapa penulis maupun editor senior tak terelakkan.

Langkah-langkah Time Inc. untuk bertahan tidak mampu mengatasi turunnya pendapatan cetak dan iklan secara keseluruhan. Pada 1999, tatkala pendapatan iklan dan sirkulasi penjualan cetak meningkat, Time Inc. mengumpulkan pemasukan sebesar $4,6 miliar serta pendapatan operasional sebanyak $627 juta. Pada 2016, Time Inc. hanya memperoleh $3 miliar dan laba operasional sebanyak $2 juta. Pada tahun-tahun berikutnya, penjualan cetak semakin menurun tajam.

Akhirnya, Time Inc. tidak bisa lebih lama lagi bertahan. Strategi menghadapi persaingan di internet yang sangat dinamis, konsentrasi ke iklan yang begitu tinggi, dan kegagalan adaptasi manajemen di era digital membuat perusahaan ini sempoyongan. Kesepakatan dengan Meredith dianggap “satu-satunya jalan keluar.”

“Time Inc. sangat lambat merangkul internet dan telat melihat bahwa internet akan menjadi format utama di masa depan,” jelas Chris Roush, profesor media dan jurnalisme North Carolina University.

Related

Business 6740343266547471104

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item