Feminisme, Tujuan, dan Masalah Tak Terduga di Baliknya


Naviri Magazine - Menurut Wikipedia, feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik dan ideologi yang memiliki tujuan sama, yaitu mendefinisikan, membangun dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi dan sosial. Feminisme lahir karena besarnya perbedaan antara pria dan wanita dalam mendapatkan sesuatu.

Seperti yang kita ketahui, di zaman dulu pria jauh lebih diutamakan daripada wanita, dan sebagian besar pria menganggap bahwa peran wanita hanya ada di tiga tempat, yakni di dapur, di sumur, dan di kasur. Wanita tidak perlu pergi ke sekolah dan tidak perlu keluar rumah, cukup menjalankan kewajibannya sebagai istri.

Menanggapi keadaan ini, banyak revolusi yang lahir dan dilakukan oleh para wanita. Di Indonesia, kita pasti tidak asing dengan nama Raden Ajeng Kartini yang semasa hidupnya memperjuangkan hak wanita untuk mendapatkan pengetahuan atau bersekolah. 

Kartini banyak mendapat inspirasi dari kemajuan berpikir para wanita Eropa, dan dari situlah timbul keinginan untuk menaikkan derajat wanita pribumi yang status sosialnya rendah. Hal inilah yang akhirnya kita kenal sebagai emansipasi wanita.

Feminisme dan Kekeliruannya di Masa Kini

Feminisme adalah gerakan yang luar biasa, dan hasilnya pun bisa kita lihat di masa sekarang. Kendati penuh dengan kontroversi, namun feminisme sudah mendorong peradaban manusia menuju arah yang lebih baik dengan beragam ide dan karyanya.

Namun, di balik terang pasti ada gelap juga. Dewasa ini banyak orang yang salah mengartikan feminisme, dan banyak juga 'feminist' yang menggunakan feminisme untuk kepentingannya sendiri. Orang-orang seperti ini bisa kita temui dengan mudah di media sosial, terlebih karena sekarang kebebasan berpendapat selalu digaungkan.

Di tangan orang-orang ini feminisme berubah arti dari yang awalnya kesetaraan derajat menjadi “perbudakan pria”. Dengan menggunakan kesetaraan gender sebagai senjata, mereka mencoba mendapatkan segalanya. Dan saat ada pria yang melawan, mereka akan menggunakan istilah 'misogyny' alias kebencian terhadap wanita.

Kondisi ini diperparah dengan bukti sejarah yang mana wanita memang sering kali dinomorduakan, entah dalam politik maupun hukum. Meski demikian, dengan pikiran yang jernih, kita harusnya mampu melihat dari dua sisi dan tidak melibatkan perasaan pribadi.

Coba kita bayangkan seorang wanita yang menginginkan suami dengan gaji 20 juta per bulan dan sudah memiliki rumah, juga mobil. Kriteria suaminya harus tinggi, ganteng, baik hati dan semacamnya. 

Lalu bagaimana jika ada pria yang memenuhi kriteria dan hanya menuntut hal-hal dasar dari calon istrinya, seperti masih perawan, pandai masak, dan bisa mengurus anak? Itu bisa saja dianggap merendahkan harkat martabat wanita. 

Ide di balik kesetaraan gender memang bagus, namun sesungguhnya di dunia ini tak ada manusia yang ingin diperlakukan setara. Setiap orang pasti ingin diperlakukan lebih dari orang lain, dan karena itulah kita berusaha meningkatkan nilai kita sendiri dengan belajar, berolahraga, bersikap baik, dan juga menambah relasi. 

Hal-hal yang kita lakukan untuk merusak kesetaraan itu disebut usaha, dan jika orang-orang menginginkan kesetaraan maka kita harus berhenti berusaha, dan berhenti berusaha sama saja dengan melawan sifat dasar manusia.

Dan karena itulah kata 'kesetaraan' tidak ada dalam dasar negara kita, yang ada adalah 'keadilan.' Seorang wanita bisa saja diperlakukan lebih tinggi dari pria bila wanita itu mau berusaha mencapai posisi tertinggi. 

Dunia menghargai kerja keras dan bukan sekadar cuap-cuap belaka. Jadi, jika ada 'feminist' yang mendesak Anda untuk menerima dirinya apa adanya, maka katakan padanya bahwa dunia ini tidak berputar di dalam kepalanya saja.

Related

Female 5687446928373468890

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item