Misteri Terbesar Dalam Sejarah Penerbangan Dunia
https://www.naviri.org/2022/05/misteri-terbesar-dalam-sejarah.html
Naviri Magazine - Kecelakaan bisa menimpa pesawat terbang, sebagaimana kecelakaan bisa menimpa kendaraan di darat atau pun kapal di laut. Kecelakaan yang terjadi bisa disebabkan oleh apa pun, dan di wilayah mana pun. Yang jelas, apa pun penyebabnya dan di mana pun lokasi kecelakaan terjadi, bekas-bekasnya akan dapat terlihat atau bisa ditemukan.
Ketika pesawat mengalami kecelakaan di suatu tempat, misalnya, bangkai pesawat atau puing-puingnya akan dapat ditemukan, bahkan jika puing-puing pesawat jatuh ke dasar laut. Karenanya, ketika sebuah pesawat dinyatakan hilang, maka pencarian akan dilakukan. Setelah itu, bangkai pesawat pun akan ditemukan.
Tetapi, ada satu pesawat yang hilang lenyap tanpa jejak, dan bangkai atau puing-puingnya tak pernah ditemukan. Yaitu pesawat Malaysia Airlines MH370.
Pesawat Malaysia Airlines, dengan nomor penerbangan MH370, lepas landas dengan rute Kuala Lumpur-Beijing. Tetapi, kemudian, pesawat yang membawa 239 orang ini—227 penumpang (7 dari Indonesia) dan 12 awak pesawat—menghilang pada 8 Maret 2014.
Sampai saat ini, keberadaan dan penyebab hilangnya pesawat masih belum terjawab, dan menjadi misteri terbesar dalam sejarah penerbangan.
40 menit yang menentukan
Tragedi tersebut terangkum dalam empat puluh menit pertama setelah pesawat Boeing 777 Malaysia Airlines lepas landas, saat dua sistem komunikasinya mati.
Yang pertama adalah Aircraft Communications Addressing and Reporting System (ACARS), alat pengirim pesan elektronik dari pesawat ke pengawas lalu lintas udara. Pesan itu dikirim sekitar dua puluh lima menit setelah lepas landas. Namun transmisi selanjutnya, yang sudah dijadwalkan tiga puluh menit kemudian, tak pernah terkirim.
Tiga puluh tujuh menit setelah lepas landas, Kopilot Fariq Abdul Hamid melakukan panggilan radio kepada pengawas udara Malaysia, namun tak melakukannya pada pengawas udara Vietnam ketika pesawat memasuki wilayah tersebut.
Dua menit kemudian, transponder pesawat—sistem radar penting yang memberitahu nomor penerbangan, ketinggian, arah dan informasi lokasi pesawat—berhenti mengirim transmisi.
Para ahli menduga, peralatan tersebut rusak karena terjadi kebakaran elektrik. Dugaan lebih buruk, seseorang dengan sengaja mematikannya, seperti yang disampaikan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, pada 15 April 2014.
Kendati dua sistem komunikasinya mati, pesawat sempat terdeteksi radar militer Malaysia dan Thailand. Namun, radar tersebut menunjukkan arah pesawat yang sudah berbelok ke barat, lalu ke utara menuju Laut Andaman.
Dalam jam-jam terakhir sebelum kehabisan bahan bakar, pesawat MH370 tertangkap satelit di atas Samudra Hindia. Ini mengindikasikan jalur pesawat melenceng ratusan mil dari rute penerbangan yang sudah ditentukan, sebelum akhirnya menghilang.
Sehari setelah pesawat dinyatakan hilang, pencarian mula-mula dilakukan mengikuti rencana rute pesawat, terutama di Laut Cina Selatan. Setelah data dari radar militer Malaysia dan Thailand diungkap ke publik, pencarian diperluas ke wilayah barat semenanjung Malaysia, sampai akhirnya dipastikan bahwa pesawat kemungkinan jatuh di Samudra Hindia, sebelah barat daya Australia.
Pada 15 April, kapal Australia dan Cina mendeteksi sinyal ultrasonik yang dipercaya berasal dari kotak hitam pesawat. Namun, pencarian lebih jauh tidak menghasilkan apa-apa. Begitu juga ketika pencarian bawah laut diperluas hingga 120.000 kilometer persegi, hasilnya tetap sama.
Titik terang muncul justru secara tidak sengaja. Setelah satu tahun lebih, pada 29 Juli 2015, sebuah pecahan pesawat ditemukan terdampar di pantai Pulau Reunion, yang merupakan wilayah Perancis di Samudra Hindia.
Para ahli memastikan bahwa temuan tersebut merupakan bagian dari bangkai pesawat MH370. Pecahan pesawat yang berasal dari bangkai MH370 ditemukan pula di Tanzania, pada Juni 2016. Sebulan kemudian, pecahan lainnya ditemukan di Mauritius.
Kendati demikian, operasi pencarian skala besar yang terdiri dari gabungan 25 negara dan menghabiskan dana sebesar $159,38 juta ini masih belum berhasil menemukan kotak hitam pesawat dan 239 penumpang, apalagi memecahkan misteri yang menyelubungi tragedi tersebut.
Pada 17 Januari 2017, setelah 1.000 hari lebih usaha, pencarian dihentikan.
Setahun berselang, sebuah perusahaan swasta asal Amerika Serikat, Ocean Infinity, melanjutkan pencarian terhadap MH370 setelah menandatangani kontrak “no find, no fee” dengan pemerintah Malaysia. Artinya, Ocean Infinity hanya akan meminta bayaran jika upaya pencariannya membuahkan hasil.
Upaya pencarian oleh Ocean Infinity yang dimulai pada 22 Januari akan berahir pada Juni. Namun, tetap belum ada kemajuan berarti.
Teka-teki dan teori
Misteri hilangnya pesawat MH370 memunculkan teka-teki, juga teori. Mulai dari sabotase, kerusakan elektrik, sampai reduksi tekanan udara (depressurisation).
Sekitar empat puluh delapan jam setelah pesawat dinyatakan hilang, otoritas Malaysia mengungkapkan bahwa dua penumpang pesawat asal Iran menggunakan paspor curian. Namun spekulasi pembajakan oleh teroris kemudian ditinggalkan.
Otoritas Malaysia lantas memfokuskan pada pilot, Kapten Zaharie Ahmad Shah (53) dan kopilot Fariq Abdul Hamid (27). Hal yang menjadi teka-teki adalah sebab di balik matinya dua sistem komunikasi, terutama transponder, sebuah peralatan penerbangan yang bahkan di pesawat kecil pun mudah ditemukan.
Transponder merupakan opsi terakhir jika dalam keadaan darurat pilot tidak bisa melakukan panggilan radio. Namun, awak kokpit pesawat MH370 tak menggunakan alat tersebut sama sekali.
Hal itu lalu menimbulkan spekulasi bahwa pilot Zaharie Ahmad Shah dengan sengaja mematikan alat komunikasi tersebut. Ini diperkuat dengan simulator penerbangan rakitan miliknya, yang menunjukkan bahwa seseorang sudah mengubah jalur pesawat ke Samudra Hindia bagian selatan.
Namun, karena kotak hitam pesawat belum ditemukan, penyidik tidak bisa mencapai kesimpulan yang definitif. Hingga hari ini, hilangnya Malaysia Airlines MH370 masih diselubungi misteri.