Kisah Pria yang Selamat dari Kecelakaan Pesawat Berkat Makan Daging Sesama Penumpang (Bagian 1)


Naviri Magazine - Bisakah kalian memakan tangan manusia? Bagaimana jika kalian tidak punya pilihan lain kecuali menjadi kanibal? Dalam keadaan hidup atau mati, maukah kalian meminggirkan nurani sejenak?

"Bertahan hidup adalah tugas saya kala itu. Saya harus makan bukan berdasarkan pemikiran rasional, tapi atas insting dasar sebagai manusia. Di kantong pakaian, saya simpan potongan tangan atau bagian tubuh lainnya. Saya makan daging-daging itu agar tidak sampai kekurangan gizi."

Itulah kata-kata yang keluar dari mulut Pedro Algorta, penyintas kecelakaan pesawat terbang pada 1972 yang terjebak di pegunungan Andes selama 71 hari. Dia bersama beberapa rekan selamat lainnya terpaksa memakan potongan daging tangan, paha, lengan, dan apapun yang bisa dimakan dari jasad sesama korban kecelakaan. 

Dari 40 penumpang pesawat dan lima kru yang berada dalam penerbangan rute Uruguay-Chile tersebut, hanya 16 yang bertahan hidup. Para penyintas itu diterpa suhu di bawah nol derajat celcius, longsoran salju, serta tentu saja serangan hipotermia. Mereka yang bertahan hidup harus mengandalkan kombinasi kekuatan mental, kerja sama, dan keikhlasan melakoni kanibalisme.

Algorta sangat terbuka ketika menceritakan pengalaman traumatisnya memakan daging manusia di tengah pegunungan penuh salju dan terpencil itu. Dalam bukunya, Into the Mountains, yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, dia menjelaskan secara gamblang bagaimana penumpang yang bertahan hidup terpaksa memakan daging sesama rekan seperjalanan yang meninggal. 

Tindakan itu didasari logika sederhana: makan jasad penumpang atau mati bersama mereka. 

Setelah berulang kali menceritakan ulang pengalamannya, Algorta sama sekali tidak menyesal. Dia menjelaskan kanibalisme sebagai satu-satunya jalan saat itu. Sama seperti memakan roti saat kita kelaparan. 

"Gimana ya," kata Algorta kebingungna, saat ditanya mengenai perasaannya sekarang. Sepanjang wawancara, dia berusaha berhati-hati supaya tidak menggunakan kata-kata seperti 'saya,' 'makan,' dan 'tangan.' 

"Keputusan itu dulu kami ambil berdasarkan pemikiran rasional. Tidak ada yang memaksa kami sambil ngomong, ‘Eh goblok, kalau mau selamat, makan tuh daging manusia!' Keputusan itu kami ambil, karena perut kami benar-benar menderita."

Berikut ini wawancara dengan Algorta seputar pengalamannya memakan daging manusia, kisah bertahan hidup bersama segerombolan manusia lain sambil menghindari konflik, dan lain-lain.

Banyak penyintas kecelakaan mempunyai ingatan yang berbeda tentang apa yang terjadi pada saat insiden. Memori mereka saling bertentangan dengan fakta empiris. Apakah cerita anda diselidiki habis-habisan oleh jurnalis atau tim pencari fakta? Kenapa akhirnya anda bersedia menceritakan kisah itu sekarang dalam bentuk buku?

Kami adalah segerombolan orang yang mengalami pengalaman luar biasa 40 tahun lalu. Sejak itu, kami berusaha menjalani kehidupan kami masing-masing. Kami semua berbeda dan tidak aneh apabila kami semua melihat kecelakaan itu lewat perspektif yang berbeda-beda. 

Selama 35 tahun, saya tutup mulut soal kisah ini. Suatu hari teman-teman sedang ngobrol tentang pengalaman mereka, dan saya menganggap kisah mereka sebagai kisah saya juga. Jadi ketika saya memutuskan untuk menulis tentang kecelakaan tersebut, saya sadar cerita saya berbeda karena tidak ada orang lain yang mengalami persis apa yang saya alami. Ini cerita saya. 

Tapi saya juga sadar bahwa semua orang punya cerita mereka sendiri. Saya tidak akan bilang versi saya yang paling benar dibanding keterangan penyintas lain; saya merasa kami semua punya hak untuk menceritakan cerita masing-masing. 

Saya hanya menceritakan pengalaman saya, pelajaran yang saya ambil dari peristiwa tersebut, dan bagaimana saya menanggung pengalaman itu saat menjalani kehidupan normal selepas terpaksa bertahan di Pegunungan Andes.

Seperti apa rasanya mengalami kecelakaan pesawat?

Rasanya benar-benar seperti pengalaman hampir mati. Anda tidak tahu apakah anda akan bertahan atau tidak; Anda panik dan mulai kehilangan kendali diri dan sekeliling. Anda diempaskan ke udara, seakan tinggal menunggu ajal, seperti itu rasanya. 

Pesawatnya bergoyang sangat liar, menabrak satu gunung ke gunung lainnya, sebelum akhirnya mendarat di dasar lembah yang dikelilingi pegunungan. Tiba-tiba tidak terdengar suara apapun dan semua hening. Di luar sedang turun salju. Saat itulah kesadaran saya kembali. Saya sadar saya selamat.

Dalam buku, anda menceritakan kecelakaan tersebut seakan-akan itu cuma mimpi. Apakah memang demikian rasanya?

Intinya adalah biarpun saya punya ingatan—saya masih ingat teman saya Felipe meninggal di sisi saya—saya tidak bisa mengingat banyak detailnya. Ada batasan emosional dan ingatan yang tidak membiarkan saya menarik semua informasi. Contohnya, saya tidak ingat nomor kursi saya di pesawat, saya tidak ingat kata-kata terakhir saya sebelum pesawat mendarat karena semua orang sedang panik. 

Selama bertahun-tahun saya berusaha mendekonstruksi detail-detail kecelakaan pesawat tersebut, tapi karena tidak bisa, ya sudah saya biarkan saja. Ada beberapa memori bawah sadar saya yang tidak bisa ditarik kembali. Saya tidak mengalami mimpi buruk di malam hari. Saya hanya berusaha menjalani kehidupan normal 40 tahun seusai peristiwa tersebut.

Anda menulis bab khusus tentang para penyintas. Awalnya ikatan antar korban selamat tidak terbentuk secara instan. Anda bilang ada beberapa kelompok kecil dengan pemimpinnya masing-masing. Bagaimana kalian kemudian bersatu?

Awalnya, kami bergabung dengan segerombolan anggota tim rugby yang selamat. Kapten tim rugby tersebut adalah sosok dihormati. Dia tahu bagaimana caranya memimpin kelompok dan langsung menjadi figur otoritatif. Dia berperan penting di beberapa hari pertama kami di pegunungan. 

Dia berusaha mengorganisir keadaan sebaik mungkin. Masalahnya dia selalu mengatakan, 'Tenang, kita bakal diselamatkan sebentar lagi.' Tapi bantuan tak kunjung datang. Dengan memberi janji semacam itu, semua orang menjadi tidak siap beradaptasi dengan kenyataan. 

Baca lanjutannya: Kisah Pria yang Selamat dari Kecelakaan Pesawat Berkat Makan Daging Sesama Penumpang (Bagian 2)

Related

International 5033946330208401792

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item