Kuli Sindang, Buruh Cabutan yang Cari Rejeki di Trotoar Jalanan


Allahu Akbar Allahu Akbar. Azan subuh sudah berkumandang. Hal itu menjadi tanda cangkul, belencong, dan linggis akan berdiri tegak di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta.

Tiga alat itu secara bergantian berjejer memenuhi trotoar TMP Kalibata. Ada yang sudah ada di sana pukul 05.00 WIB, ada juga yang pukul 05.30 WIB atau 06.00 WIB.

Di belakang cangkul yang tegak, ada sekumpulan orang yang duduk sepanjang hari menggantungkan nasib. Mereka adalah pemilik peralatan itu. Mereka bukan pemalas yang nongkrong menghabiskan waktu di bawah pohon atau tiang listrik pinggir jalan, melainkan menunggu panggilan pekerjaan.

Mereka adalah kuli sindang. Mereka tersebar di tiga titik trotoar TMP Kalibata. Titik pertama terletak di pintu samping TMP Kalibata. Titik kedua berada di depan pintu utama TMP Kalibata. Titik ketiga terletak di dekat danau TMP Kalibata. Pagi tengah pekan itu, jumlah mereka sekitar 30 orang.

Kuli sindang ini ada yang duduk beralas terpal, ada juga yang tanpa alas. Tembok-tembok makam pahlawan menjadi sandaran mereka sembari menunggu panggilan.

Tak jarang begitu lelah menunggu, kuli sindang ini akan tiduran di atas trotoar dengan topi yang menutupi muka menahan terik matahari. Pasalnya, jam mereka menjajakan jasanya berlangsung hingga sang surya terbenam.

Bila hujan tiba mereka akan mencari tempat berteduh di sekitar TMP Kalibata. Entah itu halte, bengkel atau pun di dalam kawasan makam pahlawan.

Jasa yang ditawarkan kuli sindang beragam, antara lain gali pondasi, membuat cakar ayam, gali kabel, gali septic tank, gali kubur, bersihkan kebun, hingga renovasi rumah.

Setiap hari para kuli sindang ini menjajakan jasanya. Hanya saja tak setiap hari mereka mendapat pekerjaan. Bahkan waktu mereka menganggur lebih banyak ketimbang bekerja.

"Sudah dua minggu saya kosong," ucap Engkos, kuli sindang yang 'berkantor' di depan pintu utama TMP Kalibata.

Engkos yang sudah menjalani profesi ini sejak 1983 ini mengatakan penghasilan dari kuli sindang terus menurun. Ia kerap kali kosong, kadang tiga hari baru dapat pesanan, kadang seminggu. Tapi yang terparah sampai dua minggu tidak ada seorang pun yang order jasanya.

"Kalau dulu bisa milih-milih kerjaan, soalnya banyak. Tapi sekarang nggak bisa milih. Apa saja yang datang dikerjakan," kata pria yang berasal dari Cirebon ini.

Rudi, kuli sindang yang berada di dekat danau TMP kalibata mengatakan penghasilan kuli sindang didapatkan dari pesanan harian atau borongan untuk menangani suatu pekerjaan.

"Kadang-kadang Rp 200 ribu sampai Rp 250 ribu buat harian. Kadang-kadang ditambahkan. Tergantung orangnya. Kalau borongan itu bisa dibayar Rp 1 juta," ujar pria asal Majalengka ini.

Kuli Sindang memang berasal dari berbagai daerah di Indonesia: Cirebon, Banten, Majalengka, Bogor, hingga Sumedang.

Pekerjaan ini memang membutuhkan fisik yang prima. Tak ayal para kuli sindang mengalami sakit karena beratnya beban pekerjaan. Seperti yang dialami Radi, seorang kakek yang berusia 73 tahun.

"Mengambil kerjaan sudah tidak bisa kayak dulu. Kalau sakit-sakit minum jamu. Sakit pinggang minum jamu," jelas Radi yang menjajakan jasanya di pintu samping makam pahlawan.

Radi tidak bisa meninggalkan profesi yang sudah dijalankan sejak 1968 ini, karena ia hanya tamatan sekolah rakyat. Tidak ada keahlian lain yang ia punya selain menggali.

Related

Indonesia 5803180082884803571

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item