Memahami Arti Penting Menggunakan Akal Menurut Alquran (Bagian 1)


Naviri Magazine - Kata "akal" berasal dari bahasa Arab: aqala, ya'qilu, aqlan. Sementara pakar berpendapat bahwa rangkaian ketiga huruf di atas berkisar maknanya pada “menghalangi” dan (dari sana) lahir kata ‘iqal yang berarti "tali". 

Mengapa "menghalangi" dan "tali"? Tali yang biasanya berwarna hitam yang melilit kain yang menyelubungi kepala pria dalam pakaian Arab Saudi dinamai ‘iqal, karena "tali" itu menghalangi" kain tersebut diterbangkan angin atau terjatuh. Demikian juga tali yang mengikat binatang agar tidak lepas/kabur. 

Makna-makna lain yang ditemukan dalam bahasa Arab untuk kata tersebut, antara lain: Pertama, (pem)paham(an)/ilmu. Dengan pemahaman dan ilmu, seseorang bagaikan memiliki tali yang menghalanginya melakukan kesalahan atau keburukan. 

Makanya, dalam Qur'an, sinonim kata aqla adalah annuha, yang seakar dengan kata yanha, yang berarti "melarang" (Q.S. Thaha ayat 128) dan kata hijr yang berarti "kamar", yang antara lain berfungsi menghalangi. 

Kedua, menghafal. Siapa yang menghafal bagaikan mengikat pengetahuannya sehingga tidak tercecer/terlupakan olehnya. 

Ketiga, benteng/tempat berlindung, penjara. Tempat-tempat semacam itu menghalangi seseorang dari bahaya atau menghalanginya keluar agar tidak mengulangi kejahatannya. 

Keempat, kehati-hatian. Sikap kehati-hatian membuat seseorang dapat terhalang/terhindar dari apa yang tidak berkenan baginya. 

Kelima, istri. Dinamai aqilah karena seorang istri telah terikat dalam perkawinan dengan seorang suami, sehingga terhalangi untuk menikah dengan pria lain selama ia dalam status perkawinan itu. 

Pakar bahasa Arab, al-Khalil bin Ahmad (718-788 M) berpendapat bahwa istri dinamai aqilah karena ia ditahan di rumah/tidak diperkenankan keluar. Pandangan ini tidak sejalan dengan semangat tuntunan al-Qur'an yang membolehkan istri keluar rumah secara terhormat. 

Di sisi lain, al-Qur'an menetapkan hukuman larangan keluar rumah bagi perempuan hanya kepada mereka yang melakukan fahisyah atau pelanggaran berat (Q.S. an-Nisa ayat 15). 

Keenam, diyah/saksi yang berupa “ganti rugi” atas pembunuhan yang diserahkan atas nama pembunuh kepada keluarga terbunuh, karena dengan diyah tersebut maka gugur dan terhalangilah keluarga terbunuh untuk menuntut balas/qishash terhadap pembunuh. 

Benang merah yang menghimpun makna-makna di atas tidak keluar dari hakikat keterhalangan/keterhindaran. Secara umum, makna kata ‘aqal dalam konteks potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia adalah potensi yang mendorong pada lahirnya budi pekerti luhur atau menghalangi seseorang melakukan keburukan. 

Makna ini, menurut pakar Mesir kenamaan, Abbas Mahmud al-Aqqad, sejalan dengan kata mind dalam bahasa-bahasa Indo-Germania yang juga mengandung arti “keterhindaran dan kehati-hatian” serta digunakan untuk mengingatkan seseorang agar berhati-hati. 

Memang, akal berfungsi mendorong ke arah kebaikan dan menghalangi/mengingatkan seseorang menyangkut dampak keburukan agar berhati-hati sehingga tidak terjerumus dalam bahaya/sesuatu yang tidak diinginkan. 

Akal dalam al-Qur’an 

Dalam al-Qur’an al-Karim tidak ditemukan kata ‘aqala yang menunjuk potensi manusiawi itu. Yang ditemukan adalah kata kerjanya, dalam bentuk ya’qilun dan ta’qilun. Masing-masing muncul dalam al-Qur'an sebanyak 22 dan 24 kali. Di samping itu, ada juga kata na’qilu dan qi’luha serta ‘aqaluhu yang masing-masing disebut sekali dalam al-Qur'an. 

Terulangnya kata "akal" dan aneka bentuknya dalam jumlah yang sedemikian banyak mengisyaratkan pentingnya peranan akal. Bahkan kedudukan itu diperkuat oleh ketetapan al-Qur’an tentang pencabutan/pembatasan wewenang mengelola dan membelanjakan harta-walau milik seseorang bagi yang tidak memiliki akal/pengetahuan (Q.S. An-Nisa ayat 5). 

Bahkan pengabaian akal berpotensi mengantar seseorang tersiksa di dalam neraka (Q.S. Al-Mulk ayat 11). 

Melalui akal, lahir kemampuan menjangkau pemahaman sesuatu yang pada gilirannya mengantar pada dorongan berakhlak luhur. Ini dapat dinamai al-‘aql al-wazi’, yakni akal pendorong. Akal juga digunakan untuk memperhatikan dan menganalisis sesuatu, guna mengetahui rahasia-rahasia yang terpendam untuk memperoleh kesimpulan ilmiah dan hikmah yang dapat ditarik dari analisis tersebut. 

Kerja akal di sini membuahkan ilmu pengetahuan sekaligus perolehan hikmah yang mengantar pemiliknya mengetahui dan mengamalkan apa yang diketahuinya. Ini dinamai al’aql al-mudrik, yakni akal penjangkau (pengetahuan). 

Di samping kedua fungsi di atas, masih ada lagi yang melebihi keduanya, yaitu yang mencakup keduanya, tapi dalam bentuk yang sempurna dan matang, sehingga tidak ada lagi kekurangan atau kekeruhan. 

Memang, bisa saja ada akal yang menghasilkan pengetahuan, tetapi (masih berpotensi mengandung) kekurangan hikmah. Demikian juga bisa jadi ada hikmah yang dilahirkan oleh mereka yang tidak berpengetahuan. 

Banyak ayat al-Qur’an membicarakan ketiga fungsi di atas. Ambillah misalnya Q.S. Al-Baqarah ayat 165 yang menyatakan: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, bahtera-bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan (suburkan) bumi sesudah mati (kering)-Nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; (pada semua itu) sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berakal." 

Ayat di atas merupakan salah satu dari puluhan ayat yang mengajak untuk menggunakan akal untuk memperhatikan fenomena alam dalam rangka meraih pengetahuan. 

Firman-Nya dalam Q.S. Yusuf ayat 109: "Kami tidak mengutus sebelummu, melainkan orang laki-laki yang Kami wahyukan kepada mereka di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka berpergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka dan sesungguhnya negeri akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu berakal?" 

Ayat di atas merupakan salah satu ayat yang memerintahkan penggunaan akal dengan tujuan mendorong meraih pengetahuan dan hikmah, guna menghindari hal-hal buruk di atas. 

Demikian juga firman-Nya dalam QS. Al-Hasyr ayat 14: Mereka tiada akan menyerang kamu dalam keadaan padu, kecuali di dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok-tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat. Engkau mengira mereka bersatu padahal hati mereka berpecah belah. Itu disebabkan karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak berakal. Yakni tidak menggunakan akalnya untuk meraih pengetahuan dan hikmah. 

Baca lanjutannya: Memahami Arti Penting Menggunakan Akal Menurut Alquran (Bagian 2)

Related

Moslem World 93607219383062362

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item