Langkah Menangani Serangan Jantung dan Tersedak untuk Pemula


Naviri Magazine - Tindakan ‘bantuan hidup dasar’ atau BHD tidak hanya harus dimiliki para tenaga medis, tapi juga setiap manusia umumnya.  

Hal itu disampaikan dr Muslim Tadjuddin Chalid, SPAN-KAKV, saat pelatihan kecakapan 'Penanganan Gawat Darurat di Lingkungan Tempat Tinggal' yang digelar Satuan Komunitas Pramuka SPN DKI Jakarta.  

Mengambil contoh kasus meninggal mendadak karena serangan jantung (cardiac arrest) atau tersedak, seringnya tidak tahu harus melakukan tindakan pertolongan pertama yang akhirnya berujung kematian. 

“Dengan adanya pelatihan ini, dapat meredam kasus-kasus kejadian meninggal mendadak atau risiko gagal jantung tersebut,” kata dr Muslim.

Dia melanjutkan, serangan jantung butuh penanganan cepat, tidak boleh ada delay waktu dalam memberi tindakan, karena dapat membahayakan pasien atau korban. “Yang paling penting dalam menangani tidak panik,” kata dia. 

Seseorang mengalami nyeri angina yang sebenarnya mengalami sumbatan pembuluh darah lalu tidak sadarkan diri. “Ini adalah timeline henti jantung seseorang, dalam 4-5 menit, otak mulai mengalami kerusakan, dan lebih dari itu sekitar 8-10 menit, oksigen sama sekali tidak masuk,” kata dr Muslim.

Berdasarkan pedoman CPR & ECC 2020, pertolongan pertama yang dilakukan individu awam hanya sekitar 40 persen, dan yang menerapkan Automatic Emergency Device (AED) berupa defibrillator sebelum kedatangan EMS hanya sekitar 12 persen. “Seharusnya bisa mencapai seratus persen,” katanya 

Dia menjelaskan, resusitasi Jantung Paru atau RJP sebenarnya adalah peran dari semua orang. Sebelum memakai defibrillator, setidaknya melakukan penyelamatan awal dengan mencari tempat yang lebih aman untuk merebahkan pasien, lalu mengecek respons sembari mencari bantuan paramedis.

Selanjutnya, cek sirkulasi nadi karotis dengan dua jari (meraba trakea) geser kanan dan kiri tekan selama lima detik. Jika tidak terasa, maka harus melakukan RJP/CPR tiga puluh kali kompresi kecepatan 100-120 kali/menit. 

Lokasi penekanan atau kompresi (CPR), menurut dr. Muslim, pada bagian dada sepertiga bawah sternum. "Hal ini berguna untuk meresusitasi kerja jantung yang gagal sehingga oksigen bisa tetap mengalir," katanya. 

Istilah lainnya adalah airway, yakni membuka jalan napas atau udara dan proses hyperventilate atau memakai CRP barrier (ambu). Sehingga pasien atau korban selamat dari risiko kematian.

Pada masa pandemi ini, CPR tidak diperbolehkan melakukan proses airway atau hyperventilate, cukup hanya CPR tangan. "Jangan lupa melindungi diri dengan masker, baik penolong maupun korban," kata dr Muslim.

Sementara jika menangani korban tersedak, kata dr Muslim, penanganannya dengan menepuk punggung (back blow) dan abdominal thrust, bila korban tidak mampu batuk lebih kuat, dan melakukan tindakan RJP lebih lanjut bila tidak sadar. 

"Khusus untuk anak kecil dan bayi, masih boleh melakukan proses airway saat tindakan penyelamatan," kata dr Muslim.     

Ketua Mabi Sako SPN Jakarta, Teddy Suratmadji, yang juga Ketua DPW Lembaga Dakwah Islam Indonesia DKI Jakarta, mengatakan kegiatan ini adalah kecakapan yang harus dimiliki terutama para anggota pramuka.

Menurutnya lagi, penanganan kegawatdaruratan yang lebih cepat akan mengatasi hal lebih fatal. “Webinar ini adalah upaya dalam bentuk ibadah, juga harapan bahwa Sako SPN mampu menangani situasi darurat dimana saja,” kata Teddy.    

Related

Tips 6319940929684585501

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item