Mengapa Ada Orang yang Pura-pura Kaya?


Naviri Magazine - Citra atau kesan seharusnya merupakan refleksi dari kenyataan, namun sayangnya—di masa kini—citra bisa direkayasa, sehingga tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Orang yang benar-benar kaya akan menimbulkan citra atau kesan bahwa dia memang kaya. Sementara orang yang tidak kaya juga menimbulkan kesan yang sebaliknya. 

Tetapi, sekali lagi, hal itu tampaknya sudah tidak berlaku. Karena orang bisa tampak sangat kaya, padahal kenyataan tidak sesuai kesan yang ditunjukkan. 

Kita mungkin tahu atau bahkan mengenal orang-orang yang biasa berpenampilan seperti orang kaya—memakai pakaian mahal, jam tangan mahal, tas mahal, sepatu mahal, dan sebagainya—padahal kehidupan yang mereka jalani tidak bisa dibilang kaya. Mengapa orang-orang itu harus berpura-pura kaya, atau mencitrakan dirinya menjalani kehidupan yang kaya-raya?

Jika Anda menilik akun Instagram milik penyanyi rap 50 Cent (Curtis James Jackson III), Anda akan menemukan foto-foto dirinya hidup dengan kekayaan berlimpah ruah. Ada foto dirinya yang nyaris terkubur dengan lembaran uang US$100. 

Ada pula foto dia menyimpan timbunan uang di kulkasnya. Anehnya, ada pula foto sang rapper yang menyusun lembaran US$100 menjadi formasi tulisan "broke" atau bangkrut.

Foto terakhir tersebut, ternyata, yang menggambarkan keadaan sebenarnya. Juli tahun 2016, Jackson melaporkan bahwa dirinya bangkrut dengan jumlah utang mencapai US$50 juta, setara Rp660 miliar. Namun, ketika hakim di pengadilan Connecticut, menyidangkan tentang kebangkrutan itu, sang hakim bingung melihat siapa lelaki yang duduk di hadapannya.

Reaksi Jackson terhadap kondisi ini ternyata amatlah sederhana.

"Uang-uang di foto hanyalah properti foto,” katanya, di sebuah dokumen pengadilan. "Hanya karena saya difoto dengan kendaraan mewah, menggunakan pakaian mahal, atau duduk dengan uang berlimpah, bukan berarti saya memiliki semua itu.”

Dan Jackson bukanlah orang pertama yang membantu mendongkrak citranya menggunakan barang-barang pinjaman. Sudah diketahui khalayak bahwa di Hollywood, banyak sekali pakaian dan perhiasan yang digunakan selebriti merupakan pinjaman dari berbagai merek fashion. Mobil-mobil mewah? Juga, tak jarang disewakan oleh diler-diler papan atas.

Dan ini tidak hanya terjadi pada selebriti. Belakangan, semakin banyak orang biasa yang 'menyewa gaya hidup mewah' untuk mendongkrak citra, yang diharapkan dapat membuka berbagai kesempatan untuknya.

Layakkan berinvestasi dalam hal ini?

Konsultan tentang image dan citra diri, Marian Rothschild, mengungkapkan sedikit mengubah gaya hidup agar terlihat lebih kaya kerap terbukti bermanfaat bagi karier jangka panjang seorang profesional. Jadi, ini seperti berinvestasi.

"Orang belakangan ini semakin menyadari bahwa mereka ingin semakin terlihat di hal-hal yang dinilai merupakan potensinya. Jadi, misalnya, mereka berinvestasi dengan membeli jam Rolex, menyewa mobil mewah, atau menggunakan pakaian bermerek," tutur Rothschild. "Seperti burung merak yang mengembangkan bulu-bulunya dan seakan berucap, 'Hei lihat saya!'".

'Memalsukan' gaya hidup semakin kerap dilakukan belakangan ini.

Sebuah survei dari organisasi global yang meneliti soal karyawan, OfficeTeam, menemukan bahwa 80% atasan memasukkan kriteria pilihan pakaian dalam memilih karyawan yang akan dipromosikan. Studi serupa di Korea menyebut, calon pekerja yang menggunakan pakaian mahal saat wawancara, cenderung terpilih untuk mendapatkan pekerjaan, bahkan dengan tawaran gaji lebih tinggi.

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa status calon pencari kerja otomatis meningkat di mata perekrut, dengan menyalakan sinyal bahwa mereka adalah orang yang mapan dan mampu membeli barang mahal, sehingga terlihat lebih tinggi statusnya dalam hierarki kapitalisme.

Namun, profesor dalam bidang pemasaran, Carol Megehee, menyebut konsep tersebut tidak selalu benar.

"Jika seorang perempuan diwawancara perempuan lain, barang-barang bermerek cenderung memberikan efek negatif," ungkapnya. Dalam studinya, Megehee menyebut barang bermerek memang cenderung memberikan efek positif dalam interaksi antar manusia, namun ada bias gender kalau ini terjadi antara dua perempuan. Ada unsur iri yang muncul di sana.

Meminjam kemewahan

Julie Fisk telah berprofesi selama 25 tahun sebagai penyiar radio. Tahun 2014, dia kehilangan pekerjaannya, dan memutuskan memulai karier baru sebagai kritikus film. Pekerjaan baru ini membuatnya harus tampil di dua stasiun TV, sekaligus muncul di berbagai acara di kotanya, Dallas, Texas. Di sana, dia biasanya mewawancarai sejumlah aktor dan sutradara terkenal.

Karena harus tampil di tempat umum, dia mendatangi Rent The Runway, sebuah layanan di mana orang bisa meminjam pakaian desainer terkenal, dengan harga yang cukup murah.

"Tentu saya tidak bisa beli gaun rancangan Carolina Herrera. Tapi saya bisa menyewanya," jelas Fisk. Setiap acara berbeda, dia menyewa baju berbeda, kariernya pun kini semakin cemerlang.

"Bahkan jika atasan, atau orang yang menggunakan jasa Anda, tidak tahu kalau Anda menggunakan pakaian mahal desainer, yang Anda rasakan saat menggunakan pakaian tersebut benar-benar berpengaruh," kata Fisk. "Jika Anda merasa kuat, mempesona dengan pakaian mahal, itu akan kelihatan.”

Penilitian Universitas Chicago memperlihatkan, bagaimana kita berpakaian memang mempengaruhi kepercayaan diri kita. Sehingga, itu juga akan mempengaruhi bagaimana orang lain menerima kita.

Membeli barang? Itu sudah kuno

Salah satu investor utama di Silicon Valley, Ron Conway, dalam konferensi Goldman Sachs, mengungkapkan bahwa telah terjadi "pergeseran pada banyak mimpi dan keinginan orang Amerika". Orang-orang, katanya, sekarang kurang tertarik untuk 'memiliki' barang.

Rent The Runway adalah salah satu contoh bahwa penyewaan barang mewah sekarang semakin profesional. Tidak hanya itu, di Amerika juga sekarang muncul Eleven James yang berfokus dalam usaha penyewaan mobil mewah dalam jangka pinjaman tahunan. Servis lainnya, LeTote dan Gwynnie Bee, menyediakan layanan penyewaan pakaian secara bulanan.

Pesawat jet pun bahkan dapat disewa.

Jika mobil sport masih dinilai biasa, beberapa klub, seperti JumpJet atau NetJets, bahkan telah menyediakan rental pesawat pribadi dengan harga diskon.

Berlebihankah?

Tapi tentu saja, gaya hidup menyewa, bisa berubah dari yang semula diyakini sebagai investasi yang bijak, menjadi kebiasaan tidak sehat. Jujur kepada diri sendiri tentang kecukupan budget yang dimiliki, menjadi kunci agar tidak terjebak dalam kebiasaan menyewa, kata Rothschild.

Contohnya, jika Anda mulai menggunakan uang hasil pinjaman untuk meminjam pakaian mewah, itu sudah pertanda yang tidak baik.

Rothschild percaya, jika Anda ingin terlihat "mewah, tetapi sekaligus bertanggung jawab dan kompeten," maka amat penting untuk menjaga diri agar terlihat 'natural' di saat "berbagai upaya kita dilakukan untuk mendongkrak citra diri, yang kita harapkan orang lain lihat".

Related

Lifestyle 1078784303931714633

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item