Manfaat Puasa untuk Kesehatan, Menurut Penelitian Para Ilmuwan (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Manfaat Puasa untuk Kesehatan, Menurut Penelitian Para Ilmuwan - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Elson M. Haas M.D., Direktur Medical Centre of Marin, mengatakan cleansing dan detoksifikasi dalam puasa merupakan bagian dari trilogi nutrisi, balancing, building (toning). Elson percaya bahwa puasa adalah bagian yang hilang dalam diet di dunia barat. 

Kebanyakan orang di barat over eating atau terlalu banyak makan, makan dengan protein yang berlebihan, lemak yang berlebihan pula. Sehingga ia menyarankan agar orang mulai mengatur makanannya agar lebih seimbang dan mulai berpuasa, karena puasa bermanfaat sebagai purifikasi, peremajaan, istirahat pada organ pencernaan, anti aging, mengurangi alergi, mengurangi berat badan, detoksikasi, relaksasi mental dan emosi, perubahan kebiasaan dari kebiasaan makan yang buruk menjadi lebih seimbang dan lebih terkontrol, meningkatkan imunitas tubuh, dan lebih baik lagi bila dalam pengawasan dokter. 

Puasa dapat mengobati penyakit seperti influeza, bronkhitis, diare, konstipasi, alergi makanan, asma, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, obesitas, kanker, epilepsi, sakit pada punggung, sakit mental, angina pectoris (nyeri dada karena jantung), panas, dan insomnia.

Dr Sabah al-Baqir dan kawan-kawan mengatakan bahwa puasa dapat mengurangi jumlah hormon pemicu stres. Dia bersama tim dari falkutas kedokteran Universitas King Saud, melakukan studi terhadap hormon prolaktin, insulin dan kortisol, pada tujuh orang laki-laki yang berpuasa sebagai sampel. Hasilnya tidak ada perubahan signifikan pada level kortisol, prolaktin, dan insulin. 

Ini menunjukkan bahwa puasa bulan Ramadan bukan pekerjaan yang memberatkan, dan tidak mengakibatkan tekanan mental maupun saraf. 

Percobaan ini menunjukkan peningkatannya pada perbedaan waktu saja. Bila pada hari tidak puasa, prolaktin mengalami kenaikan tertinggi pada jam 16.00. Sementara pada bulan Ramadan mengalami puncaknya pada pukul 21.00, dan menurun lagi sampai batas terendahnya pukul 04.00. 

Sementara insulin meningkat pada pukul 16.00, dan pada bulan Ramadan pukul 21.00, menurun sampai batas terendah pukul 16.00. Sedang kortisol pada hari biasa mencapai puncaknya pukul 09.00, menurun pada pukul 21.00, sementara pada bulan Ramadan tidak ada perubahan berarti.

Dr Ahmad al-Qadhi, Dr. Riyadh al-Bibabi, bersama rekannya di Amerika, melakukan uji laboratorium terhadap sejumlah sukarelawan yang berpuasa selama bulan Ramadan. Hasil penelitian menunjukan pengaruh positif puasa yang cukup signifikan terhadap sistem kekebalan tubuh. 

Indikator fungsional sel-sel getah (lymfocytes) membaik hingga sepuluh kali lipat, walaupun jumlah keseluruhan sel-sel getah bening tidak berubah, namun persentase jenis getah bening yang bertanggung jawab melindungi tubuh dan melawan berbagai penyakit, yaitu sel T, mengalami kenaikan pesat.

Dr Riyadh Sulaiman dan kawan-kawan dari RS Universitas King Khalid, Riyadh, Saudi, melakukan penelitian terhadap pengaruh puasa Ramadan terhadap 47 penderita diabetes jenis kedua (pasien yang tidak tergantung insulin) dan sejumlah orang sehat. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa puasa bulan Ramadan tidak menimbulkan penurunan berat badan yang signifikan. Tidak ada pengaruh apa pun yang berarti pada kontrol penyakit diabetes di kalangan penderita. Sejauh ini, puasa Ramadan aman bagi penderita diabetes, sejauh dilakukan dengan kesadaran dan kontrol makanan serta obat-obatan.

Dr. Muhammad Munib dan kawan-kawan dari Turki juga melakukan penelitian terhadap seratus responden muslim. Sampel darah mereka diambil sebelum dan di akhir bulan Ramadan, untuk dilakukan analisis dan pengukuran terhadap kandungan protein, total lemak (total lipid), lemak fosfat, asam lemak bebas, kolesterol, albumin, globulin, gula darah, tryglycerol, dan unsur-unsur pembentuk darah lainnya. 

Hasilnya, antara lain, terjadi penurunan umum pada kadar gula (glukosa) dan tryacyglicerol orang yang berpuasa. Terjadinya penurunan parsial dan ringan pada berat badan, tidak terlihat adanya aseton dalam urin, baik pada awal maupun akhir puasa. 

Kenyataan ini menegaskan tidak adanya pembentukan zat-zat keton yang berbahaya bagi tubuh selama bulan puasa. Dengan keutamaan puasa, glikogen dalam tubuh mengalami peremajaan, memompa gerakan lemak yang tersimpan, sehingga menghasilkan energi yang lebih meningkat.

Sejak zaman dulu, puasa dipakai sebagai pengobatan yang terbaik. Seperti kata Plato, puasa adalah sarana untuk mengobati sakit fisik dan mental. Philippus Paracelsus mengatakan bahwa, “Fasting is the greatest remedy the physician within!”

Puasa sudah diakui menjadi penyembuh terhebat dalam menanggulagi penyakit. Bahkan di Amerika ada pusat puasa yang diberi nama “Fasting Center International, Inc”, yang berdiri sejak 35 tahun yang lalu, dengan pasien dari 220 negara. 

Mereka merekomendasikan puasa dalam: (1) program penurunan berat badan, (2) mengeluarkan toxin tubuh, (3) memperbaiki energi, kesehatan mental, kesehatan fisik, dan yang paling penting meningkatkan kualitas hidup.

Related

Health 5688717775070788282

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item