Kisah Pria yang Selamat dari Kecelakaan Pesawat Berkat Makan Daging Sesama Penumpang (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Pria yang Selamat dari Kecelakaan Pesawat Berkat Makan Daging Sesama Penumpang - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Saat itu sebetulnya kami tidak butuh figur otoritas. Kami butuh pemimpin yang bisa menyadarkan anggota tentang masalah-masalah yang akan timbul jika kami diam saja di dekat bangkai pesawat.

Dia akhirnya meninggal tertimbun salju longsor. Kelompok yang dia tinggalkan semuanya masih berusia muda tanpa sosok orang dewasa. Belakangan, meninggalnya si pemain rugby terbukti menjadi hal yang positif. Sejak itu setiap anggota penyintas menyadari kekuatan dan kekurangan masing-masing. Kami saling berkontribusi terhadap grup agar sama-sama selamat.

Tentu saja ada banyak ketegangan, diskusi, dan tidak semua anggota akrab. Kadang-kadang orang bertengkar agar idenya didengar, untuk mendapatkan posisi otoritas di dalam kelompok, agar tidak menjadi kambing hitam ketika ada kesalahan. 

Dinamika kelompok kami normal, sama seperti grup lainnya. Sama saja seperti masyarakat normal sehari-hari. Inilah caranya kami belajar sebagai sebuah kelompok kecil yang akhirnya bisa beradaptasi dan berkembang di tengah lingkungan yang sulit.

Berarti memakan daging sesama korban adalah keputusan bersama para penyintas?

Orang-orang mulai menyadari agar bisa bertahan hidup, kami harus mengisi perut dan waktu itu kami tidak punya makanan apapun. Kami tidak meyakinkan diri sendiri jadi kanibal dengan pemikiran logis. Semua itu semata dipicu hasrat bertahan hidup. Beberapa dari kami mengambil tubuh jenazah, memotongnya dengan potongan kaca, lalu mulai memakannya, gitu aja. Dalam keadaan itu, keputusan kami terasa normal dan logis.

Setelah makan, kami tidak merasa melanggar etika atau moral apapun, kami hanya berpikir untuk maju selangkah, belajar untuk bertahan hidup di lingkungan yang tidak bersahabat, memaksa diri untuk keluar dari zona nyaman.

Jadi makan daging manusia tidak terasa aneh saat itu?

Sama sekali tidak. Saya sadar tidak akan ada di sini sekarang, apabila tidak melakukan apa yang harus saya lakukan. Fakta bahwa kami makan daging sesama penumpang hanyalah respons terhadap insting dasar kami bertahan hidup, itu saja. 

Makanya di buku yang saya tulis, bagian ini diceritakan tanpa dramatisasi berlebihan. Saya telah menjelaskan semua kondisinya, anda akan menyadari bahwa kami tidak punya pilihan lain. Saya yakin semua manusia dalam posisi kami akan melakukan hal serupa.

Apakah anda pernah memikirkan betapa religiusnya pengalaman itu? Seakan teman-teman yang meninggal mengorbankan diri bagi rekan-rekan selamat sebagai sumber makanan. Apakah ini berperan dalam pengambilan keputusan anda melahap daging manusia?

Memang iya hal-hal semacam itu sempat kami pikirkan. Tapi saya yakin tak ada penyintas yang makan daging manusia sepenuhnya gara-gara alasan semacam itu. Kami makan karena kami lapar dan lemah. Memang biasanya manusia butuh semacam kompensasi logis untuk melakukan sesuatu, tapi ujung-ujungnya kami makan karena perut kami meringis kelaparan. 

Kami tidak punya waktu untuk perencanaan secara rasional. Kami tidak punya pengetahuan yang cukup, peralatan, ataupun pengalaman bertahan hidup di atas gunung. Kami tidak siap. Jadi semuanya datang dari insting dan coba-coba, trial and error.

Sempat ada konferensi pers setelah kalian diselamatkan. Saat itu para penyintas terkesan dipaksa wartawan mengaku melakukan praktek kanibalisme. Bagaimana orang lain menyikapi ini?

Karena beritanya sudah menyebar, jadi isu kami memakan daging sesama penumpang sering dibahas. Beberapa orang tua kami sampai tidak mau mempercayai bahwa kami terpaksa makan daging manusia. Kami hanya mengatakan, 'Iya, kami makan daging manusia,' sudah gitu aja. Tidak perlu mengatakan apa-apa lagi. 

Setelah mengatakan itu, kami mendapat tepuk tangan meriah. Dan anggota keluarga korban-korban yang tidak selamat hanya mengatakan 'tidak apa-apa.' Selama 40 tahun terakhir, fakta kami memakan daging sesama korban tidak pernah menjadi persoalan. Semuanya sudah diceritakan, semua orang sudah tahu, bagi kami ini normal. Kami tidak berharap kanibalisme akan menjadi masalah karena di saat itu kami hanya memikirkan cara bertahan hidup.

Empat puluh tahun setelah peristiwa tersebut, apakah anda masih memikirkan pengalaman anda setelah keluar dari pesawat?

Untungnya, memori tersebut jarang kembali, kecuali ketika saya sedang membahas peristiwa tersebut, seperti sekarang ini. Seperti yang saya bilang, tidur saya nyenyak tanpa mimpi buruk. Kami para penyintas bisa melanjutkan kehidupan kami dan berdamai dengan pengalaman traumatis itu.

Sebagian besar rekan penyintas lainnya dapat menjalani kehidupan tenang dan normal. Bukan berarti saya tidak terpengaruh, karena pengalaman seperti itu tentu saja masuk kategori trauma berat. Trauma bermanifestasi ketika anda tidak tahu cara menghadapi sesuatu. Untungnya kami tahu cara menghadapinya karena kami tidak pernah dituduh atau dimarginalisasi setelah selamat. 

Saya lanjut kuliah di universitas bagus, mempunyai pekerjaan yang baik, keluarga yang harmonis, jadi peristiwa itu sepenuhnya menjadi masa lalu. Intinya, kami berhasil menjalani kehidupan normal. Ini hal yang terpenting, karena menunjukkan manusia pasti bisa sembuh dari peristiwa masa lalu, seberat apapun bentuknya.

Tapi anda bisa menjalani kehidupan normal berkat orang-orang yang meninggal di luar sana. Anda sadar kan posisi para penyintas dan korban tewas kecelakaan itu bisa tertukar kapan saja sesuai skenario nasib?

Tentu saja. Banyak dari mereka yang tidak bertahan hidup dan ini akan selalu menjadi pertanyaan—kenapa kami hidup dan mereka tidak. Tapi saya tidak punya jawabannya. Itu adalah bentuk pertanyaan religius, moral atau etika yang jawabannya bisa berbeda-beda untuk setiap orang. Saya tidak bisa menjawabnya.

Related

International 8162150089936013108

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item